Pagi ini Qiran tengah menunggu Radit di depan gerbang rumahnya. Ini pukul 05:47. Lebih kepagian karena gak enak kalau ditunggu Radit.
Masa iya yang numpang malah lambat.
Kan gak banget.
Tepat saat pukul 05:55, Radit datang dan memutar sepeda motornya untuk keluar dari komplek perumahan Qiran.
Radit menyodorkan helm 3/4 modular helmet kepada Qiran.
"Bawa laptop kan Ran?" tanya Radit seraya menghidupkan sepeda motornya.
"Bawa kok. Buat soalnya kan?" tanya Qiran. Dan Radit hanya mengangguk.
Sepeda motor Radit melaju sedang di jalan raya. Mereka berdua sama-sama diam. Tak ada yang ingin memulai pembicaraan.
Tepat pukul 06:27, mereka sampai di sekolah. Radit mengarahkan sepeda motornya ke arah parkiran sekolah. Qiran turun dari sepeda motor Radit. Qiran menyerahkan helm itu kepada Radit dengan wajah yang sedikit tersenyum.
"Makasih Dit" ucap Qiran. Radit hanya menganggukkan kepalanya.
Qiran berjalan ke arah kantor guru untuk bertemu dengan Ibu Lestari. Qiran mengetuk pintu kantor guru dan berjalan ke arah meja Bu Lestari.
"Bu ini soal matematika yang untuk kelas 10 yang baru bu" ucap Qiran seraya meletakkan laptopnya di hadapan Bu Lestari.
Qiran membuka data yang ada di Microsoft words. Setelah itu tampaklah soal-soal matematika.
"Kamu sudah dapat jawabannya Ran?" tanya Bu Lestari
Qiran menganggukkan kepalanya. Di bukanya tasnya dan di carinya kertas jawaban yang semalam ia tulis di kertas double folio.
Ia menyerahkan kertas itu kepada Bu Lestari. 20 soal matematika dengan rumus dan jalan yang singkat.
Selagi Bu Lestari melihat soal yang ia buat, Qiran melihat seisi kantor. Pandangannya terhenti ketika melihat Radit tengah menjelaskan tentang soal yang ia buat.
Guru yang menyuruh Radit lebih susah di ajak kompensasi. Harus di jelaskan secara merinci kenapa begini kenapa begitu.
Adiib sedang berhadapan dengan Bu Tuti. Guru paling lembut yang pernah ada. Guru setengah baya itu memiliki sifat ke-ibuan.
"Tapi soal ini apakah tidak terlalu mudah untuk yang masuk kesini?" suara itu memecahkan lamunan Qiran. Itu Bu Lestari.
"Yaudah Bu kalau itu terlalu mudah. Gak usah di pakai. Saya tidak mau mereka terlalu terbebani oleh soal-soal yang baru mereka terima. Itu baru soal untuk lulus dari sini. Itu pun belum tau lulus atau enggak"
Seluruh yang ada di dalam kantor melihat ke arahnya. Tetapi sebelum keluar dari kantor, Qiran berbicara pada Bu Lestari.
"Nanti saya ambil laptop saya Bu" ucapnya sambil sedikit membungkukkan badannya untuk mengangkat tasnya dan keluar dari kantor.
Sekarang masih jam 06:49 WIB. Tetapi mood-nya sudah hancur. Hanya karena soal yang ia buat.
Tiba-tiba tangan cowok sudah nangkring di tangan kanannya. Qiran kenal itu tangan siapa. Adiib. Cowok yang nyasar masuk di jurusan IPA yang ternyata pintar di jurusan Bahasa.
Qiran ingin melepaskan tangan Adiib dari tangannya dengan cara di hentakkan. Adiib memegangnya kuat.
"Gue tau gimana rasanya, Ran" ucap Adiib dengan menatap Qiran.
"Gak usah sok tau raja bahasa. Gue gak kenapa yailah" ucap Qiran seraya meletakkan kedua jari telunjuknya di kedua pipinya.
Setelahnya Adiib merangkul Qiran dan berjalan ke arah kelas mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
QIRAN
Genç KurguSeputar hidup Qiran yang hanya sekolah dan rumah. Semakin lama, rumah tidak pernah dia rasakan lagi menjadi rumah yang sesungguhnya. Yang dia rasakan hanya bangunan yang sepi, dan dia harus bertahan di dalam. Qiran tidak merasakan pulang lagi. Sehin...