ANELLO - 3

425 40 14
                                    

Justin merasakan kesunyian yang mencekam di dalam mobil malam ini, ada yang berbeda dari Ibu dan juga adik angkatnya ini. Berdehem pelan, Justin mencoba menarik perhatian sang Ibu yang duduk di sebelahnya lalu melirik Selena dari kaca spion depan.

"Jadi, kakek akan memberikanku rumah besarnya karena aku datang hari ini?" Justin menoleh, menatap sang Ibu yang masih menatap lurus jalanan.

Tidak ada jawaban dari candaannya, Justin beralih ke arah Selena di bangku belakang, "Kau sakit gigi?"

Selena mendongak, menatap Justin jengkel lalu membuang muka. Justin mendesah pelan, "Oke! Aku tidak tau kalau kedatanganku tanpa kekasih membuat keadaan seperti ini. Tapi come on Ibu, putri kecilmu ada disini, mana mungkin kau tega memberi wajah masam begitu?"

Hanna menoleh ke sang putra lalu mendesah, "Tidak ada apa-apa. Masalah kau tidak membawa kekasih bukan urusan ku lagi. Mana mungkin aku tega memberi wajah masam pada putriku sendiri?"

Hanna tersenyum saat membalik badan untuk melihat Selena, sedangkan wanita itu tertegun. Percakapan singkat di dapur tadi sore benar-benar masih menari-nari dibenak Selena. Bagaimana Ibu Justin benar-benar memberikan wajah tak suka saat Selena membahas tentang Alvin. Belum lagi permintaan sang Ibu yang tidak bisa Selena sanggupi, bagaimana bisa ia menikahi saudara laki-lakinya walaupun tidak kandung, Selena masih merasa bahwa ia tidak akan pernah bisa bersatu dengan Justin. Mustahil!

Justin sudah ia anggap seperti kakak sendiri, bagaimana kelakuan Justin sudah Selena hafal luar kepala. Bagaimana pria itu dulu, sebelum dan sesudah kehilangan Bianca, cinta pertama masa sekolah menengah atas yang membuat Justin tak bisa melupakannya. Bianca yang meninggal karena kecelakaan pesawat untuk menyusul Justin ke Universitas ternama di London untuk melanjutkan S2 pun tak luput dari pengawasan Selena. Bagaimana wanita itu meminta Hanna dan juga Selena untuk mengajarinya membuat kue saat ulang tahun Justin yang ke 24 saat itu. Hal yang sangat membuat Justin terpukul, karena sudah merancang memberikan kejutan untuk Bianca saat ia pulang nanti. Melamar wanita itu dan menikahinya. Namun, semua pupus karena Bianca yang sudah lebih dulu dirindukan Tuhan.

Selena tidak akan pernah bisa mengenal Justin yang dulu setelah Bianca meninggal. Pria itu berubah menjadi pria yang suka bermain-main dengan semua wanita, tidak mau mencoba menghilangkan Bianca dari hatinya yang sudah utuh untuk wanita itu seorang. Dan Selena tidak bisa menjadi pelarian begitu saja, saat Justin benar-benar tak ingin menikah untuk waktu yang sangat lama.

Selena menggeleng, Ia mencintai Alvin dan Justin masih sangat mencintai Bianca. Permintaan Ibunya hari ini hanya Selena anggap sebagai kegalauan sang Ibu karena khawatir kepada putra semata wayangnya. Selena akan mencoba mengenyahkan pikiran buruk, mengenai bagaiamana terlukanya sang Ibu saat Selena tidak menjawab atau merespon sama sekali permintaan Hanna tadi sore. Selena bahkan mengalihkan pembicaraan dengan memancing kegiatan Hanna yang sibuk berkebun dengan beberapa teman sebaya wanita paruh baya itu yang dijawab malas-malasan oleh Hanna.

"Tidak mau turun?" Selena tersentak, Justin menatapnya dari kursi kemudi lalu terbahak, "Ibu memarahimu karena tidak memaksaku membawa kekasih, ha?!"

Selena menggeleng, meraup seluruh wajah Justin dengan tangannya yang membuat Justin jengkel, "Kau mau cari mati yaa?!"

Selena terbahak, berlari lebih cepat sebelum Justin menyusulnya. Menggandeng Hanna tanpa beban, menghilangkan pemikiran soal kejadian tadi siang, Ibu itu pun balas tersenyum, menggenggam tangan sang putri lalu tertawa ringan saat Justin juga mencoba menariknya dari pelukan Selena. Dan pertengkaran dua orang dewasa itupun tak bisa luput dari pandangan semua keluarga besar Justin.


----

Acara makan malam itu berjalan damai dan tentran sebelumnya sampai sang kakek menaruh sendok dan garpu tanda selesai menyantap hidangan. Ada sekitar 11 orang dewasa dimeja makan. Saudara Laki-Laki pertama dari sang Ibu bersama sang istri tanpa membawa anak mereka yang sudah bekerja di Luar Negeri dan menikah lalu menetap disana. Dan saudara kedua dengan tiga orang anaknya, lalu adik bungsu Hanna dengan dua orang anaknya. Lalu Hanna beserta dua anaknya. Ayah Justin memang sudah meninggal dari umur pria itu masih 6 tahun, karena penyakit yang diderita, Selama itu Ibunya memilih untuk membesarkan Justin sendirian dengan bantuan sang Ayah.

"Mana calon istrimu?" Suara sang kakek pelan namun menusuk, Justin masih memainkan makanan, berpura-pura tidak tau.

Kekehan dari sampingnya membuat Justin menggertakkan gigi geram, sepupu laki-lakinya yang berumur sama dengan Selena menyentak tangan Justin lalu berujar semangat, "Kakek menanyaimu Justin!!"

Semua makhluk disana memperhatikan Justin, pria itu mengangkat wajah lalu menatap satu-satu semua orang disana dengan wajah memelas dan jengkel, "Kek, please! Aku ini masih butuh menjelajahi dunia untuk mencari tulang rusukku!"

Semua orang berdecak, "Kuda! Kau nikahi saja kuda sana!" Ucap salah satu tante Justin dari kursi seberang.

"Benar, sayang. Kau tidak malu dengan Damian, umurnya masih 26 tahun namun sudah menikah dan hampir memiliki satu anak." Kali itu suara pamannya menyahut ringan, membanggakan putra sulungnya yang sudah berumah tangga.

Justin mendesah, "Lebih baik aku tidak hadir saja tadi." Mendumel kecil, pria itu memainkan sendoknya dengan kesal. Merasa seperti bocah dalam keadaan introgasi seperti sekarang.

"Kau sudah mengenal calon istri putraku.." Semua orang menoleh ke arah Hanna. Abraham berdehem, mengerti sekali siapa orang dimaksud oleh putrinya ini.

Selena terdiam, ketika Hanna menatap dalam ke arah matanya. Selena mengeratkan tautan genggaman jarinya, mulai merasa resah saat sang Ibu juga menggenggam jarinya dari balik meja. Justin tidak bisa mencerna dengan tepat, namun ada yang aneh dari kedua wanita dihidupnya ini. Bagaimana Hanna menarik naik genggamannya dengan Selena hingga berada diatas meja, suara excited mengintrupsi segalanya, seolah-olah menjawab pertanyaan yang diajukan Hanna sebelumnya.

"Selena calon istri Justin?! WAH!" Alexandra berujar di balik meja, gadis berumur 15 tahun itu bahkan sudah bersorak girang menggoda Justin dan Selena.

Semua orang yang berada dilingkaran meja menaruh tanya. Penasaran dengan apa yang terjadi, termasuk dengan Abraham yang menatap tajam serta penuh tanya ke arah Hanna.

"Aku tidak main-main saat mengatakan bahwa Selena satu-satunya wanita yang ingin aku lihat untuk mendampingi putraku padamu, Ayah. Dan aku masih berniat dengan hal itu sampai saat ini." Ujar Hanna pelan namun yakin. Selena mencoba menarik tangannya yang ada digenggaman Hanna namun wanita paruh baya itu tak mengizinkannya.

"Ibu! What are you doing?! God, it's not funny. Seriously!"

Hanna menggeleng, "Ibu tidak bercanda Justin."

"NO!" Justin menarik tangan Selena dari sang Ibu, "Bu, Selena sudah aku anggap seperti adikku sendiri. Bagaimana mungkin aku menikah dengannya?! You must be kidding me!" Justin tak tahan meluapkan kekesalannya pada sang Ibu, apa maksud Ibunya membuat pengumuman super mustahil pada malam ini.

Hanna menunduk, sedangkan Selena mencoba menenangkan Justin yang sempat berdiri tadi. Lalu beralih kearah Hanna, mengusap bahu sang Ibu yang sudah meneteskan air mata.

Mana bisa Selena melihat Ibu angkatnya ini meneteskan air mata, sebesar apapun rasa sayangnya pada Alvin atau seberapa mustahilnya pernikahan yang diinginkan Hanna antara dirinya dan Justin, Selena tidak akan pernah bisa melukai atau menolak semua yang diinginkan Hanna atas hidupnya.

"Sudah, ini tidak pantas untuk diperdebatkan diatas meja. Hanna, semua butuh proses. Kau tidak bisa memaksakan kehendakmu hanya untuk keinginan terbesarmu. Putramu dan Selena sudah besar, biar mereka menentukan apa yang mereka inginkan. Kau harus menerima keputusan mereka yang tid-"

"Aku setuju kakek, aku sudah membicarakan ini dengan Ibu tadi sore."

Justin satu-satunya yang tak mampu memberikan ekspresi setelah Selena mengucapkan kata-kata yang sama sekali tak ingin Justin dengar. Ini bukan adik kecilnya, Selena pasti merasa terpaksa dengan permintaan Ibunya yang merasa harus membalas budi.

20 April 2018

ANELLOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang