Part 7: Semangat

23 5 1
                                    

"Cepat baris!" anggota OSIS yang bertugas untuk membariskan hari ini sudah berteriak di lapangan.

Seluruh siswa-siswi langsung berlari ke arah lapangan untuk berbaris sesuai kelasnya masing-masing.

Setelah dirasa cukup rapi, barulah ketua OSIS mengambil alih mikrofon untuk ia menyampaikan sesuatu.

"Pagi adik-adik, dan teman-teman sekalian. Um...... saya mau bilang khusus kelas 10 yang kemarin daftar ekstrakurikuler kayaknya ada yang gak daftar ya?" Ucap Irwan selaku ketua OSIS.

Semua bibir yang tadinya bergerak seketika berhenti. Semua mata tertuju pada ketua OSIS itu. Tak menyangka bahwa Irwan sebegitu detailnya.

"Kalau saya tidak salah, ada 5 orang lagi yang belum mendaftar. Bisa tolong maju ke depan?" Tandasnya membuat seluruh siswa-siswi saling melirik satu sama lain.

Saat detik ke sepuluh, 5 orang itu maju ke depan. Qiran, Adiib, Radit, Bagus dan Adit. Pada saat Qiran ke depan banyak yang menggelengkan kepala.

'Apaan nih murid kesayangan guru matematika bisa masuk'

'Ganjen banget jadi cewek'

'Adiib kok bisa di depan sih kan panas'

'Itu bukannya Qiran si murid teladan matematika, Adiib si pujangga sastra yang tersesat di IPA dan Radit si ahli biologi?'

'Gila sih anak kayak mereka bisa gitu'

Banyak yang berbisik-bisik. Membuat yang di depan semakin menundukkan kepala mereka.

"Silahkan yang berada di barisan diharapkan bubar dan masuk ke kelas masing-masing" ucap Irwan seraya mematikan mikrofon.

Setelah seluruh siswa-siswi masuk ke dalam kelas, Irwan turun dari podium. dia melihat satu persatu adik kelasnya. Lalu matanya berhenti di figur cewek kira-kira sebahu dia. Gadis itu sudah bermandikan keringat. Gadis itu terlihat menggemaskan dengan dua ikatan rambut yang jatuh.

"Kamu perempuan nakal juga ya." sarkas Irwan dengan jarinya yang mulai menunjuk Qiran.

Qiran menunduk melihat ujung dasi abu-abunya. Tak ayal, Irwan gemas melihat tingkah Qiran. Tangan kanan Irwan mengangkat wajah Qiran agar tak terus menunduk.

"Penakut kok berani melanggar aturan." tandas Irwan menurunkan tangannya kasar.

"Kalian semua berdiri di sini sampai istirahat kedua atau figur cewek di depan saya ini ngomong?"

Mereka yang di situ hanya diam tak mau menyuruh Qiran berbicara, karena menurut mereka sama saja. Sia-sia.

Tiba-tiba datang cowok bak pahlawan tapi kesiangan. Berdiri tepat di depan Qiran mengatur mundur langkah Ridwan.

"Ngasih hukuman mulu. Generasi penerus banget ya lo nya!" Dimasukkannya tangannya ke saku dengan berdiri malas-malasan.

"Kalo lo gak mau liat hukum-hukuman di sekolah ini, lo bisa angkat kaki kok. Gak perlu repot."

Dengan alis sebelah yang terangkat, Akhal mengangkat kaki kanannya.

Ridwan menegaskan rahangnya dengan menarik tubuhnya dari area Akhal berdiri dan sebelum itu, ia berkata dengan pelan,

"Hukuman tak akan ada untuk kalian. Balik ke kelas sekarang juga!"

***

Cuaca terik ternyata tidak menyurutkan semangat orang lima ini untuk berlari lari di lapangan basket.

Tadi, ketika sekitar jam 1 mereka dipanggil oleh ketua OSIS untuk menghadap ke pembina ekstrakurikuler sekolah. Sampai akhirnya, mereka harus menjalani hukuman ini dengan berlari mengitari lapangan sebanyak 30 kali putaran. Dengan sebuah kalimat yang terus diteriakkan bersahut sahutan memenuhi lingkungan sekolah.

Awalnya kalimat itu berbunyi: KAMI ANAK CERDAS DARI SEKOLAH YANG CERDAS DAN UNGGUL.

Tapi Adiib malah mendengar: SMA-NYA CERDAS TAPI ANAKNYA CERDAS DAN UNGGUL.

"KAMI ANAK CERDAS DARI SEKOLAH YANG CERDAS DAN UNGGUL"

Di pinggir lapangan basket, terdapat kelas Akhal yang tengah ulangan praktek olahraga.

"Masih juga kelas satu udah bertingkah banget. Ada yang cewek lagi. Ganjen tuh. Yakin gue mah" ucap gadis yang duduk di sebelah Akhal.

"Mulut lo kalau gue masukkin barang aneh masih ngomong gitu gak sih?" sarkas Akhal yang masih memperhatikan adik kelasnya dihukum.

"Ngebelain mulu sih Khal. Emang urusan lo sama Ketos udah selesai? Gegara ada tuh cewek, lo mulai ngomong lagi nih sama Ketos. Biasanya gak mau. Basi lo mah. Bilangnya aja perang dingin sama Ketos. Tapi, nyatanya malah perang panas," jawab gadis yang di sebelah Akhal tadi.

Akhal memilih gak menjawab dari pada makin ke alur yang gak jelas.

Perlahan, Akhal melihat adik kelasnya yang tadi berlari memutari lapangan mulai terduduk di lantai lapangan basket. Sepertinya mereka enggan masuk ke kelas dengan tubuh yang sudah penuh keringat.

Tiba-tiba suara Akhal disambut oleh dan langsung membuat para adik kelasnya itu berhamburan ke kelas masing-masing,

"Masuk dek, ntar dihukum lagi gegara gak mau masuk kelas sama manusia penerus itu dek. Tiati aja gue cuma bilangin"

***

Qiran membuka tas ransel besarnya yang berisi penuh dengan buku tebal. Wajahnya tegang seperti orang kehilangan raga. Enggak se-menyedihkan itu sebenarnya.

Tapi, tadi sebelum pulang sekolah hingga kini sudah lewat 10 menit dari jadwal pulang sekolah, ia masih mencari handphone-nya yang tidak tau terselip dimana. Ia ingin menyerah dan menangis saja sepertinya lebih baik.

Badannya seketika ringan dan enteng ketika dia menyenggol kanyong rok abu-abunya dan merasakan adanya benda persegi panjang itu di dalam kantongnya.

Dirinya menarik napas panjang dan membuangnya. Perlahan namun pasti, dia berupaya menahan keinginannya untuk memberikan umpatan kepada dirinya sendiri.

Akhir akhir ini dia sering kali seperti orang linglung dan lupa dengan sesuatu. Sesuatu yang lumrah mungkin untuk remaja seperti dia yang terlalu banyak pikiran.

Kini tinggal dia sendiri di kelas ini. Adiib dan Radit ada kerja kelompok yang membuat mereka pergi terlebih dahulu. Awalnya Adiib tidak ingin meninggalkan Qiran. Tapi teman sekelompok Adiib menyeret Adiib dengan paksan secara tidak wajar.

"Kehidupan harus dimulai dari sekarang Qiran!"

***

Bersambung

Maafin baru ngelanjut teman-teman.

Don't forget for vote, comment and share on your social media.

Sekolah, 14 Agustus 2019, Des, Si Author Jarang Senyum.

QIRANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang