Sarla ~ 01

48 3 0
                                    

Yuhuuuuuuuu

Hahahaha

Jujur saja, teriakkan mereka cukup memekakkan telinga. Enam orang tengah bersepeda di pagi buta dan berteriak cukup membuat orang yang mendengarnya langsung terbangun. Jalanan cukup sepi karena masih pagi, mereka mengambil jalan komplek daripada jalan raya.

Sarla tersenyum menatap sahabat-sahabatnya di depan sana yang berteriak sambil tertawa meski tak ada hal yang lucu. Sarla memang berada di belakang bersama Rendra, karena memang biasanya Rendra suka memisahkan diri. Dia type seorang yang penyendiri, entah kenapa. Dari dulu semenjak Sarla bertemu Rendra, lelaki itu memang jarang tersenyum.

Suara krasak krusuk dan desahan halus keluar dari gadis di sebelahnya, membuat si lelaki merasa sedikit terganggu. Penasaran, Rendra sesekali melirik ke arah Sarla, menatap gadis itu yang sepertinya sedikit kesusahan mengayuh sepeda karena jeans ketat-nya membuat Sarla harus mengeluarkan tenaga ekstra.

Lihat saja! Badannya lebih condong ke depan dengan mulut bergerak yang mengeluarkan suara pelan pertanda dia sedang berusaha mengimbangi Rendra

"Mau nyepeda pake jeans sama gaun, dasar idiot!" sarkas Rendra

Sarla berdecak. Sadar bahwa ucapan itu tertuju padanya

"Enggak usah ngehina deh, aku kan nggak punya training sama kaos! Ini juga terpaksa" decaknya

Yeee malah curhat_-

"Dra" panggil Sarla

Rendra diam, dia punya mulut untuk mengejek Sarla, tapi saat dibutuhkan malah diam seribu bahasa. Memang sangat Rendra.

"Dra, aku mau curhat nih, ngomong dong" pinta Sarla geregetan

Tapi Rendra tetap diam

Sarla memutar bola mata jengah, selalu saja seperti ini. Selama sepuluh tahun, Sarla selalu mencoba mengajak Rendra berbicara, dia selalu curhat padanya meski tak pernah ditanggapi. Rendra mendengar, hanya saja mungkin dia tidak peduli?

"Rendra, tau gak -....."

"Gak!" potong Rendra

"Ih jutek!"

Hening.

"Tadi kamu tau gak kenapa aku bangun pagi banget?" tanya Sarla

"Kalo mau ngegombal jangan ke gue" balasnya judes minta ditampol

"Geer ih"

Rendra hanya mengendikkan bahu

"Serius Dra"

Dia diam

Sarla menghembuskan nafas berat

"Tadi aku mimpiin mama sama papa pas dulu nitipin aku ke orang tua kamu Dra, mama sama papa bilang mereka janji bakal cepet pulang. Kenapa aku mimpi kayak gitu ya Dra? Padahal biasanya enggak" jelas Sarla

Rendra tetap diam

"Curhat sama patung" Sarla mencibir dirinya sendiri lalu melajukan sepedanya lebih cepat -dengan penuh perjuangan- untuk menyusul teman-temannya dan meninggalkan Rendra sendirian.

Tanpa Sarla ketahui, Rendra tersenyum di sana. Senyuman tulus yang tak pernah ia perlihatkan pada siapapun.

Rendra bernafas lega, meski dia terkesan menyebalkan, tidak bisa diajak bicara dan tak pernah menanggapinya ketika dia mencurahkan isi hati, tapi Sarla tak pernah menyerah.

Meski setiap akhir kalimat dari curhatannya adalah 'curhat sama patung' yang merupakan sindiran untuk Rendra dan cibiran untuk dirinya sendiri, Sarla selalu kembali di kemudian hari untuk curhat lagi. Entah kenapa, Sarla tak pernah lelah bersikap seperti itu meski tau Rendra takkan pernah menanggapinya

SarlaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang