Hujan ? iya, pagi ini hujan. Bulan Desember akhir selalu menyajikan kejutan dengan serbuan air bening dari langit. Aku berharap hari ini cerah.
Aldam seperti biasa memberi tumpangan. Mobilnya selalu lapang untuk ku tumpangi dan tentunya aku harus siap siaga memasak sarapan untuknya. Sekilas terlihat manis, tapi jujur aku mulai kesal dengan tingkahnya yang meminta menu sarapan yang tak bisa ku masak.
"kenapa hari ini lo masakin nasi goreng ?" gerutu Aldam sembari menunggu lampu lalu lintas berwarna hijau.
"tinggal makan doang lo banyak bacot."
Aldam mendengus kesal.
"jadi gimana kencan lo kemaren ?"
Dan sekarang aku mendengus kesal.
Tanpa berfikir ulang kuceritakan semuanya kepada Aldam. Mungkin dia memang mengesalkan, tapi dia sahabatku. Kalau bukan ke Aldam, kepada siapa lagi aku cerita ? Aldam sudah seperti saudara bagiku.
"rumit amat deh kisah cinta lo." Katanya setelah mendengarkan ceritaku tanpa menyela. Yah, itulah salah satu kelebihan Aldam-Jerk ini.
"yah setidaknya tak serumit kasus kita pas SMP."
Aldam menyengir mengingat masa SMP. Aku juga tersenyum miris mengingatnya. Saat SMP aku, Aldam dan Alex – salah satu sahabat kami juga—sering sekali berbuat onar. Kami pernah tidak naik kelas karena berkelahi dan mematahkan kaki anak kepala sekolah. Setelah itu kami bertiga tobat dan bertransformasi menjadi anak teladan, meski sebenarnya masih edan.
Alex sendiri sekolah di luar kota, Aku dan Aldam setiap sebulan sekali selalu mengunjunginya. Hubungan kami bertiga tak kendur meski Alex beda sekolah.
"gue heran deh." Aldam menepuk dahinya, "kok bisa kita sok alim begini." Kemudian menggeleng.
"Alim dari pantat lo! Kerjaannya clubing lo bilang alim." Ucapku ketus.
"ya maksud gue bukan begitu."
Aku geleng-geleng tak paham. Memang sih di sekolah kami berubah menjadi siswa yang taat, lalu diluar sekolah kembali bejat. Ya, pencitraan.
"gue nggak nyangka Elios sebejat itu." Aldam kembali ke topik.
Aku menggeleng.
"ini adeknya sendiri loh di ena-ena." Katanya sambil geleng-geleng, "edan itu orang."
"menurut lo gue kudu gimana ?"
Aldam menoleh. "elo beneran sayang sama Mala ?"
Aku nganggguk.
"pertahaninlah! Jangan ena-ena doang didepanin." Katanya sok bijak.
Aku menyeringai. "tapi Cuma itu yang disukai Mala dari gue."
Aldam terbahak. "brengsek! itu cewek emang idaman banget. Nakal yang bikin nagih."
Sampai tawa Aldam reda, dia tak kembali berbicara karena sadar perubahan sikapku yang dingin. Kupikir-pikir lagi, Aldam ini sahabat yang pengertian meskipun menjengkelkan.
"nanti pulang skolah anterin gue ke Mall." Ujar Aldam kemudian.
Aku meliriknya heran. "ngapain ?"
"Alina besok ulang tahun." jawabnya dengan datar.
Alina ini adalah adik Aldam. Selama yang kutahu, hubungan mereka memang tidak terlalu dekat. Aldam selalu bersikap dingin dan kejam kepada adiknya. Padahal Alina sendiri anak yang asik dan mudah akrab dengan orang lain. Entah apa masalahnya, mereka berdua selalu membuat keributan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Denting Hujan - [END]
Cerita Pendek[Young-Adult] Semua seperti sebuah kebetulan, biasanya orang menyebutnya Takdir. Dari sebuah dentingan lalu ke rintik hujan. Benar-benar sendu. Hujan terus turun disetiap langkahnya. Yah, hem, begini. Mala, dia gadis yang baik, manis. Tentu. Dan sun...