|| Tiga ||

888 98 1
                                    


(Namakamu) menatap soal di hadapannya dengan tatapan meremehkan, soal yang diberikan padanya benar-benar terasa mudah dikerjakan. Apa lagi, Iqbaal siang tadi sudah menjelaskan penggunaan rumus dalam soal.

"Selesai juga, huaaaa Iqbaal aku padamulah." Setelah mengucapkan itu, (Namakamu) tiba-tiba terdiam.

Pandangannya menatap ke arah nakas di samping tempat tidurnya, lebih tepatnya ke arah bingkai foto yang terletak rapi di samping lampu tidur.

Terdapat sebuah foto dengan bingkai mungil yang di dalamnya ada tiga anak dengan seragam putih-biru, satu cowok dan dua cewek. Mereka tampak bahagia dengan bermacam-macam warna piloks di seragam mereka, sangat jelas jika foto ini diabadikan saat moment kelulusan.

"Baal, Steff. Gue kangen masa SMP kita bertiga," ucap (Namakamu) lirih, andai saja waktu bisa kembali ke masa SMP. (Namakamu) pasti lebih memilih masa itu dari pada yang sekarang. Jauh dari sahabat-sahabatnya.

'Prak' 'Prak'

(Namakamu) mengarahkan pandangannya ke arah jendela kamarnya.

Siapa sih yang iseng malam-malam seperti ini?

"Eh, cowok kampret ngapain lagi sih malam-malam ngelemparin kaca jendela kamar orang?" (Namakamu) yang tadinya sedang mellow drama di kamar terpaksa harus membuka kaca jendela kamar, merasa terganggu dengan bunyi kaca yang dilempari kerikil kecil tersebut.

"Oh, emang situ orang ya?" (Namakamu) memasang wajah cengonya, ada yah cowok senyebelin kayak gitu?

"Anjir kuadrat lo Mike, pulang sana ke alam lo! Hobi banget deh ganggu ketenangan hidup manusia," ucap (Namakamu).

"Ga mau, ah."

"Gue panggilin bokap gue, baru tau rasa lo!"

"Bokap lo kan lagi gak ada dirumah, weeekkk panggil aja!"

Yah, Papa (Namakamu) memang tidak ada di rumah, beliau mempunyai urusan bisnis di luar negeri selama setahun. Papa (Namakamu) memang jarang ada untuk anak-anaknya.

"Eh, gue salah ngomong ya? Maaf deh ya." Mike kini memasang tampang menyesalnya, tadinya mau ngisengin (Namakamu), malah keterusan dan akhirnya nyinggung perasaannya.

"Maaf yah, gue nyanyiin deh. Yang penting lo maafin gue."

(Namakamu) menatap ke arah Mike. "Ya udah nyanyi buruan!" Suara Mike gak buruk. Jadi (Namakamu) mau-mau aja dinyanyiin.

***

Iqbaal's [Point Of View]

Gue menatap serius ke arah Bunda, katanya mau ngomong sesuatu gitu.

"Bunda mau ngomong apa?" tanya gue.

"Gini lho Baal, kamu taukan sekarang nenek kamu di Bandung lagi sakit dan itu harus di bawa ke Singapore buat berobat."

Bunda menghelas napas panjang sebentar.  "Dan bunda sebagai anak pertama yang harus ngurusin nenek kamu. Kamu untuk sementara waktu tinggal sama tante Vio ya?"

"Harus gitu ya Bun? Terus perusahaan siapa yang ngurus? Ka Chicco?"

Bunda mengangguk, "Iya, perusahaan abang kamu yang urusin. Dia tinggal di apartementnya sendiri." Gila gak adil banget, masa iya gue harus nebeng di rumah orang, ya meskipun tante Vio itu saudarannya papa sih, tapi tetap enakkan bang Chicco dong.

"Yaudah terserah bunda aja, emang bunda kapan ke Bandungnya?"

"Insya Allah besok subuh. Kamu juga besok setelah pulang sekolah harus segera ke rumah tante kamu ya, bunda gak nerima alasan. Biar bagaimana pun kamu harus ada yang awasin."

Lemon Tea - IDR [Completed]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang