Chapter 6

202 30 16
                                    


Lea tidak suka kondisi saat seperti ini menyerangnya. Seharusnya Louis tidak datang di saat Lea belum menjelaskan apapun kepada Bang Adit tentang perjodohannya.

Dan terjebak dengan berbagai pasang mata memandang bukanlah sesuatu yang mengasyikkan. Karena dengan cara Bang Adit yang menatap Lea penuh tuntutan, cara Louis menatapnya dengan jenaka dalam artian mengejek Lea, dan cara Ciripa menatap Bang Adit dan Louis bergantian sebelum menatap Lea untuk tertawa adalah hal yang menggelikan.

Mereka diam karena menunggu Lea selesai makan. Ada satu piring mie goreng dan satu loyang pizza yang harus ia habiskan. Kondisi seperti apapun tidak akan mudah membuat napsu makan Lea hilang. Hanya saja. . . makanan di depannya jadi berubah rasa.

Pizzanya rasa mie goreng, begitu pun sebaliknya.

Jadi Lea ingin menagis karena itu.

"Minum dulu, Beb. Lu kaya abis dicekokin tai."

"Dia lagi makan, Chris! Jaga ucapan lo yang bisa membuat orang enek." Bang Adit meneleng marah pada Ciripa. Well, seperti yang Lea bilang, jika tidak mudah membuat napsu makannya hilang. Jadi perkataan Ciripa tadi bukan masalah. Yang masalah adalah kini Louis benar-benar terlihat jengah.

"Sampai kapan kau menyelesaikan makanmu?" Tanya Louis.

Lea menunduk, melihat sisa makanannya. Masih ada beberapa slide pizza lagi, Lea pun masih bisa menampungnya.

"Sampai habis."

"Bisakah kau cepat?"

Bang Adit menatap Louis jengkel, "itu terserahnya mau makan seberapa lama. Bukan sama sekali urusanmu."

"Tentu saja itu urusanku."

"Mengantarkannya pizza sama sekali tidak membuatmu mendapat hak."

"Oh ya?" Louis berdiri, menantang Bang Adit. Dan yang ditantang ikut menyusul untuk menantang balik.

"Ya!"

"Guys, cukup!" Ciripa menengahi sambil menahan tawa. Dia lalu menatap Lea, "lo harus cepetin acara makan lo. Kasian Louis nungguin."

"Ya memangnya dia siapa? Bukannya hanya pengantar pizza?"

"Sembarangan!" Ciripa menunjuk Louis, "ini calon lakinya adek lo! Emang Lea belom cerita?"

"What?!" Mata Bang Adit menelusuri tubuh Louis dari atas sampai bawah, terlihat sekali kagetnya.

Louis mengangkat alisnya sebelah, seolah mengerti saja apa yang sedang mereka ucapkan.

"Lea kamu bener-bener harus jelasin!"

Menelan makanannya dengan susah payah, Lea mengangguk kecil. "Bentar. Satu potong lagi."

"Lea!!!"

"Iya, iya!"

****

Setelah meminum dengan tegukan besar-besar, barulah Eleanor siap berbicara. Sebelumnya Louis tidak pernah menyangka jika ia punya kesabaran dalam menunggu perempuan itu selesai makan. Tapi, ada beberapa hal lucu yang Louis temukan ketika Eleanor hanya fokus pada makanannya. Seolah itu adalah berlian termahal yang pernah ia lihat. Bagaimana cara mengunyah perempuan itu begitu berhati-hati karena menikmati tiap gigitannya.

Sebelumnya Louis pernah melihatnya, hanya saja tidak memerhatikannya sampai sedetail ini. Buat apa juga jika dipikir-pikir untuk memerhatikan Eleanor makan? Bukan kah itu membuang-buang waktu?

Lalu bagaimana ketika perempuan itu disuruh mengunyah cepat. Louis punya alasan sendiri ketika memerintah Eleanor memakan makanannya dengan cepat. Itu hanya karens Eleanor akan menurut, tetapi bagian lucunya bukan itu. Bagian yang paling Louis senangi ketika Eleanor menumpuk satu potong pizza di dalam mulutnya hingga pipinya mengembang bak orang tolol.

Same Craziness and Love (Elounor)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang