Selena berjalan masuk ke dalam ruangan Alvin siang ini, setelah tadi pagi ia menyelesaikan beberapa pekerjaan dan membuat surat pengunduran diri yang di sarankan Ibu mertuanya tadi pagi.
Selena mendesah, apakah ia harus bersyukur atau tidak ketika tidak mendapati Alvin di ruangan besar itu. Mungkin Alvin sedang keluar bertemu dengan klien atau menjemput putri semata wayangnya.
Jika boleh jujur, pilihan untuk meninggalkan kantor ini adalah pilihan paling sulit. Dimana ia harus mengorbankan jabatan serta lingkungan kantor yang damai dan bersahabat dalam beberapa tahun terakhir hanya untuk menjaga perasaan Ibu dan juga suaminya sekarang. Justin memang tidak mempermasalahkan hal seperti ini, tapi melihat bagaimana Ibunya memintanya untuk berhenti tadi pagi, agak sedikit mengganggu dirinya. Karena, Ibu sangat jarang sekali meminta hal-hal seperti ini pada anaknya.
"Sel, Alvin kayaknya lagi keluar deh. Tadi buru-buru sekali." Suara itu terdengar dari pintu yang terbuka sendiri. Selena menoleh lalu mengangguk dan meletakkan amplop putih berisi surat pengunduran dirinya.
"Makasih ya. Aku taruh di atas meja saja." Sekretaris itu mengangguk dan menutup pintu. Sisi keingintahuan Selena langsung terjaga saat mendengar kata-kata tadi. Alvin buru-buru. Tidak biasanya Alvin seperti itu, tanpa memberitahu penjelasan rinci pada sekretarisnya, beda halnya kalau ini masalah pribadi. Apa terjadi sesuatu pada gadis kecil yang manis itu?
Selena berjalan keluar dengan tangan yang sudah sibuk mengotak-atik ponsel. Setelah menemukan nama yang akan ia hubungi, Selena langsung menelponnya. Lama menunggu, panggilan tersebut sepertinya di hiraukan oleh sang pemilik. Jantung Selena semakin bedetak kencang, bayangan wajah manis Rora mempengaruhi Selena. Apa sesuatu terjadi pada gadis itu?
Lama berpikir sambil terus menunggu. Akhirnya panggilan yang untuk kesekian kali itu di terima sang pemilik. Alvin menyahut dengan deheman pelan dan mendesah.
"Kau sedang sibuk? Aku butuh bicara denganmu soal-"
"Maaf sel, aku sedang diluar ada urusan. Kau taruh saja sesuatu yg penting itu di atas mejaku. Semoga besok bisa aku kerjakan." Alvin menjelaskan dengan suara pelan. Ada bunyi aneh yang ditangkap pendengaran Selena.
"Apa terjadi sesuatu?" Selena menggigit kuku Ibu jarinya. Jantungnya kembali berdetak. Bagaimanapun Alvin pernah menjadi bagian cerita cintanya dimasa lalu. Bukan sesuatu yang mudah untuk melupakan orang yang begitu kita cintai karena terpaksa. Semuanya butuh proses bukan? Dan Selena sedang berusaha untuk itu.
Helaan nafas di ujung telpon, membuat Selena semakin pucat. "Rora kecelakaan. Tertabrak sepeda motor."
Kaki Selena lemas, Rora gadis manis yang selalu menunjukkan senyum padanya itu pasti sedang kesakitan. Selena meringis, "Rumah sakit mana? Aku kesana!"
Tanpa pikir panjang Selena langsung mengambil tas dan berjalan cepat keluar gedung setelah Alvin memberikan alamat rumah sakit tempat Rora di rawat.
Tiga puluh menit waktu yang dibutuhkan Selena untuk sampai kerumah sakit menggunakan taksi. Selena berlari kencang menuju ruangan VIP yang disebutkan Alvin ditelpon tadi saat wanita itu baru saja tiba di parkir utama.
Saat membuka pintu, Alvin mendongak. Wajahnya sembab, bajunya berantakan. Nafas wanita itu tertahan saat melihat keadaan Rora. Kakinya seperti dipasang gips, banyak bekas lupa di wajah serta tangan gadis imut itu. Matanya sembab dan masih terpejam. Banyak alat yang menempel di tubuh mungilnya.
"Apa separah itu?" Selena bertanya terbata, Alvin menghela nafas. Berjalan mendekati gadis itu dan memegang bahunya pelan, ketika Selena tak mampu lagi berkata-kata dan matanya berair. Tangan wanita itu bahkan bergetar saat memegang tangan gadis mungil itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANELLO
RomanceCincin, Benda kecil penuh makna. (ANELLO dari bahasa Italia berarti CINCIN)