Oh Sehun mungkin adalah seorang manusia paling keras kepala yang pernah kutemui, di depanku, di depan manusia lainnya, bahkan di depan kematiannya. Dengan luka panah di dada kirinya dan beberapa luka ringan di sekujur tubuhnya, ia berhasil selamat hingga saat itu berbaring di atas ranjang Panglima Xi. Dia tidak mati, hanya tertidur, kau bisa mendengar dengkurannya yang cukup keras jika kau berada di kabin itu.
Panglima Xi membersihkan tubuh Oh Sehun dengan air hangat yang baru saja ia siapkan di dapur kapal. Dengan basuhan yang lembut ia membersihkan sebagian besar badan Oh Sehun yang tertutup oleh darah. Beberapa kali, ia menghela nafasnya panjang. Setelah melihat tubuh Oh Sehun yang sudah cukup bersih, ia menutup tubuhnya dengan selimutnya sendiri.
Kami berdua terdiam di samping Oh Sehun yang sepertinya tertidur pulas. Seluruh awak kapal masih tertidur, dan aku tidak tahu bagaimana reaksi mereka jika melihat lelaki yang telah dieksekusi ternyata tidur di kabin kapal yang sama dengan mereka.
Panglima Xi tertawa kecil, menampilkan gigi taringnya dan derertan gigi putih indahnya. Dia tertawa sambil mengeluarkan air mata dari kedua bola matanya. Tawanya membuat bahunya bergetar dan tangisannya tidak juga berhenti. Dia menatap wajah damai Oh Sehun, lalu menatapku yang hanya melempar senyumanku padanya.
"bahkan kematian takut padanya"
Gumamku sambil membelai rambut basah Oh Sehun. Tangan kiriku masih digenggamnya kuat. Dalam tidurnya pun, dia ingin terus bersamaku.
"dia Oh Sehun, laki-laki yang tidak mengenal rasa sakit. Tapi berenang mengarungi laut dengan luka di sekujur tubuhnya, lalu tertidur sambil mendengkur keras seperti ini, aku tidak tahu dia bisa melakukannya. Hanya orang tidak waras yang mau melakukannya"
Aku mendengar tawa Panglima Xi kembali saat ia mengakhiri penuturan panjangnya. Aku menatap Panglima Xi dengan mataku yang masih berair.
Panglima Xi tahu apa arti tatapan itu, dia memeluk bahuku sambil mengelus pundakku lembut. Aku merasa Panglima Xi adalah kakak terbaik yang pernah kudapat.
"dia tidak akan meninggalkanmu lagi Kim Jong In"
"aku juga berharap seperti itu"
Panglima Xi mengecup ringan puncak kepalaku lalu mengambil alas lantai, membentangkannya dan kemudian tidur di atasnya tanpa bantal ataupun selimut. Dengan badan telentang dan tangan kiri yang ia lipat ke atas sebagai pengganti bantal lalu mulai memejamkan matanya. Dan tentu saja, dengan senyuman yang tidak berhenti menghiasi wajahnya.
Aku menatap Oh Sehun kembali, lalu aku melihat matanya yang masih terpejam dengan rapat. Pasti sangat melelahkan, terlebih menyakitkan baginya untuk berenang cukup jauh dengan luka di sekujur tubuhnya.
Aku sangat mencintai laki-laki gila itu. Aku menyayanginya.
Dan akhirnya, di malam itu, aku memejamkan mataku dengan terduduk sambil menatap wajah tampan seorang Oh Sehun.
---
"AAAAAAAAAAAA"
Aku terbangun di pagi itu karena mendengar teriakan keras ibuku. Saat terbangun, aku tengah berada di atas ranjang Panglima Xi dengan selimut yang menutupi tubuhku. Begitu pula dengan Panglima Xi, dia tidak lagi berada di lantai kapal. Dia berada di atas ranjang gantungku dan juga selimut yang menutupi tubuhnya.
Karena suara ibuku yang sangat memekakkan telinga itu. Panglima Xi dan seluruh awak kapal bangun dari tidurnya dan dengan segera berlari keluar kabin. Melihat apa yang terjadi di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
AI
FanfictionKertas tua yang terluka akan goresan hidup Kim Jong In. Bukan sebuah saksi bisu sebuah kisah hidupnya namun sesosok pendengar yang bisa ia tumpui.