Bab 5

18 1 0
                                    

Kaifan memakai jaket kulitnya, tak lupa juga mengambil kunci motornya di atas nakas, kemudian berjalan keluar kamar dengan penampilan yang sudah rapih. Hari ini dia ada janji dengan jessy dan akan menemani gadis itu jalan-jalan. Sambil bersiul riang kaifan menuruni anak tangga. Karina yang baru dari dapur menatap kai heran, passalnya putranya itu tumben jam segini udah rapih.

"Mau kemana? Tumben ganteng." Tanya karina saat kai sudah sampai di lantai satu. Cowok itu menarik tangan karina dan mencium punggung tangannya.

"Mau keluar ma, aduh...mama ini gimana? Anak mama ini udah ganteng dari lahir." Katanya pede. Mengusap jambulnya yang mirip jambul onta. Karina terkekeh melihat kenarsisan kaifan. "Kalau gitu...kai pergi yah mah, Assalamualaikum.." katanya, berjalan keluar rumah sambil bersiul riang.

Karina memandang pinggung kaifan hingga tidak terlihat lagi, dia merogoh saku roknya, mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi seseorang. Tidak lama menunggu orang yang dia telfon langsung mengangkat sambungan telfonnya.

"Hallo.. gimana?"

"Jessy bener mau jalan sama kai, dia udah bilang tapi nga bilang kalau mau jalan sama kai, aku juga nga nanya karna udah tau dari mbok.."

"Mereka benar-benar berjodoh, bahkan di saat tidak saling meningat pun, mereka begitu mudah untuk kembali bersama." Ujar karina lirih.

"Benar...tapi aku masih khawatir sama mereka loh...sudah satu tahun ini kita merahasiakan hubungan mereka. Walau mereka hilang ingatan tapi kan mereka tetap aja suami istri. Aku merasa sedih setiap kali melihat jessy bengong menatap cincin punya kai. Mereka itu harusnya sekarang udah bahagia tapi insiden itu malah membuat mereka terpisah.." kata retno mengatakan isi hatinya. Sebenarnya bukan hanya retno yang merasakannya karna karina juga merasakan hal yang sama.

"Mau bagaimana lagi, ini udah jalannya, lagian aku percaya kok kalau suatu saat nanti ingatan mereka akan kembali dan kalau memang seandainya tidak pun. Kenyataannya adalah, mereka kembali bersama walau tidak saling kenal." Timpal karina, memandang kaifan dari jendela.

Retno menghela nafas lega di sebrang sana, sementara karina juga melakukan hal yang sama. Kedua besan itu sangat berharap kalau putra putri mereka akan kembali bersatu dan membangun kebahagiaan yang sudah seharusnya milik kaifan dan jessy. Entah kapan itu akan terjadi, tetapi mereka selalu mendoakan hal itu agar secepatnya terwujud. Karna biar bagaimana pun, sebagaimana orang tua pada umumnya. Mereka juga ingin menimang cucu.

****

Motor yang di kendarai kaifan melaju di jalanan yang cukup ramai, jaket yang dia gunakan berkibar karna terpaan angin. Beberapa wanita yang melihatnya melintas tak bisa menyembunyikan rasa kagum pada dirinya yang terlihat maco dan gagah di atas motornya. Di tambah lagi helm full face hitam, menambah kesan maskulin di dirinya.

Tidak butuh waktu lama untuk kaifan sampai di depan rumah jessy, dia menstandar motornya tak lupa juga mematikan mesin motornya. Kai melepas helmnya kemudian menarunya di atas motor. Senyumnya mereka melihat jessy sudah berada di depan gerbang dengan penamilan yang sudah rapih dan cantik tentu saja.

"Sudah siap jalan-jalannya?"

"Tentu, tapi kita akan kemana?"

"Suatu tempat yang pastinya akan kamu sukai, ayo naik." Kai mengulurkan tangan membantu jessy naik keatas motor. Setelah jessy duduk di belakangnya, dia memakai helm full facenya tapi tidak menyalakan mesin motornya. Kening jessy mengerut karna kai diam saja.

Memajukan tubuhnya sedikit, dia bertanya di dekat telinga kai "kok diam? Ada apa?" Kai menoleh sambil membuka kaca helmnya "aku ini bukan tukang ojek jadi jangan berpengan di pundak" kai menarik tangan jessy membawanya melingkar di pinggangnya. Jessy yang di perlakukan begitu hanya bisa menahan semburat merah di wajahnya. Ihhh....kai mah gitu, nga tau apa kalo sekarang jantungnya kaya abis di pake lari ribuan mil saking kencangnya berdetak.

Sementara itu di balik helmnya diam- diam kai mengukir senyum saat merasakan detakan jantung jessy di balik punggungnya seirama dengan detak jantungnya yang juga berpacu begitu cepat. Setelah menstater motornya, kaifan menancap gas meninggalkan halaman rumah jessy.

Dan tanpa mereka tau diam-diam retno menangis melihat keduanya dari cela pintu yang sengaja ia buka.

Jessy tidak tau bagaimana mendeskripsikan perasaannya saat ini, tapi yang jelas di dalam hatinya seperti di penuhi ribuan kupu-kupu, serta perasaan memuncah yang tidak bisa jessy jelaskan. Perasaan itu terasa nyata dan anehnya adalah dia malah merasa nyaman dan seolah sudah mengenalnya lama. Seperti Deja vu, ia merasa seolah pernah melakukan hal ini dengan kaifan. Dulu...tapi dia tidak tau...kapan jelasnya.

Dua puluh menit berselang akhirnya mereka sampai juga di tempat tujuan, jessy turun dari atas motor kaifan dan decak kagum tak bisa ia sembunyikan begitu saja saat melihat pemandangan terpampang nyata di hadapannya. Rumput ilalang berwarna cokta membentang luar seperti lapangan. Dan yang membuatnya tidak bisa mengalihakan pandangannya adalah. Di tengah-tengah hamparan ilalang ada sebuah rumah pohon.

"Indah sekali..." gumamnya tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Kai turun dari motor setelah melepas helmnya, kakinya melangkah menedekat dan berdiri di samping jessy, kedua tangannya ia masukan kedalam saku jaket.

"Kamu suka?"

"Tentu saja, bagaimana kamu tau aku suka rumah pohon?"

"Sebenarnya aku tidak tau, tapi di sini adalah tempat favoritku jika sedang ingin sendiri."

"Benarkah?"

Kai manggut-manggut sembari tersenyum tipis.

"Mau kesana?" Dia menunjuk rumah pohon yang tidak jauh dari tempatnya berdiri.

"Mauuu, ayo.." jessy menarik tangan kai membawanya menuju rumah pohon, sesekali dia menoleh pada kai yang berjalan di sampingnya. Diam-diam tanpa jessy sadari, kaifan tersenyum melihat ekspresi bahagia yang di tunjukan gadis itu. Dan anehnya kaifan selalu ingin melihat gurat bahagia itu selalu menghiasi wajah jessy.

"Sisi?"

"Heum.."

"Jangan menggandenku begini," jessy menghentikan langkahnya, begitu pula dengan kaifan.

Gadis itu menghadap kaifan dan melepas tangannya, ringisan keluar dari bibir gadis itu. Dalam hati dia mendumel pada dirinya sendiri karna bertingkah kurang sopan. Jeje...lo malu-maluin baget sihh.

"Maaf..aku nga maksud lancang gandeng tangan kamu, aku tadi it.." ucapannya terlenti saat kai menutup bibir jessy dengan telapak tangannya. Kaifan tidak tau kalau perlakuan kai itu membuat tubuh jessy membeku dan matanya membulat karna menyadari kalau saat ini kaifan menyentuh bibirnya.

"Suhhtt...bukan itu maksud aku," tangannya yang tadi menutup bibir jessy berpindah mengelus pipi gadis itu. "Bukan kamu yang harus gandeng tangan aku" sebelum kemudian menarik tangan jessy dan menautkan tangan mereka, "tapi aku yang harusnya gandeng kamu...aku laki-laki dan laki-laki itu harus memperlakukan gadisnya seperti seorang putri, karna kamu memang pantas di istimewakan." Blush! Blush! Blush! Demi apapun jessy tidak mampu lagi menyembunyikan wajahnya yang sudah memerah bak kepiting rebus. Hal itu tentu saja membuat kai yang melihatnya gemas dengan reaksi jessy. Terkekeh geli, kai mengacak pelan rambut jessy hingga membuat gadis berpipi chubby itu meregut tidak terima.

"Ihh...kai..jangan di berantakin"

"Maaf-maaf...sini aku benerin lagi." Kai menyisir rambut jessy dengan tangan satunya yang tidak menggandeng tangan tangan jessy.

"Kok pipi kamu cepet banget merah sih?"

Gadis itu memukul pelan lengan kai.

"Ih..ini semua karna kamu tau, padahal aku ini bukan tipe cewek yang mudah banget di gombalin tapi kenapa kalau di perlakuin kaya gini sama kamu, aku ngerasa kaya beda.."

"Beda kenapa?" Tanya kai dengan alis terangkat satu.

"Iya..beda, kaya mudah banget baper...padahal kamu kan nga ngegombal." Mendegar penuturan jessy, tentu saja kai tidak bisa menahan tawanya untuk tidak pecah.

MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang