Justin menatap Hanna yang masih tertidur pulas setelah diperiksa dokter. Sepertinya obat yang diberikan dokter sedang bereaksi saat ini. Justin menggenggam lalu mencium tangan sang Ibu, masih tidak menyangka bahwa Ibunya tega merahasiakan penyakit berbahaya itu darinya. Apa Hanna yang tega merahasiakan ini atau Justin yang selama ini enggan untuk peduli pada sang Ibu setelah memutuskan untuk tinggal mandiri dan menjauh dari dunianya yang dulu, yang seakan tidak sengaja selalu mengingatkannya pada wanita paling ia cintai.
Selena juga enggan masuk ke dalam ruangan Hanna setelah pertengkaran hebatnya dengan Justin. Setelah pria itu tau, ia hanya meninggalkan Selena yang menangis lalu berlari ke kamar Hanna. Kalau Hanna dalam keadaan baik-baik saja, pasti Justin sudah mencecar Hanna dengan kalimat sadis karena sudah membohonginya.
"Sayang?"
Selena mendongak. Alvin berdiri disampingnya dengan senyuman manis. Selena menerima senyuman itu dengan balasan senyum yang meyakinkan Alvin bahwa ia baik-baik saja. Mengusap air mata yang sudah berhenti itu dengan cepat, tak mengizinkan Alvin untuk melihatnya.
Alvin duduk disamping Selena, merangkul bahu mungil kekasihnya itu lalu memeluk se erat yang ia bisa. Memberikan kenyaman agar wanitanya merasa baik-baik saja.
"Bagaimana Ibumu? Sudah baikan?" Sambil mengusap punggung sang kekasih, Alvin merasakan Selena membalas pelukannya dengan erat. Mengecup dada Alvin beberapa kali, lalu menggeleng.
Hembusan nafas Selena serta bahu yang naik turun menandakan bahwa kekasihnya itu kembali menangis. Kemeja yang ia kenakan terasa lembab dibagian dada. Selena masih terus menangis hingga beberapa menit sadar bahwa dengan alasan apa Alvin ada disini? Bukankah Alvin seharusnya menemani Rora lomba?
"Kenapa kau bisa disini?" Selena mengurai pelukan walau enggan untuk melepas.
Alvin menatap bungkusan yang ia bawa, "Aku bawa makan siang untukmu. Kau pasti belum makan kan?"
Gelengan yang Alvin terima. "Karena itu aku kesini. Aku tidak akan tenang kalau belum melihatmu secara langsung."
Selena mengangguk lalu tersenyum. "Makasih, sayang.." Ucapnya tulus. "Rora bagaimana?"
Alvin terkekeh, membayangkan wajah cemberut putrinya karena absennya Selena lalu kembali cerah setelah membawa piala pulang. "Awalnya gadis kecilmu itu marah-marah. Tapi setelah menang, ia malah lupa lalu tertidur dimobil. Makanya aku nanti pulang dengan taksi saja."
Selena mendesah, "Maaf ya. Pasti aku akan membawakan hadiah buat Rora atas kemenangannya nanti."
Alvin mengangguk, membuka bungkusan yang ia bawa lalu memberikan yang satunya kepada Selena.
Selena mengernyit, "Jadi kau belum makan juga?"
Alvin mengangguk sambil terkekeh yang membuat Selena menggembungkan pipi kesal. "Seharusnya yang lebih di khawatirkan itu dirimu!"
Dengan jengkel Selena memakan makanannya dengan sebal. Alvin selalu seperti itu, mementingkan dirinya dari pada diri sendiri. Dan Selena kurang suka dengan sikap Alvin yang seperti ini.
"Dimana saudaramu?"
Gerakan tangan Selena terhenti untuk menyuap. Pikiran Selena bercabang, memandang kotak makanan yang ada ditangan lalu beralih ke Alvin. "Justin pasti juga belum makan, duh!"
Menepuk jidat kesal, Selena mengambil ponsel lalu mencoba menghubungi Justin. Namun yang didapati Selena hanya suara operator yang menandakan bahwa ponsel pria itu mati.
"Alvin aku ke ruangan Ibu sebentar, pasti Justin belum makan juga." Selena langsung berdiri, meninggalkan Alvin serta makanan yang ia bawa.
