I. Okita Sougo

647 46 18
                                    


"Kenapa si baka aniki itu harus ikut?" Sougo meniup permen karet dan wajah kesal.

Kagura menyentuh gelembung permen karet yang ditiup Sougo hingga pecah. "Berbaik hatilah sedikit, Sougo. Kamui sedang libur sehari, dan dia mau bertemu denganku."

"Kenapa aku harus ikut?" Sougo masih menggerutu. "Kita bisa ketemu besok."

Kagura menyentil dahi Sougo. "Dia akan jadi kakak iparmu, Sougo."

Sougo mendengus. Dia mengunyah permen karetnya dengan gusar.

Sougo dan Kagura sedang berada di sebuah kedai kopi sekarang. Suasana tidak begitu ramai, dan jam menunjukkan pukul 13.30.

"Aniue!" Kagura tiba-tiba melambai. Seorang lelaki berambut oranye terlihat dengan jelas di antara kerumunan orang yang berjalan hilir mudik di depan mereka.

Kamui muncul seraya memperlihatkan senyumnya. Di tangannya, terdapat sebuah kotak putih lengkap dengan pita.

"Halo, Kagura-chan," Kamui menyium dahi Kagura. Kagura terlihat senang. "Kangen tidak, sama Kamui?"

"Kangen!" Kagura memeluk kakaknya.

Kamui menyodorkan kotak tersebut pada Kagura. Kagura membukanya dan menemukan lima buah cokelat.

Kagura kembali memeluk kakaknya. "Arigatou, aniue!"

Kamui mengusap-usap punggung Kagura dan menatap Sougo.

"Halo, Sou-chan," sapa Kamui. "Kamu makin besar saja, ya? Terutama kepalamu."

"Halo, baka aniki," balas Sougo. "Kau makin tinggi, ya? Terutama hatimu."

"Oi," Kagura menatap Kamui dan Sougo secara bergantian. "Berhenti."

Kamui duduk di samping Kagura dan berhadapan dengan Sougo. Keduanya saling menatap dengan penuh kebencian.

"Kalian tunggu sebentar, ya?" Kagura merapikan poninya. "Aku mau bertemu dengan Soyo. Aku meminjam bajunya beberapa hari lalu dan aku mau mengembalikannya."

"Oi!" Sougo melongo. "Kenapa tidak dia saja yang ke sini?"

"Aku menyuruh Tuan Putri untuk ke sini, Sougo? Yang benar saja," Kagura mengambil kantung plastik berwarna putih dari bawah meja. "Sebentar, ya! 15 menit!"

"Oi, oi!" Sougo berusaha meraih tangan Kagura namun tidak berhasil. Kagura sudah berlari meninggalkan dirinya dan Kamui berdua saja.

Sougo berdecak. "Kenapa harus kau?"

Kamui ikut berdecak. "Kenapa harus kau?"

Sougo dan Kamui mendengus keras. Keduanya tak saling menatap, melainkan memandang ke arah lain.

"Oi, Sou-chan," kata Kamui setelah dia dan Sougo tak bicara selama lima menit. "Apa yang kau dan Kagura lakukan jika kalian sedang bersama?"

Sambil mengunyah permen karetnya, Sougo menjawab dengan mata yang terlihat mengantuk. "Makan, makan, makan, dan makan."

"Kau mau menjadikan adikku babi liar?"

"Memang itu kebiasaan kami. Kagura selalu kelaparan."

"Yang lain?"

"Yah, nonton bioskop, duduk di pinggir sungai, berbincang panjang lebar tentang isu-isu yang sedang panas, dan bercinta."

Sebuah sendok melayang di udara dan menghantam dahi Sougo.

"Ah! Sakit!" Sougo mengusap-usap dahinya. "Apa maumu, baka an..."

"Aku iri padamu."

Sougo berhenti bicara. Kamui menatapnya dengan serius.

"Aku benar-benar iri padamu," kata Kamui sambil bertopang dagu. "Kau bisa menemui Kagura kapan saja, mengajaknya pergi, makan, dan lain-lainnya, kapan saja."

Sougo memandangi Kamui dengan ujung matanya tanpa suara. "Aku tahu itu."

"Dia juga sudah lebih kuat sekarang, dan aku bangga," ujar Kamui.

"Kau salah," kata Sougo. "Dia sangat rapuh, baka."

Kamui memandangi wajah Sougo, membuat Sougo mendengus keras.

"Kagura tidak sekuat itu. Untuk urusan fisik, aku mengakuinya. Tapi, tidak dengan perasaannya. Selama ini, dia selalu berjuang sendiri. Danna dan Shinpachi berdiri di sebelahnya. Mereka selalu ada di saat Kagura membutuhkan mereka. Tapi, dia butuh rasa lain untuk melengkapi dirinya."

"Dan lelaki brengsek itu kau?" Kamui menunjuk wajah Sougo.

"Beruntungnya, ya," jawab Sougo. "Dia butuh seseorang yang mampu memahami perasaanya. Danna dan Shinpachi tidak begitu paham soal itu. Lagi-lagi, Kagura beruntung mendapatkan aku yang mampu mengerti isi hatinya."

Sougo menatap Kamui sambil melepeh permen karetnya ke sebuah tissue. "Aku tahu kau iri karena aku jauh lebih sering bertemu dengan adikmu."

Kamui terdiam sejenak. "Apa yang membuatmu jatuh hati padanya?"

"Ketegarannya dan keberaniannya. Jika kau benar-benar ingin tahu, aku yang lebih dulu jatuh hati padanya," kata Sougo.

Kamui tersenyum. Senyumannya terlihat ramah. "Lemah."

"Aku memang lemah," Sougo menganggukkan kepalanya. "Tapi, aku hanya lemah ketika aku sedang berhadapan dengan Kagura."

"Secinta itu kau pada Kagura?" tanya Kamui.

Sougo menatap Kamui. "Terserah kau mau bilang apa, Kamui. Aku akan menikahinya, secepatnya."

Kamui menatap tajam Sougo. Dia masih tersenyum. "Lancang sekali kau."

"Jika aku harus mematahkan seluruh tulangmu untuk mendapatkan Kagura, aku bersedia untuk melakukannya sekarang juga," jawab Sougo.

"Kau yakin menang melawanku, Sou-chan?" Kamui meledek Sougo.

"Kalau pun aku tidak menang, itu terjadi karena Kagura sudah memisahkan kita," kata Sougo. Suaranya terdengar yakin dan tenang.

Kamui masih menatap tajam Sougo, begitu juga Sougo. Tak ada yang bicara, keduanya hanya saling menatap.

Tangan Kamui bergerak. Dia mendorong hadiah yang dia bawa untuk Kagura. "Bongkar kotak ini."

Dengan wajah malas, Sougo membuka kotak itu dan yang dia lihat hanyalah sekumpulan cokelat berbentuk hati.

"Bongkar," kata Kamui.

Sougo membuka kotak di bawah sekumpulan cokelat itu. Ada benda berkilau di sana.

"Itu milik ibu kami," ucap Kamui. "Jika kamu ingin melamarnya, gunakan cincin itu."

Sougo terdiam. Dia menyentuh cincin berlian mungil di kotak itu dan memperhatikannya.

"Aku tahu kau akan melamarnya," kata Kamui sambil tersenyum. "Aku memang tidak bisa membantu apa-apa, dan aku hanya ingin Kagura mengenakan cincin peninggalan ibu kami."

Kamui bersandar pada kursinya dan bersedekap. Wajahnya masih tersenyum. "Kagura menggenggam jiwa ibu kami. Kagura benar-benar terlihat seperti dia. Tiap aku melihatnya, aku melihat bayangan ibuku di sana."

"Aku membuang banyak waktu untuk membenci keluargaku sendiri. Di saat aku mendapatkan mereka kembali, kau mengambilnya dariku," Kamui menatap cincin berlian milik ibunya. Sorot matanya mendadak teduh. "Aku ingin benar-benar menghajarmu agar kau mengembalikan adikku padaku. Tapi, Kagura memilihmu."

Kamui menatap Sougo yang masih memperhatikan cincin tersebut tanpa suara. "Bahagiakan dia, Sougo. Dengarkan dia. Genggam dia erat-erat. Untuk Umibozu. Untukku. Untuk kami dan ibu kami."

"Pasti," Sougo mengangguk pelan. "Aku berjanji tidak akan melepaskannya. Jika aku membuatnya sedih, kau boleh membunuhku."

ListenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang