Chapter 11: Happily

629 90 18
                                    

Please leave your vote and COMMENT (;

*

Bel pelajaran terakhir sudah dibunyikan. Para siswa Woodside berhamburan keluar. Sementara Harry dan Luna masih duduk ditempat mereka masing-masing menunggu seluruh siswa keluar kelas. Bisa dibilang hari ini berjalan mulus. Karena kau tahu, ‘kan? Tidak ada Sophie yang biasanya mengganggu Harry ataupun Luna.

Setelah seluruh siswa keluar dari kelas, barulah Harry dan Luna beranjak keluar menuju parkiran. Selama mereka berada dikoridor, tak henti-hentinya para siswa menyapa mereka atau sekedar melempar senyum. Mungkin mereka menganggap dua sejoli itu sudah bersama kembali? Walaupun sebenarnya tidak—atau lebih tepatnya belum.

Setelah sampai dimobil milik Harry, dengan segera Harry membukakan pintu untuk Luna, yang disambut dengan senyuman manis dari Luna. Selama beberapa menit mereka terdiam. Tak ada yang mau memecah keheningan. Begitupun Harry yang tak kunjung menyalakan mesin mobil.

Luna berdehem, “Um, Harry?”

“Yes, baby?”

“Umm, aku mau minta maaf,” kata Luna pelan. Harry menatap Luna bingung, “Untuk apa? You didn’t do anything wrong.

Luna menghela napas berat, “Gimana, ya? Abis aku memikirkan kata-kata Sophie. Karena yang dikatakan Sophie tadi pagi itu memang benar. Lalu aku membayangkan kau saat itu. Pasti kau sakit hati sekali, ya? Pasti aku sudah keterlaluan tingkat maksimal! Aku hanya ingin meminta maaf. Aku merasa bersalah sejak tadi pagi. Maaf sudah pernah memakaimu hanya untuk bahan move on ku dari Max. Maaf sudah memutuskanmu secara sepihak. Maaf dulu aku tidak membalas perasaanmu. Maaf—“

Stop, stop! Lunabelle!” ucap Harry memberhentikan Luna.

Kini giliran Harry yang menghela napas, “Look, ‘kan sudah kukatakan, jangan dengarkan apa yang Sophie bilang. Dia itu—“

“Harry, bisa tidak kau sekali saja jujur padaku? Katakan memang semua yang Sophie bilang benar. Jangan membuatku tambah merasa bersalah seperti ini! Apa jangan-jangan kau sekarang berbuat manis kepadaku, lalu setelah itu kau akan mencampakkanku, karna kau ingin membalas dendam atas perbuatanku dulu?” seru Luna yang wajahnya sudah memerah.

Harry mengacak rambutnya kesal, “Ya! Memang semua yang Sophie katakan benar. Puas?”

Luna tertegun, lalu menundukkan kepalanya. Sebagian dirinya lega, tapi sebagiannya lagi merasa sakit. Harry memperhatikan Luna, lalu ia menggeleng-gelengkan kepalanya, “Begini, Luna. Aku menyuruhmu untuk tidak mendengar apa yang Sophie katakan, karena memang aku sudah melupakannya. Aku tidak mau mengingat lagi. Masa-masa seperti itu tak perlu diingat. Aku sudah melupakannya. Aku tak pernah marah padamu jadi kau tak perlu meminta maaf. Malah aku merasa bodoh, karena kupikir dulu aku terlalu terburu-buru, padahal kau belum sepenuhnya melupakan Max,” ucap Harry panjang lebar, tapi dengan lembut.

Luna masih saja menundukkan kepalanya. Enggan menatap Harry. Berusaha menahan air matanya.

“Hey, Luna. Look at me, please?

Perlahan Luna mendongakkan kepalanya, menatap Harry sendu. Lalu tiba-tiba ia menghadapkan tubuhnya kesamping Harry dan memeluk Harry erat, membenamnya wajahnya dibahu Harry. Tak lama tubuh Luna bergetar, ia menangis.

Harry membalas pelukan Luna tak kalah eratnya. Lalu ia mengelus punggung Luna, “Shhhh, baby. Don’t cry,” kata Harry seraya mengecup puncak kepala Luna

Harry melepas pelukannya, mendorong tubuh Luna pelan, lalu menatap Luna dalam, “Stop crying,” bisik Harry. Ia menghapus air mata Luna dengan jempolnya, “Kenapa menangis? Sudah kubilang, kau tidak salah dan tak perlu meminta maaf.”

Last ChanceWhere stories live. Discover now