Alvin mendesah lalu tersenyum. Selena bahkan tidak mengajaknya untuk bertemu dengan sang Ibu, alasan apa sesungguhnya yang melarang Alvin bertemu dengan keluarga angkatnya itu.
----
"Ibu! Aku akan baik-baik saja. Kenapa ibu harus mengorbankan Selena seperti ini?" Suara Justin terdengar sedang menahan emosi.
Hanna memang sudah sadarkan diri. Setelah itu Justin langsung meneror sang Ibu dengan pertanyaan seputar penyakit yang Hanna rahasiakan. Hanna yang kesal dengan sikap Justin yang menyalahkannya malah semakin menjadi-jadi meminta Justin menikahi Selena.
"Kenapa?! Kenapa kau selalu menolak permintaan Ibu? Aku hanya ingin kau menikah dengan wanita baik, wanita yang telah kita kenal selama ini. Dimana letak masalahnya?" Hanna berujar pelan. Tenggorokannya sudah sakit menahan tangis. "Selena satu-satunya orang yang aku percaya berada disisimu."
Justin menggeleng, menjambak rambutnya kasar. "Ibu, dengarkan aku. Selena juga punya kehidupan sendiri yang tak bisa kau atur begitu saja. Oke! Dia memang orang yang kau percaya, tapi aku tak harus menikahi adikku sendiri! Kau ingin aku menikah, baik! Aku akan menikah hari ini, didepanmu!"
Hanna mengerang, memegang bagian jantungnya yang berdenyut sakit. "Ada alasan dimana kau tidak mengerti kenapa aku seperti ini. Aku menyayangi kalian, keinginan Ayahmu dan Ayah Selena hanya kau dan dia bersatu. Kau mengecewakan semua orang karena ke egoisanmu."
"Keegoisanku?! Ibu—"
"JUSTIN!" Selena masuk dengan tergesa-gesa, menatap Hanna yang sudah mengernyit menahan sakit. "KAU LIHAT IBU! BAGAIMANA BISA KAU SEKASAR ITU?!"
Justin tersentak lalu beralih menatap Hanna, selama berbicara tadi Justin memang memandang ke arah jendela karena tak ingin melihat air mata sang Ibu. Tapi ia tidak tau bahwa sedari tadi Hanna sudah sibuk mengatur nafasnya agar teratur supaya menghilangkan rasa sakit. Dan Justin sekarang sukses seperti bajingan karena sudah menyakiti Ibunya sendiri.
"Ibu.."Justin bergumam, sedangkan Selena sibuk memanggil perawat. "Ibu, maaf. Ibu.."
"Selena.." Hanna bergumam, "Jaga Justin untukku, sayang.."
"Iya Ibu, iya. Aku akan menikah dengan Justin.." Selena histeris, saat mata Hanna sudah tak sanggup lagi untuk terbuka.
"Sekarang.. Menikah sekarang..."
Justin dan Selena saling pandang. Masih dengan uraian air mata, Justin menggeleng. Dokter sibuk membantu alat pernapasan Hanna hingga wanita itu tak sadarkan diri.
"Silahkan tunggu diluar, Dokter akan memeriksa keadaan pasien.." Perawat membawa Selena dan Justin keluar dari kamar Hanna.
Selena berjalan mondar mandir, terlihat panik dengan tangisan yang sudah tak bisa ia hentikan. "Justin! Cari pendeta dan kita menikah hari ini!" Selena menarik baju Justin, "Aku tak ingin Ibu kecewa, aku tak ingin kita menyesal. Ayo Justin, AYO!!!" Selena berteriak histeris.
Justin menggeleng, mencengkram bahu Selena erat. "Kau tau pernikahan itu sakral?! Aku tidak bisa main-main Selena."
Selena menggeleng, menantang Justin dengan mata basah. "Apa aku terlihat main-main?! NIKAHI AKU SEKARANG!"
Justin menggeram, menunduk kebawah menahan emosi lalu menatap mata Selena dengan tajam.
"OKE!"
30 April 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
ANELLO
RomanceCincin, Benda kecil penuh makna. (ANELLO dari bahasa Italia berarti CINCIN)