Chapter 5

387 32 20
                                    

Sebelumnya...

Bahkan belum bisa kulupakan, cepatnya detak jantung ku tadi.
.
.
.
Chapter 5
Esok harinya aku bangun kesiangan. Lucy meninggalkan pesan di meja ku. Dengan cepat aku pergi mandi, makan, dan berangkat. Masih dengan nafas tersengal-sengal, aku menuju kelas. Kemudian aku melihat kelas kosong. 'Lho...mereka hilang! Lucy juga hilang!' ucap ku dalam hati dengan panik. Tiba-tiba Lucy dan Gray datang melintasi koridor. "Oi...Natsu, kau terlambat. Cepat ganti bajumu! Gildarts-Sensei sudah di bawah." Ucap Gray lalu pergi dengan Lucy. 'Oh, benar juga hari ini olah raga. Tunggu kenapa Lucy jalan dengan Gray?' Aku bertanya dalam hati seketika dadaku terasa panas. Sebenarnya apa ini?
.
.
.
"Dengarkan! Hari ini kita akan bermain voli! Perempuan dan laki-laki bermain sendiri!" Ucap Gildarts-Sensei. Seketika siswa laki-laki bersorak kecewa. "Sudah dengarkan dulu. Natsu! Karena kau terlambat kau harus push-up 20 kali! Paham?" Lanjutnya. Aku hanya mengangguk, dari barisan perempuan aku mendengar suara tawa. 'Dasar!' pikir ku dalam hati. Aku menatap Lucy, dia tertawa. Benar-benar menjengkelkan, tapi tiba-tiba dia berhenti tertawa dan menyemangati ku. Apa ini? Aku merasa senang! Wajah ku panas!

Aku melakukan push-up 20 kali hanya dalam lima belas detik, aku menatap lagi Lucy yang masih duduk di pinggir lapangan. Dia bertepuk tangan ke arah ku dan mengacungkan jempol. Aku tersenyum, tapi tiba-tiba ada seseorang memanggil ku, "Awas ada bola Natsu!" Tepat saat orang itu berkata demikian yang melesat semakin dekat. Aku menunduk karena reflek. Saat bola itu sudah lewat aku bangkit dan mengejar orang tadi yang tak lain dan tak bukan adalah Gray. "Sini kau Ice breath!" Ucap ku sambil menghampiri Gray. "Kan aku nggak sengaja woy! Flame head!" Balasnya sambil berlari.
.
.
.
Jam istirahat tiba, aku pergi menuju ruang guru sesuai permintaan Mira-Sensei. Aku mengetuk pintu dan masuk. "Mira-Sensei?" Ucap ku pelan. "Ah....Natsu, kemari! Aku punya sesuatu untukmu." Mira-Sensei melambaikan tangannya padaku. Aku mendekati mejanya dan duduk di hadapannya.

Sebuah kertas diletakan di depanku saat aku duduk. Kuambil kertas tersebut, ku baca perlahan-lahan. Surat itu memberitahukan bahwa akan ada murid pindahan. Tunggu dulu! Ada yang salah dengan surat ini. "Mira-Sensei?" Aku membuka suara. Mira-Sensei menatapku bingung. "Surat ini? Untuk apa?" Aku bertanya lagi.

"Oh, Erza tidak memberitahukanmu? Ini surat pemberitahuan. Harusnya Erza yang sebagai ketua kelas membacanya, tapi dia berhalangan hadir dan merekomendasikanmu." Mira-Sensei menjelaskan. Aku mengangguk-angguk. Tapi, tunggu dulu! Sepertinya bukan itu! "Em, Mira-Sensei. Anda salah memberikan surat ini." Aku berkata. Mira-Sensei bingung. "Aku dari kelas 2-4, murid pindahan ini akan ada di kelas 2-3." Aku menjelaskan.

Mira-Sensei meminta surat itu dan membaca sekali lagi. Dia tertawa pelan setelah memastikan lagi. Mira-Sensei minta maaf dan mengizinkanku kembali. Akhirnya, aku kembali ke kelas dengan melewatkan makan siang. Sebelum masuk kelas, Ice breath ada di depan pintu. Dia menyapaku dan bertanya apa yang kulakukan di ruang guru.

"Kupikir kau dihukum oleh Mira-Sensei. Hahahaha." Ice breath tertawa terbahak-bahak. Kupukul saja kepalanya dengan tinjuku. Dia marah dan membalasku. Kami begitu sampai beberapa detik ke depan. Akhirnya kami memilih untuk berhenti dan ke kantin. Setelah membeli beberapa makanan, kami menuju atap sekolah.
Bel masuk berbunyi. Kami mempercepat langkah, kejaran Gildarts-Sensei.

Saat sampai di atap, seorang gadis berambut biru berdiri di sana. Hei, seragamnya bukan dari sini. "Hei, sedang apa kau?" Ice breath bertanya sambil membuka bungkusan makanan. Gadis itu langsung menoleh saat mendengar Ice breath menyapanya. Mata biru tuanya menatap kami kemudian hanya kepada sahabatku. "Gray-Sama!" Tiba-tiba saja gadis itu berteriak dengan bahagia kemudian berlari ke arah, Gray?

"Gray-Sama! Aku rindu denganmu!" Gadis itu berteriak lagi. Aku menahan tawa, "Gray-Sama?" Saat aku masih tertawa mereka melihat ke arahku. Dengan wajah panik, Gray melepaskan gadis yang memeluknya. "Jangan tertawa kau! Dia ini temanku!" Gray berkata. Aku berhenti tertawa. Kasihan dia, wajahnya seperti kepiting rebus.

"Nah, coba kau perkenalkan dirimu." Gray berkata pada gadis itu. Gadis itu hanya mengangguk dan tersenyum. "Namaku, Juvia Lockser. Pindahan dari Phantom Lord Senior High School. Saya tunangan Gray-Sama." Gadis itu tersenyum. Seketika aku terlonjak kaget. "Ha? Ice breath! Kau punya tunangan? Sejak kapan?" Aku bertanya. Dia hanya menatapku kemudian menggaruk kepalanya. "Nanti kuceritakan, aku lapar tahu." Dia menjawab simpel kemudian duduk dan makan. "Em....nama anda?"

Aku terkejut, gadis itu bertanya padaku. Aku lupa berkenalan, "Natsu Dragneel, rival sekaligus sahabat Gray." Dia mengangguk dan tersenyum. Kemudian duduk di dekat Gray. Aku ikut duduk dan makan. Sejujurnya aku ingin bertanya kenapa tadi pagi dia berjalan dengan Lucy, tapi tidak jadi. Sepertinya Lucy akan dapat masalah dengan Juvia bila terlalu dekat dengan Gray. Baiklah akan kuanggap kejadian pagi ini sebagai angin lalu.

Bel pulang terdengar. Bagus sekali, aku akhirnya bisa membolos pelajaran. Tidak banyak yang bisa kulakukan di atap. Aku hanya tiduran, sedangkan Gray dan Juvia sedang asyik bercerita. Tiba-tiba, terdengar langkah kaki. Keras dan cepat. Gawat! Ini gawat! "Gray! Juvia! Sembunyi!" Aku berkata. Mereka hanya menoleh dan tidak bergerak.

Brak!

Pintu di dorong keras. "NATSU! GRAY! DISINI KALIAN RUPANYA!" Erza berteriak dan menyiapkan tinjunya. Aku dan Gray hanya bisa berteriak ketakutan kemudian Juvia berdiri. "Kenapa, kau membentak Gray-Sama ku!" Juvia marah. Erza menoleh, wajahnya lebih marah. Sedetik kemudian kami semua (kecuali Erza) duduk sambil mengaduh kesakitan. Erza memukul kami sangat keras.

"Siapa gadis itu?" Erza bertanya. Kami bertiga membisu. Namun, tatapan Erza yang tidak sabaran membuat kami takut. Akhirnya, Gray yang menceritakannya. Juvia masih menunduk karena ketakutan. Erza mengangguk-angguk mengerti kemudian menoleh ke arahku. "Natsu! Kau ini! Lucy mencarimu tahu! Dia bercerita kalau hari ini kau tidak mau bicara dengannya sama sekali. Apa yang lakukan padanya? Dia takut kau membencinya." Mendengar kalimat Erza, aku membatu. Itu benar, hari ini aku mendiamkan Lucy karena kejadian pagi ini. Gawat!
.
.
.
Bersambung...
.
.
.
.
.
Halo readers tercinta. Maaf karena udah hilang satu abad lamanya :v Seperti yang sudah aku jelaskan di pengumuman waktu itu. Aku sempat lupa kata sandi aku ini, jadi mohon maaf.

Untuk chapter ini, kalo jelek maaf ya. Chapter ini dibuat agak tergesa-gesa karena aku tahu kalian gak sabar nunggu kelanjutannya. Mungkin nanti akan di revisi atau mungkin enggak 😅. Harap-harap kalian menikmati chapter ini, sampai jumpa di next chapter.

Thank You My Lady [nalu fanfic]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang