"Ohayou gozaimasu, Fukucho!" Sasaki menyambut Hijikata yang baru saja turun dari mobil patroli Shinsengumi.
"Ohayou," sahut Hijikata sambil menutup pintu mobil.
"Fukucho? Kenapa matamu bengkak? Bawah matamu juga menghitam," tanya Sasaki.
"Digigit lebah," jawab Hijikata sambil berjalan melewati Sasaki. "Ambilkan tasku di mobil. Siapkan laporan yang akan aku tanda tangani dan pisahkan laporan yang sudah aku revisi semalam."
"Baik, Fukucho!" kata Sasaki.
Hijikata membakar rokok yang sudah bertengger di mulutnya. Dia berjalan menuju ruangan Kondou dan menemukannya sedang duduk sambil membaca koran seorang diri.
"Ohayou," sapa Hijikata. "Mana Sougo?"
"Oh, ohayou gozaimasu, Toshi," Kondou meletakkan koran yang ia baca di atas meja. "Dia baru saja pergi. Sekitar, 10 menit yang lalu."
Hijikata duduk di depan Kondou sambil mengembuskan asap rokoknya. "Kondou-san, aku ingin bertanya padamu."
"Ya, Toshi? Oh, kau pasti ingin menanyakan gaya-gaya yang sudah aku terapkan pada Otae saat kami bercinta!"
"Bukan, Kondou-san," Hijikata memangku kepalanya. "Aku ingin menanyakan mimpiku."
"Oh, kau mimpi basah, Toshi? Bukankah kau sudah dewasa?"
"Bukan, Kondou-san. Aku melihat diriku mati di medan perang. Dan aku sudah memimpikannya berkali-kali."
"Hm?" Kondou mengernyit. "Apa yang kau pikirkan, Toshi?"
"Tak ada. Aku tidak memikirkan peperangan sama sekali karena memang tidak ada kejadian besar beberapa hari ini."
"Mungkin itu sebabnya," Kondou melipat kedua tangannya di depan dadanya. "Kau takut akan ada peperangan lagi di Edo."
"Aku sudah bilang, aku tidak memikirkan peperangan."
"Kejadian ini sama dengan apa yang aku alami saat aku baru beberapa hari menikah dengan Otae," Kondou mendengus. "Kau takut peperangan mengambil kehidupanmu dengan Mitsuba."
Hijikata tak menjawab. Dia hanya menatap kosong asbak yang ada di depannya.
"Kau takut tak bertemu lagi dengannya, dan kau benar-benar berharap agar tak ada lagi peperangan di Edo. Kau khawatir, hanya saja kau tak mau mengungkapkannya."
"Aku memikirkan apa yang akan lakukan jika hal itu terjadi. Kau harus menyembunyikan Mitsuba-san, kau harus melindunginya, sedangkan ada ribuan orang yang menggantungkan nyawa mereka padamu tanpa kau ketahui. Itu karena kau adalah Shinsengumi."
"Kau khawatir tak bisa menentukan mana yang akan menjadi prioritasmu. Mitsuba, atau ribuan penduduk Edo."
"Aku tak mau kehilangan Mitsuba, Kondou-san," Hijikata buka suara. "Aku pernah kehilangan dia satu kali. Dan aku tidak mau melakukan kesalahan yang sama."
Hijikata masih memandang kosong asbak di depannya. Dia mengisap rokoknya, dan menarik asapnya dalam-dalam.
"Peristiwa yang membuat Sougo terluka dan kematian Oboro di Kabukichou membuatku ngeri, Kondou-san. Aku yakin ini hanya permulaan. Akan ada perang besar di Edo yang melibatkan banyak orang, entah kapan. Aku bisa merasakannya."
"Aku tahu prioritasku adalah penduduk di kota Edo. Tapi, kewajibanku sebagai seorang suami tak bisa dilupakan begitu saja. Mitsuba adalah tanggung jawabku, dan aku harus melindunginya."
Hijikata menatap Kondou. "Mungkin kau benar. Aku hanya terlalu cemas. Aku hanya membayangkan hal buruk yang kemungkinan besar akan terjadi."
Kondou tersenyum. "Persis dengan apa yang aku rasakan saat aku baru menikah dengan Otae. Ketakutan ini wajar, Toshi. Kalian baru menikah, usia pernikahan kalian baru seumur jagung. Setelah satu tahun, kau akan tahu bagaimana caranya menghadapi ketakutanmu ini. Aku pun demikian."
Hijikata terdiam sejenak. "Lalu, apa yang akan kau lakukan jika Shinsengumi harus berperang sekali lagi, Kondou-san?"
"Bertarung sampai mati, Toshi," jawab Kondou. "Di saat yang sama, Otae sudah disembunyukan di luar kota atas permintaanku."
***
"Tadaima," kata Hijikata sambil melepas sepatunya di pintu depan.
Suara langkah kaki terdengar dan Mitsuba menampakkan diri.
"Okaeri!" Mitsuba menyambut Toshi dengan wajah girang.
Toshi tertegun melihat Mitsuba. Wajahnya sedikit memerah karena melihat Mitsuba mengenakan ini.
"Kenapa bahagia sekali, Mitsuba?" tanya Hijikata sambil mencopot long coat Shinsengumi-nya dan memberikannya pada Mitsuba.
"Aku mencoba membuat sesame seared tuna, dan aku takut terlalu matang. Nyatanya, hasil sempurna!" kata Mitsuba dengan wajah berseri-seri. "Ayo, Toshi! Makan!"
Mitsuba menarik tangan Toshi ke ruang makan. Dua porsi sesame seared tuna sudah ada di atas meja lengkap dengan dua mangkuk nasi, dua mangkuk sup miso, dan satu porsi besar yasai itame.
Mitsuba meminta Hijikata untuk duduk.
"Tunggu, ya. Aku mau menaruh long coat-mu di tempat cucian," kata Mitsuba sambil berlalu. Tak sampai lima menit, Mitsuba kembali sambil membawa sebuah botol mayonnaise.
"Ini," Mitsuba meletakkan botol mayonnaise di meja makan dan duduk di depan Hijikata. "Itadakimasu!"
"Itadakimasu," jawab Toshi. Dia mengambil sepotong besar sesame seared tuna dan menyuapnya. "Wow, ini enak sekali. Rasanya pas dan tidak terlalu matang."
"Yay!" Mitsuba berteriak. "Terima kasih, Toshi!"
Toshi hanya menjawab dengan senyuman. Tak sampai satu jam, keduanya selesai makan.
"Mitsuba," Hijikata memanggil Mitsuba yang sedang membereskan piring kotor. "Bisa berhenti sebentar?"
Mitsuba mendadak berhenti bergerak. "Ya?
Hjikata tak bicara. Dia hanya memandangi Mitsuba yang terlihat kebingungan.
"Ah, tidak," kata Hijikata. "Tidak jadi."
"Apa yang ingin kamu katakan, Toshi?" tanya Mitsuba.
"Nanti saja," Hijikata membakar rokoknya. "Mau aku bantu?"
"Tidak usah," Mitsuba berdiri dengan beberapa piring kotor ditumpuk di atas tangannya. "Kau duduk saja di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Listen
FanfictionDengarkan dia. Dengarkan aku. Dengarkan kami. Ini suara yang kau cari. Suara hati Hijikata Toshirou, Sakata Gintoki, dan Okita Sougo. Cover picture belongs to @shirotan_xx