K38

1K 50 0
                                    

Shani bangun, efek bius sudah berakhir, betapa terkejutnya saat ia membuka mata, Sakti tengah berbaring disebelahnya dan tertidur dengan pulas. Tangan Sakti memeluk perut Shani, wajahnya menghadap pada Shani. Airmata Shani kembali tumpah, jarinya lemas, ia mengusap wajah tenang Sakti, lelaki yang benar-benar ia cintai lebih dari segalanya.

"Aku merindukan kamu, sayang" ucap Shani tanpa suara, ia memejamkan matanya menahan sesak

Ia mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir Sakti lama. Meski ia berteriak membenci Sakti, hati mana yang tak lemah jika sosok yang dicintai tidur dengan tenang seperti ini. Wajah Sakti menegaskan bahwa ia sedang banyak fikiran, Shani memeluk tubuh Sakti dari samping, wajahnya ia simpan dengan nyaman di ceruk leher Sakti. Airmata seolah tak mau berhenti keluar dari matanya, Shani sesak karena kenyataan saat ini.

Sakti bangun, ia mengumpulkan segenap kesadarannya kemudian membuka matanya perlahan. Ia tersenyum melihat Shani, ia mengusap pipi Shani yang basah, gadis ini mengapa selalu menangis.

"Jam berapa?" Tanya Sakti

"Subuh, gatau jam berapa" jawab Shani menatap kakaknya

"Nangisin apa jam segini?" Tanya Sakti

"Kamu lah"

"Sini peluk"

Sakti membawa Shani kedalam pelukannya, gadis itu menghentikan tangisnya. Sakti mendekapnya dengan erat, ia kecup puncak kepala adiknya.

"Udah tau kakak gasuka liat kamu nangis, kenapa nangis terus? Kamu mau kakak gasuka kamu lagi?" Tanya Sakti

"Ya kakak ngeselin, bikin nangis terus"

"Maaf"

"Gak mau"

"Tuhan aja maha pengampun, masa kamu ngga"

"Aku kan bukan Tuhan"

"Tapi kan kamu ciptaan Tuhan"

"Ya tetep aja, ga ada manusia yang sempurna"

"Sa karep mu dewe lah"

"Ish"

Shani memukul pelan punggung kakaknya, Sakti terkekeh, ia menjambak pelan rambut panjang Shani.

"Jangan dijambak! Ihhhhh" Shani memukul tangan Sakti

"Gemesh aku" Sakti mencubit pipi Shani

"Udah ah, sakit kak"

"Nih di obatin"

Sakti mengecup kedua pipi Shani. Ia menempelkan dahi keduanya, matanya menatap Shani lembut. Shani terbawa suasana, ia mendekat hendak mengecup bibir Sakti, namun Sakti menghindar Sampai beberapa kali.

"Kenapa?" Tanya Shani, ia menangkup sebelah tangannya diwajah Sakti

"Bibir kamu ada jejak Mario, secara ga langsung nanti bibir Mario ketemu bibir aku. Kan geli Shan"

"Ck.... kakak tuh ya!"

"Ganteng? Iya kakak tau kok, thanks"

"Narsis banget sih jadi cowo"

Sakti tak menjawab, ia duduk kemudian meminum segelas air putih. Kemudian ia memainkan hp nya, matanya sudah tidak mengantuk lagi. Shani duduk langsung melingkarkan tangannya diperut sang kakak, kepalanya bersandar dengan nyaman didada kakaknya, ia merasakan denyut jantung Sakti yang berdebar kencang, sama seperti dirinya.

"Kenapa ga ngomong dari dulu kalo kakak bukan kakak kandung aku?" Tanya Shani

"Emang gamau, soalnya udah tau kamu itu cinta sama kakak. Kalo kamu ga punya perasaan itu, sampai kamu mati juga ga ada yang bakal kasih tau"

"Hebat ya kalian semua, nutupin ini belasan tahun dan rapi banget. Bahkan sebenarnya Okta juga tau kan tentang hal ini?"

"Hmmmm, semuanya kecuali kamu"

"Kalian semua memang jahat, ngasih taunya pas aku lagi cinta-cintanya. Padahal ini harapan besar aku, kesempatan kita untuk bersama udah terbuka lebar"

Sakti menyimpan hp nya diatas meja lagi, ia mengusap kepala dan pipi Shani, mengecup kening gadis itu kemudian tersenyum.

"Dari awal kakak udah bilang kan? Kakak lebih menghormati orangtua kita dibanding perasaan bodoh kamu"

"Tapi kita udah berhubungan badan kak! Kakak gila ya? Kalo aku hamil gimana?"

"Ga mungkin hamil, Shani. Ya kecuali kalo kamu gituan sama Mario juga, bisa jadi"

"Aku ga segampang itu kali ke Mario"

"Cium Mario depan aku aja kamu berani"

"Ya kan emosi"

"Halah denial, emang demen kan sama Mario"

"Hmmmm kok tiba-tiba tercium aroma kecemburuan yaaa"

"Enak aja"

"Cemburu lagi dong"

"Cemburu itu untuk orang yang tidak percaya diri"

"Ah males ah apaan coba novel banget idupnya"

"Maaf ya, Dek. Kakak udah jadi mahluk terkejam buat kamu, bikin kamu nangis terus, bikin kamu terluka, ambil harta berharga kamu. Kakak akan tebus semuanya"

"Caranya?"

"Nanti juga kamu bakal tau, tunggu keluarga kita kumpul semua besok"

"Kak, jangan aneh-aneh. Kamu mau nambah penderitaan aku?"

"Ngga. Justru menghilangkan segala penderitaan kamu."

"Aku gasuka kakak kaya gini"

"Udah ah, nikmati waktu kita berduaan, selagi masih bisa"

"Tuh kan, maksudnya apa coba"

"Kan kalo ada yg lain, kita gabisa berduaan gini, pasti di marahin"

"Tau ah, nyebelin mulu emang jadi cowo"

Shani membalik tubuhnya, Sakti memeluknya dari belakang. Shani menepis tangan Sakti diperutnya, Sakti semakin mengeratkan pelukannya.

"Langgeng sama Mario, untuk saat ini, dia adalah manusia paling tepat untuk gantiin kakak" ucap Sakti mengecup bahu Shani

"Aku akan cinta sama Mario lebih besar lagi dari cinta aku buat kakak"

"Jangan mau di begoin dia"

"Tergantung"

"Ck"

Sakti berdecak, ia melepaskan pelukannya. Ia kembali memainkan hpnya sampai akhirnya kantuk menyerang dirinya lagi, Sakti pun tertidur dengan handphone berada di dadanya. Shani juga sudah tertidur nyenyak disamping Sakti.

Kakak ku, Kekasih kuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang