II. Okita Sougo

555 37 5
                                    

Sougo berjalan di belakang Kamui dan Kagura. Kedua tangannya masuk ke dalam kantung celananya.

Sejak 15 menit yang lalu, Sougo hanya memperhatikan Kamui yang terus merangkul Kagura dari belakang. Dia tidak berniat untuk meraih tangan Kagura. Dia mempersilakan Kamui untuk menghabiskan waktu dengan adiknya.

Sougo berusaha mengingat momen-momennya bersama Kagura. Satu hal yang Sougo sadari, dia memang tidak banyak memperlihatkan perhatiannya pada Kagura. Saat itu, Sougo merasa perasaannya tidak penting. Dia adalah seorang Taichou, dan dia harus menjalani tugasnya dan menghabiskan hidupnya berada di antara Kondou dan Hijikata.

"Oi, China," Sougo mengingat momen di saat mereka belum berpacaran. Kala itu, Yorozuya baru saja menghabisi sekumpulan bandit di Kabukichou. "Kau seharusnya tidak ikut campur. Ini urusan Shinsengumi. Kau masih kecil."

"Memangnya kau bukan anak kecil!?" kata Kagura, nadanya meninggi.

"Setidaknya, aku sudah menjabat sebagai Taichou," kata Sougo.

"Terserah!" dan Kagura berjalan menjauh.

Ya, saat itu aku sebenarnya khawatir padanya. Danna dan Shinpachi bertarung bersama, dan mereka membiarkan Kagura bertarung sendirian begitu saja.

Sougo mengingat momen lain. Kali ini, ketika Sougo berusaha mengobati tangan Kagura yang patah.

"Ini tidak patah," kata Sougo sambil menyentuh tangan Kagura yang bengkak. "Hanya tulang yang lepas dari engselnya."

"Temme! Sakit!" teriak Kagura.

Sougo mencoba untuk mengembalikannya posisi tulang Kagura. Dia meraba-raba tangan Kagura dan merasakan tulang yang lepas dari engselnya.

Krak. Sougo sadar dia salah perhitungan. Seharusnya, rasanya tidak sesakit itu. Tapi, tulang Kagura sudah kembali ke tempatnya.

"Brengsek kau, Sougo!" Kagura berteriak dan menendang kaki Sougo.

Krak. Kaki Sougo retak.

Aku sadar aku salah besar saat itu. Aku salah sendi. Tidak fatal, hanya saja rasanya ngilu dan pedih sekali.

Sougo mendengus. Dia mencoba mengingat semua rekaman di kepalanya tentang Kagura.

Entah kenapa aku begitu tertarik pada bocah ini. Kagura memang terlihat seperti anak kecil, tapi sesungguhnya, dia seorang perempuan dewasa. Dia mengerti mana yang prioritas, dan mana yang bukan. Dia juga menghargai orang-orang yang ada di dalam hidupnya.

Lalu, apa yang membuat aku tertarik padanya?

Sougo bergeming. Entahlah. Kadang, menyukai seseorang tak perlu alasan. Mungkin, karena kami sering bertemu, rasa itu muncul.

Kelihatannya, memang benar begitu. Semakin sering aku bertemu dengannya, semakin khawatir aku melihat keadaannya. Kagura adalah perempuan yang nekat. Dia mau melakukan apa saja demi melindungi orang-orang yang ia cintai. Dan aku sudah melihatnya dengan mata kepalaku sendiri.

Mungkin, aku juga sama. Aku akan melakukan apa yang Kagura. Oh, benar. Mungkin karena kita adalah orang yang sama, maka rasa itu muncul. Bisa saja.

Dan satu hal yang aku suka dari Kagura, kejujurannya. Kagura terlalu jujur dalam segala hal, dan aku menyukainya. Aku jadi paham isi kepalanya. Aku jadi paham makanan apa yang menjadi favoritnya. Ternyata, hanya nasi dan telur. Sungguh lega, karena harganya murah.

Sougo menggaruk-garuk kepalanya dan mencoba mengingat momen lain.

Kala itu, Sougo sedang melintas di atas jembatan di atas sungai. Hari itu hujan, dan Kagura berada di jembatan itu sambil memperhatikan sungai yang mengalir deras.

Saat itu, Shinsengumi dibubarkan dan para anggotanya harus pergi dari Edo untuk sementara waktu.

Sougo berhenti persis di belakang Kagura waktu itu. Pikirannya berkecamuk, apakah dia harus menyapa Kagura atau tidak.

"Oi, China," akhirnya Sougo menyapa Kagura. "Sedang apa kau di sini?"

"Merenung," jawab Kagura singkat.

Sougo terdiam sejenak. "Aku pamit."

Kagura menoleh menatap Sougo. "Kau mau kemana?"

"Shinsengumi akan pergi dari Edo. Ini keputusan Bos Matsudaira."

Kagura tak menjawab.

"Aku titipkan kota ini padamu. Aku harap kau bisa menjaganya baik-baik."

Kagura masih tak menjawab.

"Jujur saja, aku tak percaya kau bisa menjaga kota ini. Lagipula, kau lemah dan..."

BYUR. Sougo sudah jatuh terduduk di sungai

"Temme! Apa-apaan!?" teriak Sougo sambil menengadah menatap Kagura.

"Kau bilang aku lemah?" Kagura menyeringai. "Betapa mudahnya aku mengalahkanmu dan kau bilang aku lemah?"

Sougo mengeluarkan pedangnya dan menunjuk Kagura. "Turun."

Kagura melompat ke bawah dan menghajar Sougo. Sougo berkelit. Dia meraih tangan Kagura dan melemparnya hingga menabrak dinding batu sungai.

"Maju!" teriak Sougo.

Keduanya bertarung hebat sore itu. Meski hujan turun, tak ada yang menghentikan mereka untuk saling adu kuat. Padahal, keduanya sama-sama terluka dan beberapa anggota tubuh mereka juga masih diperban.

Dua jam berlalu dan hujan berhenti membasahi Edo. Kagura dan Sougo duduk berseberangan. Keduanya sama-sama bersandar ke tembok dan mengatur napas.

Sougo berdiri lebih dulu. "Aku harap kau benar-benar bisa menjaga Edo dan dirimu sendiri."

Sougo berjalan meninggalkan Kagura tanpa bicara.

Kagura pun berdiri dengan susah payah. "Kau akan kembali, kan!?"

Sougo berhenti berjalan. Ada perasaan lega di dadanya kala itu.

"Pasti," jawab Sougo tanpa menoleh.

Aku kembali untuk bertemu lagi dengan kamu.

"Sougo," Kagura menarik pipi Sougo. "Kau bengong di tengah jalan dan dicaci maki orang-orang."

Sougo melihat ke sekelilingnya. Jalanan memang padat saat itu, dan dia berhenti di tengah jalan di saat orang-orang berjalan lalu-lalang di sebelahnya.

"Maaf," bisik Sougo pada Kagura. "Ayo."

"Maaf?" Kagura terlihat bingung karena Sougo jarang mengucapkan kata itu padanya. Kagura pun memeluk tangan Sougo. "Ada apa, Sougo?"

"Tidak, tidak apa-apa," jawab Sougo. "Aku sedang mengingat-ingat laporan-laporanku. Kelihatannya, aku melupakan beberapa laporan."

Sougo menatap ke depan. Matanya beradu dengan mata Kamui. Kamui menatapnya tajam.

"Aku mau es krim," kata Kagura.

Kamui langsung berpaling pada adiknya dan tersenyum lebar. "Ayo, Kamui akan membelikanmu es krim."

ListenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang