"Pa, papa!" Rara memanggil-manggil papanya yang sedang sedang fokus membaca koran dan di temani secangkir teh dingin kesukaan Bambang.
"Apa" jawab Bambang ogah-ogahan, masih fokus dengan korannya.
"Papa ga kasian sama rara? Temen-temen rara pada liburan semua ke bali, masa cuma rara yang ga ikut" rara mencoba merayu papanya dengan cara merengek seperti an a k kecil. berharap papanya mau memberikan izin sekaligus membelikannya tiket pesawat lagi.
Kemudian Bambang menurunkan korannya dan melipatnya dengan rapi. Bambang menghela nafas panjang entah beban apa yang ada di benaknya sekarang.
"Kamu nyadar ga? Kesalahan kamu apa?" Pertanyaan itu sukses membuat rara membungkam mulutnya dan membuat otak rara bekerja lebih keras, mencoba mencerna maksud dari papanya.
Tiba-tiba bi' aan lewat seraya tangannya menggenggam sapu dan kemoceng, serta lap bertengger di bahu kanannya.
"Bi' an!" Panggil Bambang
Seketika bi' aan menoleh dan merespon panggilan tuannya itu
"Ya tuan" bi' aan mendekat ke arah suara yang memanggilnya."Kamarnya sudah siap?" Tanya Bambang pada asisten rumah tangganya yang sudah 10 tahun mengabdi.
"Sudan tuan, tapi blom di kasi sprei, ini baru mau ngambil ke belakang" jawab bi' aan dengan bahasa sopan sebagaimana pembantu kepada majikannya.
"Ooh, ya sudah lanjutkan pekerjaanmu" ujar Bambang pada pembantunya itu, kemudian bi' aan langsung pergi meninggal anak dan bapak itu.
"Bi' aan" kali ini suara dari si nona memanggil bi' aan
Bi' aan benalik lagi memenuhi panggilan nonanya
"Iya non""Bawain jus dong" perintah rara pada pembantunya.
"Ga usah bi', bi' an lanjutin beres-beres kamarnya" tiba-tiba Bambang nyeletuk dan sukses membuat putrinya manyun.
"Kamu ini manja banget jadi anak! Inget umur, sudah 18 tahun kamu!" sekarang Bambang mengeluarkan the power of bapaknya. memarahi anak satu ini memang tidak bisa hanya dengan mengomelinya saja, karna tentu saja rara sudah kebal di omeli oleh nya dan istrinya.
"Ya sudahlah papa mau keluar dulu sama mama" Bambang pun beranjak dari duduknya, kemudian pergi meninggalkan anaknya begitu saja
sedangkan rara hanya hanya bisa memandang punggung ayahnya yang menjauh hingga tak nampak di pandangannya lagi."Papa kenapa sih, aneh banget deh!" Gumam rara, kemudian ia merebahkan tubuhnya di sofa empuk yang awalnya di dudukinya bersama papanya tadi.
30 menit ia menghabiskan waktu itu hanya dengan rebahan dengan malasnya di sofa tadi. Kemudian matanya jadi berat dan terpajam.
"Assalamualaikum!"
belum rara benar-benar memejamkan matanya, ia di kagetkan dengan suara seorang seorang cowok menggema di seluruh ruangan rumah itu. Rara tekerjab dan kaget melihat sosok pria tinggi setelan kokoh dan koper di tangannya.
"Lo siapa?" Refleks pertanyaan itu meluncur dari bibir mungil rara kepada seorang pria seumurannya dan tak sama sekali rara kenal, matanya masih belum mengerjab, bahkan ia memelototi pria bertopi adidas itu.
"Waalaikum salam" tiba-tiba bi' aan muncul entah darimana, dan langsung membawakan koper milik pria tadi.
"Sudah datang, ayo saya anterin ke kamar" bi' aan tampak antusias menyambut pria itu.
"Bi' aan! Dia siapa?" Tanya rara pada bi' aan seraya telunjuknya menunjuk ke arah pria itu.
"Lho! Non rara masa lupa sih?, ini temen masa kecil non" jawaban bi' aan tak kalah mengagetkannya membuat rara benar-benar bingung. Jika pria itu memang temannya, tapi ia sama sekali tak punya memori tentang teman masa kecilnya itu.
"Ha?" Hanya kata itu yang mampu mendeskripsikan isi otaknya sekarang.
"Ya sudah non, bibi' mau nganter si aden ganteng ke kamarnya. Ayok den!" kemudian bi' aan melangkah kan kakinya ke arah yang di tuju, sedangkan pria itu hanya mengekori langkah bi' aan tanpa mengatakan ba bi bu.
Sementara rara masih cengo dan masih berdiri di tempat bersama pikirannya yang masih di penuhi pertanyaan-pertanyaan seputar pria aneh yang entah muncul darimana itu. seraya matanya masih Setia memandangi punggung pria itu yang perlahan menjauh.
Jangan lupa vote, comment and follow gaes...
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Zahra
SpiritualIni cerita tentang gadis bernama zahra yang memilih untuk berhijab...