Part 5: Flashback

24 6 2
                                    

4 Tahun lalu.

Hari itu pagi-pagi buta Ayah Qiran pergi. Jam 3 pagi tadi, Ayah dan Ibu bertengkar hebat. Sebelum pergi, Ayah memasuki kamar Qiran. Qiran pura-pura tidur di balik selimut doraemonnya. 

Pada saat itu ia masih kelas enam sekolah dasar, masih sangat kecil untuk mengerti tentang topik yang berat ini. Ia hanya tau kalau keributan itu akan memerlukan waktu lama untuk terselesaikan. 

Qiran merasakan ketika Ayahnya membelai rambutnya dengan lembut. Qiran ingin memeluknya sekarang. Tak tega merasakan Ayahnya begitu rapuh. Ayahnya mematikan ac yang bersuhu 20 derajat itu.

Ayahnya terisak ketika mencium pipi Qiran. Qiran sedikit menggeliat dan mengerjapkan matanya dan melihat Ayahnya tersenyum di hadapannya.

"Ayah kenapa?" tanya Qiran dengan suara yang ia buat-buat baru terbangun.

"Kok bangun?" bukannya menjawab, Ayahnya malah mengalihkan pembicaraan "masih jam 3 pagi tau. Tidur lagi ayo"

Ayahnya mengusap pipi Qiran agar membuat anaknya ini tertidur lagi.

"Ayah juga kenapa bangun jam 3 pagi?" tanya Qiran.

"Ayah kebangun. Ayah tadi mau bikin kopi tapi liat kamar kamu sedikit kebuka jadi Ayah masuk"

"Tapi kok pipi Ayah basah, terus mata Ayah berair? Ayah berantem ya sama Ibu?" Qiran berkata demikian seraya tangannya masih setia di pipi Ayahnya.

"Enggak. Kamu sok tau nih" tukas Ayahnya dan langsung menyuruhnya untuk tidur.

Qiran tertidur dengan lelap dengan tangannya menggenggam tangan Ayahnya. 

Qiran tidak tau setelah dirinya terlelap, Ayahnya menangis dalam diam.

***

Ini masih jam 5 pagi, dan Qiran saat itu sudah bangun. Berdiri dari tempat tidur dan berjalan ke arah dapur.

Ketika langkahnya sudah sampai di dapur, kakinya terhenti. Sepertinya ada benda yang menancap di kaki Qiran. Ketika ia berjalan lagi untuk sampai ke kursi plastik yang ada di depan kamar mandi, cairan kental berwarna merahpun sudah menjadi jejak langkah kakinya.

Bibi yang melihat itupun langsung berteriak kaget.

"Aduh non kenapa jadi kayak gini?" ucap bibi dengan langsung membersihkan kaki kanan Qiran yang berdarah.

"Gak apa-apa bi" jawab Qiran sambil tersenyum.

"Pasti kena kaca nih, non" sahut bibi "tadi gak tau kenapa, tapi ada piring yang pecah" lanjut bibi menjelaskan.

Qiran tau itu kenapa. Itu karena Ibunya melempar piring ke lantai untuk menjadi pelampiasan kemarahannya. Si bibi masih membersihkan lukanya dengan kain basah.

"Jangan bilang siapa-siapa ya bi--"

Belum siap Qiran ngomong, omongannya langsung disela sama Reza, yang saat itu kelas 10 SMA.

"TUH KAKI KENAPA?!" jerit Reza tak bisa di tahan.

Pada saat itu, Reza sudah mandi. Reza memang begitu dari SMP. Dia memang sengaja pergi cepat agar tidak terkena macet.

"Syuuuuuut" jari telunjuk Qiran berada tepat di depan mulutnya pertanda untuk diam.

"Kaki kamu kenapa nih?" tanya Reza dengan suara yang sudah bersahabat.

QIRANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang