Selena melepaskan gaun pengantinnya. Menatap gaun tersebut dengan linangan air mata, ia sudah menjadi istri sekarang. Istri dari seseorang yang ia sayangi sebagai seorang saudara. Hembusan nafas lalu senyuman tipis ia sematkan setelah. Ini kehidupan yang ia pilih dan tidak boleh menyesalinya. Hari ini ia harus bersikap layaknya seorang istri, pekerjaan yang paling ia idam-idamkan saat sudah menginjak umur 20 tahun. Walaupun tidak menikah dengan pria yang ia cintai, namun tetap bagaimanapun ia harus menghormati sang suami.
"Sel?" Suara Justin dari luar kamar mandi menyadarkan Selena, mereka sekarang berada di rumah Hanna dan dikamar Justin.
Saat memasuki rumah tadi, Justin langsung menariknya ke kamar pria itu tanpa perlu menjelaskan. Dan Selena harus secepat mungkin menangkap sinyal dari Justin bahwa pria itu benar-benar serius dengan pernikahan ini.
"Kau baik-baik saja?" Sekali lagi Justin bertanya dengan ketukan pintu sebagai tambahannya.
Didalam Selena bergumam, "Aku sedang berendam."
Tidak ada jawaban, menandakan Justin mengizinkannya untuk menenangkan diri. Lebih dari 30 menit, Selena akhirnya keluar dengan jubah mandi. Rambutnya juga sudah ia gulung dengan handuk. Berjalan pelan, Selena langsung mendapati Justin yang sudah bertelanjang dada sedang menyandar di kepala ranjang.
Dulu, penampilan seperti itu sesuatu yang biasa bagi wanita berumur 25 tahun itu. Namun sekarang, wanita itu malah membalikkan badan, berjalan menuju ruang pakaian dengan genggaman erat pada jubah mandinya.
Justin yang tengah sibuk diranjang dengan ponsel ditangan, tetap mengamati Selena dalam tatapan tajamnya. Pria itu mendesah, menaruh ponsel di nakas lalu menyusul Selena. Wanita itu hampir melepaskan jubahnya namun terhenti saat melihat pantulan Justin dari cermin didepannya.
"Apa? Kau perlu sesuatu?" Wanita itu kembali memasang tali jubah mandinya lalu berbalik menatap Justin. Tepat menatap mata pria itu tanpa berpaling ke sisi yang lain.
Justin berjalan maju, membuat Selena mundur dengan refleks. "Kenapa tidak jadi mengganti bajumu?"
Selena mengernyitkan dahinya.
"Malu karena aku ada disini?" Justin kini menyarang Selena dengan ke dua tangannya. Wanita itu sudah bersandar di cermin besar, menatap ke bagian belakang tubuh Justin, lalu menggeleng.
"Tidak, tidak." Selena meremas sudut jubahnya lalu menatap Justin, "Aku pikir kau butuh sesuatu, makanya--"
"Ya."
"Apa?" Selena kembali memberikan tatapan bertanya, "Kau ini kenapa sebenarnya?"
"Aku memang butuh sesuatu." Justin maju selangkah, menyisakan jarak diantara mereka yang membuat Selena kembali menahan nafas.
Menelan ludah susah payah, Selena menggenggam erat jubah mandinya. "Apa?"
"Kau.." Setelah mengatakan itu, Justin memajukan wajahnya mencoba mencium bibir ranum sang istri. Namun siapa sangka, entah kekuatan dari mana, Selena menolak, membuang wajah lalu mendorong Justin sekuat tenaga.
Justin tercenung, menatap Selena dengan sebelah alis terangkat lalu tertawa. Tertawa seperti dipaksakan namun harus dilakukan dengan memegang perut, menandakan bahwa apa yang dilakukan Selena tadi benar-benar lucu untuk pria yang tengah mengusap sudut matanya, menghalau air mata karena lelah tertawa.
"Justin.." Selena bergumam, wanita itu menunduk dalam. "Aku belum, maksudku—"
"Ini lucu sekali, kau tau?" Ungkap pria itu sambil menatap ke arah kaca, "Kau satu-satunya wanita yang menolakku. Kenapa? Karena aku sudah tua? Atau karena aku kakak angkatmu?"
Selena menggeleng, "Just—"
"Wah, ternyata selera adikku benar-benar tinggi, kau tau? Siapa namanya? Alvin? Dibandingkan denganku ia memang lebih kaya raya, namun masalah ranjang dan tampan? Sepertinya aku lebih dari dirinya, apa aku benar?"
Selena mengernyit, Justin seperti orang asing sekarang. Seperti pria mabuk yang sangat Selena benci. "Apa sebenarnya masalahmu, Justin? Kenapa kau bersikap seperti ini padaku?"
Justin mengangkat bahu, "Tidak ada. Hanya saja aku sedang berpikir, apa pria itu hebat diatas ranjang sampai-sampai kau menolakku?"
"JUSTIN!" Selena bergerak maju, meninju punggung pria itu berulang kali sampai pria itu berbalik, menahan tangan Selena yang kembali mengayun untuk menampar Justin.
"Siapa kau berani-beraninya ingin menamparku?!" Justin menggenggam erat tangan Selena hingga yang disadari wanita itu akan memerah nantinya.
Selena menunduk, menahan nafas lalu menatap mata Justin dengan air mata mengenang. "Kau melakukan ini kenapa? Ingin balas dendam karena aku menuruti apa kata Ibumu? Egomu terluka karena aku benar-benar mencintai Alvin, begitu?"
Justin diam, tak menjawab.
"Kita harus bekerja sama untuk menyenangkan Ibu. Aku sungguh tidak menyesali pernikahan ini Justin, demi tuhan. Tapi tolong beri aku waktu, kita harus menyesuaikan status baru ini. Kau tau bagaimana rasanya berada di keadaan seperti ini kan? Yang awalnya kau adalah kakakku lalu berubah dalam semalam dan menjadi suamiku." Jelas Selena, sebelah tangannya mengusap bahu Justin. Menenangkan pria tampan dihadapannya.
Jawaban Justin seakan menohok Selena, "Kau memilih jalan ini dan melukai ego-ku. Aku tidak bisa memberimu waktu untuk melupakan mantan kekasihmu. Karena kau tau, aku selalu serius dengan hubungan yang aku bangun, apalagi tentang pernikahan. Aku ingin kau serius menjadi istriku dan aku juga akan melakukan hal yang sama. Kata cerai tidak akan pernah kau temukan dalam kamusku, jadi selamat terjebak dalam scenario hidup dengan pria tua sepertiku."
Justin menghempaskan tangan Selena, dan berjalan meninggalkan wanita itu. Namun belum mencapai pintu, sebuah pelukan bersarang dibalik punggungnya. Justin terdiam, menatap tangan yang memeluknya dengan erat.
"Aku tidak akan keberatan menghabiskan hidupku denganmu, pria tua." Selena memaksa wajah Justin menoleh ke arahnya, "Kita harus membuat ini berhasil. Kau setuju?" Senyuman Selena memberhentikan sel yang ada dikepala Justin.
Wanita ini benar-benar menguji kesabarannya. Merelakan hidupnya hanya untuk Ibunya yang egois. Dan Justin sebenarnya tak mau ini, dari awal ia hanya ingin Selena mundur dengan sikap kasar nya dari awal. Tapi lihat wanita ini? Menganggap semuanya akan baik-baik saja asal melakukannya bersama.
Justin menghembuskan nafas berat, "Kau memang bersungguh-sungguh dengan ini?"
"Dengan apa? Pernikahan kita?"
Justin mengangguk. "Kau tau ini konyol?"
"Konyol? Karena kita adik-kakak?" Justin mengangguk, Selena tertawa. "Kau bukan saudara kandungku. Orang-orang tidak akan memikirkan yang aneh-aneh. Jadi berhenti mencoba menyakitiku, karena kau tau? Kalau aku marah, aku akan seperti singa betina." Balas wanita itu angkuh.
Justin terkekeh, mengusap pipi Selena lalu membawanya kedalam pelukan. "Maaf, aku kasar padamu. Demi tuhan, aku masih sangat kesal dengan sikap superhero mu. Tapi apa boleh buat, kita sudah mengenakan cincin ini. Benda kecil penuh makna. Mencoba belajar sadar bahwa kita memiliki satu sama lain."
Selena mengangguk.
"Dan berharap bisa saling mencintai, melupakan masa lalu dan mencintai selayaknya pasangan suami istri." Lanjut Justin yang dijawab Selena dengan anggukan pelan.
Apa mungkin bisa?
KAMU SEDANG MEMBACA
ANELLO
RomanceCincin, Benda kecil penuh makna. (ANELLO dari bahasa Italia berarti CINCIN)