Justin masih belum bisa mengontrol emosinya. Ibunya sudah keterlaluan, ia tidak bisa memaksakan segala kehendaknya pada Selena yang jelas-jelas tidak akan menolak apapun permintaan Hanna meski harus mempertaruhkan nyawa.
Justin belum mengeluarkan semua yang ia pendam sejak pembahasan hal mustahil tadi hingga sudah berada diperkarangan rumah. Pria itu masih menggenggam stir mobil dengan kuat, sedangkan Hanna sudah lebih dulu masuk ke rumah.
Justin menatap ke arah spion, menatap Selena yang masih menunduk, enggan untuk mengikuti sang Ibu.
"Are you crazy?" Justin mendesis pelan, pria itu bahkan enggan menatap Selena. "Kau baru saja menghancurkan masa depanmu!"
Selena mendesah, memilih turun, mengabaikan Justin. Ketika berjalan masuk, dering ponsel berhasil menghentikan Selena. Nama Alvin yang ada di layar, membuat denyut jantung Selena terasa menyakitkan. Baru beberapa hari menjadi sepasang kekasih, mereka harus dihadapkan dengan permasalahan pelik seperti ini.
"Hai." Selena menyapa lebih dulu, memiringkan badan, berjalan sedikit menjauh dari pintu masuk. Menghindari Justin yang memantaunya dari pintu rumah.
"Kau sesibuk itu sampai tidak bisa menjawab panggilanku?"
Selena terkekeh, Alvin terdengar seperti remaja yang sedang merajuk sekarang.
Namun, tawa Selena terasa aneh ditelinga Alvin hingga pria itu berujar pelan,
"Are you okay, babe?"
Selena mendesah, mengangguk tanpa mampu berujar. Justin menelan ludah susah payah, pria itu bahkan memutar kepala saat merasakan dunianya berputar.
Justin bisa pastikan bahwa orang yang tengah menghubungi adiknya itu adalah seseorang yang spesial bagi Selena. Dan Justin tidak akan bisa menghancurkan kebahagiaan wanita yang ia sayangi dalam artian sebagai saudara.
"Aku mandi sebentar, baru pulang dari makan malam. Nanti aku hubungi lagi." Satu tarikan nafas panggilan pun terputus, wanita itu mengusap wajahnya kasar. Tidak menyangka air matanya jatuh begitu saja. Ia sakit harus menyelesaikan semua ini dengan Alvin yang merupakan pria yang sangat ia cintai, namun Selena akan lebih sakit hati lagi kalau sampai melukai Hanna dengan penolakannya.
"Kekasihmu?"
Selena terlonjak kaget saat seseorang berdiri tepat dibelakang. Menarik nafas dalam lalu menghembuskannya, Selena berbalik. Memasang wajah garang lalu memukul Justin.
"Kau ingin aku cepat mati ya?!" Ujar wanita itu kasar sambil memukul lengan Justin sekuat tenaga. Entah tenaga Selena memang se lemah itu, atau memang wanita itu sama sekali tidak mempunyai tenaga setelah pertemuan tadi.
Menahan tangan Selena, Justin terkekeh pelan. "Aku kakakmu, kau tidak bisa menyembunyikan apapun dariku." Ujar pria itu pelan, menarik bahu Selena untuk ia peluk dari samping. "Jadi siapa pria beruntung ini?"
Selena mendongak, lalu kembali menunduk. Melihat apa saja asal tidak melihat ke manik mata pria itu. Tangannya sudah ia lingkarkan ke perut Justin, memeluk pria itu erat. Seakan ingin menumpahkan keluh kesahnya yang tak ingin melukai Hanna.
"Jangan kau pikirkan, Ibu masalahku. Akan aku pastikan, bangun tidur nanti Ibu sudah melihatku membawa calon istri." Justin mengusap lembut rambut Selena lalu mengecupnya sedikit. Terdengar seperti candaan, namun tidak ada yang bisa tertawa karenanya.
Selena lagi-lagi mendongak, melihat kearah Justin lalu benar-benar memeluk Pria itu dengan erat. Mengalungkan kedua tangan dileher pria itu lalu menangis sesegukan.
Justin mendesah berat, ini memang didepan rumah mereka. Namun tidak dapat dipastikan bahwa tidak ada yang lewat dan melihat bukan? Untuk mengalihkan rumor yang akan beredar luas nanti, Justin melonggarkan pelukan lalu memegang dagu Selena gemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANELLO
RomanceCincin, Benda kecil penuh makna. (ANELLO dari bahasa Italia berarti CINCIN)