Hari ini sinar matahari terasa sangat menyengat. Udara seolah menjadi sangat panas dan menusuk kulit. Ketika keluar ruangan dalam selang waktu beberapa menit saja, rasanya sudah seperti terbakar.
Qiran dan cowok berjaket hitam ini melaju di jalan kecil. Setelah dirasa sudah jauh dari kawasan sekolah Qiran, sepeda motor itu berhenti. Cowok itu melepas jaket hitamnya dari badannya dan memberikannya kepada Qiran agar dipakai oleh Qiran. Setelah itu, mereka menuju jalan besar
Sepeda motor ini melaju dengan kecepatan sedang. Seperti sedang berlomba dengan kendaraan lainnya.
Sepeda motor ini berhenti tepat di depan sebuah bangunan tinggi yang biasa di tempati oleh orang-orang berdompet tebal. Qiran turun dari sepeda motor tersebut tanpa melepas jaket hitam tadi.
Cowok itu menarik tangan Qiran untuk masuk ke dalam bangunan bertingkat yang biasa disebut apartemen. Setelah sampai di depan ruangan, cowok ini menggerakkan tangannya di atas kunci pembuka pintu ruangan itu.
Setelah pintu terbuka, Qiran masuk ke dalam ruangan yang seperti rumah kecil tersebut.
"Abang mandi dulu ya. Gerah banget" tiba-tiba cowok itu bersuara membuat Qiran melihatnya dan menganggukkan kepalanya.
Qiran melihat sekeliling ruangan ini. Tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Tidak ada yang berubah dari apartemen ini. Mungkin hari ini, Qiran akan tidur-tiduran di depan tv.
Tiba-tiba handphonenya berbunyi. Bersamaan saat ia ingin menekan tombol power untuk menghidupkan tv.
IBU. Begitu nama pemanggilnya
"Halo?" begitu panggil dari wanita paruh baya di sebrang sana.
"Ada apa Bu?" sahut Qiran seraya bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah jendela.
"Kamu dimana?" tanya Ibunya dengan nada cemas.
Qiran memutar bola matanya. Nada suara Ibunya cemas tapi sebentar lagi Ibunya akan mengucapkan 'Ibu mau temui karyawan Ibu dulu'.
"Aku di apartemen Abang Bu" sahutnya seraya menatap langit dengan tenang.
"Oh yaudah jangan malam-malam pulangnya. Ibu mau ketemu karyawan Ibu dulu. Dadah sayang" ucap Ibunya dan langsung di jawab malas oleh Qiran.
"hhh.... Iya Bu. Dadah" Qiran menghela napas kasar. Dadanya serasa terhimpit oleh benda keras nan besar. Ternyata benar dugaannya.
Saat ia berbalik badan, ia melihat cowok berkaos oblong dengan celana santai selutut. Cowok itu menggerakkan jari telunjuknya seperti isyarat mendekat kepadanya.
Qiran berjalan menuju cowok di ujung sana. Seketika itu, Qiran memeluk leher cowok di dalam dekapannya. Cowok ini tahu. Qiran tengah menangis saat ini. Makanya, pada saat Qiran ingin mendekapnya ia sudah pasang badan.
Cowok ini adalah abang Qiran. Namanya Reza Aditya. Pria yang tinggi 183 cm. Cowok ini paling menguasai ilmu sejarah. Dulu waktu kelas 10, 11 dan 12, cowok ini selalu mengikuti olimpiade di bidang IPS dan selalu menjuarainya. Tapi dia terlalu tertutup untuk dimintai tolong.
Reza menepuk punggung gadis kecil itu. Qiran sepertinya sudah tidak menangis lagi. Tapi, ia enggan untuk melepas pelukannya dari Reza.
"Udah kali yailah" sahut Reza dengan mencoba mendorong bahu adik satu-satunya itu.
Qiran menggeleng di bahu Reza. Dan Reza tau cara ampuhnya.
"Yuk ke gramedia, abang mau nyari bu-" ucapannya terpotong ketika Qiran langsung melepas pelukannya, mencium pipi kiri abangnya dan segera menuju ke arah kamar Reza. Kemudian dia berteriak.
KAMU SEDANG MEMBACA
QIRAN
Teen FictionSeputar hidup Qiran yang hanya sekolah dan rumah. Semakin lama, rumah tidak pernah dia rasakan lagi menjadi rumah yang sesungguhnya. Yang dia rasakan hanya bangunan yang sepi, dan dia harus bertahan di dalam. Qiran tidak merasakan pulang lagi. Sehin...