Part 10: Berkunjung

4 1 0
                                    

Cuaca yang tiba-tiba berubah membuat dirinya bingung setengah mati. Pagi-pagi tadi panas sudah sangat menyengat kulitnya, tetapi tiba-tiba mendung menyergap membuat Radit kalang kabut karena tidak membawa payung kecil andalannya.

Kini lobi sekolah dan koridor masih disesaki siswa karena tidak ada yang mau menerjang hujan. Walaupun dua tiga siswa mulai berlarian ke gerbang, parkir, dan ada juga yang ke halte. Adiib sudah pergi duluan karena ada keperluan mendesak dengan Qiran.

Tiba-tiba dirinya ditarik paksa dari belakang dan tak tau siapa yang menariknya.

"Woi! Siapa sih anjing" Radit memberontak kesal karena lehernya merasa tercekik.

Seketika dirinya terkejut ketika tubuhnya dipeluk kencang, kakinya termundur ke belakang agar dapat berdiri seimbang.

Akhal, lelaki itu yang memeluk Radit.

Radit melihat raut wajah cowok yang dikenalinya ini dengan raut dingin. Raut yang Akhal tau hanya diberikan padanya. Raut tak suka ketika perjanji hari pertama sekolah diluncurkan oleh Akhal. Raut kecewa yang Akhal tau hanya untuk dirinya yang tak menggubris segala apapun yang terjadi.

"Lepasin gue gak?" Radit dapat melihat memar-memar keungunan di tulang pipi Akhal.

"Risih bang. Awas lah," Radit mendorong Akhal jauh-jauh, kemudian melanjutkan ucapannya "inget perjanjian yang lo bikin sendiri ya bangsat"

Radit ditarik Akhal untuk duduk di bangku depan kelas. Akhal membuka tas ranselnya mengeluarkan kotak yang selalu ia bawa kemana-mana.

Kotak P3K.

"Bisa gak sih pas lagi gini, otak lo gak berfungsi aja bang? Tau banget kelemahan gue"

Tanpa perlu diminta Akhal lagi, Radit membuka kotak itu dan membersihkan luka atau lebam yang ada di wajah Akhal.

Akhal memperhatikan wajah sendu adik sepupunya ini. Terkait perjanjian itu hanya perjanjian agar Radit pura-pura tidak mengenal Akhal di sekolah.

"Gak usah liatin gue begitu,"

Akhal mendengus keras-keras.

"Padahal nanti di rumah lo bisa minta obatin sama gue, kenapa di sekolah sih?"

"Sejak kapan lo mau nerima gue lagi? Terakhir kali gue masuk ke kamar lo aja pas gue ngucapin perjanjian itu, lo langsung usir gue anjing, sok-sok-an banget mau nerima gue yang ada gue lo semprot anti serangga, sialan"

Kali ini Radit yang melengos, malas menyahuti Akhal, ia memilih diam dan terus membersihkan luka Akhal.

Ayah Akhal adalah adalah abang dari Ibu Radit. Jadi, Radit dan Akhal ini adalah sepupu dekat.

Sesudah Ayah Radit meninggal, Akhal adalah sokongannya yang paling bisa ia terima. Hidup Radit bergantung pada keluarga Akhal. Uang sekolah, makan, rumah, listrik, sampai hal terkecil untuk dirinya ia masih tidak bisa sendiri.

Akhal adalah manusia paling bisa dihandalkan menurut Radit. Tapi, setelah perjanjian yang dibuat oleh  Akhal tepat tengah malam sebelum hari pertama masuk sekolah, Radit tidak peduli lagi tentang apa-apa.

Hidupnya berjalan monoton. Mengandalkan otaknya yang ia yakini bisa membuatnya menjadi lebih baik, ternyata malah membuatnya meraung-raung kesetanan setiap malam.

Sebenarnya Akhal tidak mau membuat perjanjian seperti itu, tapi setelah diyakini kalau mungkin dampak Akhal terhadap Radit bisa membuat anak itu mungkin diasingkan, ia memilih mengalah.

"Sama anak seratus dua lagi?" tepat diakhir ucapannya, tangannya Radit yang memegang kapas menekan luka Akhal.

Akhal meringis, menatap sinis laki-laki yang lebih muda darinya satu tahun itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 02, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

QIRANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang