Sekarang aku duduk disini, duduk di meja rias dengan gaun pengantin putih yang membalut tubuhku. Aku masih tak percaya, aku akan menikah secepat ini, rasanya baru saja kemarin aku bermain petak umpet bersama kakak.
Aku duduk disini menunggu akad nikah di ucap oleh mempelaiku.Flashback on
Dua minggu yang lalu aku dan kedua orang tuaku memutuskan untuk menikahkanku, lewat berjodohan yang di berikan abi untukku.
Saat itu aku baru saja pulang dari rumah sahabatku, sekitar jam 4 sore aku sampai di rumah. Tiba-tiba saja abi memanggilku untuk bicara. Aku menghadap abi setelah aku selesai sholat ashar.
Waktu itu aku sempat curiga, tak biasanya abi memanggilku saat aku saja baru menginjakan kaki di ruang tamu. Dan aku yakin itu perihal yang sangat penting.
Saat aku sampai di ruang tengah, aku melihat abi dan umi sudah duduk di sofa menungguku. Dari kejauhan umi tersenyum cerah padaku. Aku duduk di samping umi, dimana sekarang abi duduk tepat di depanku.
"Kamu pasti capek ya baru pulang dari rumah Afifah?" Tanya umi pada ku.
"Nggak umi, Alana nggak capek" jawabku.
Lalu aku melihat kearah abi yang juga tersenyum padaku.
"Ada apa abi manggil Alana? Pasti ada hal yang penting banget ya bi?" Tanyaku penasaran.
"Iya sayang, abi mau bicara hal penting tentang masa depan kamu. Sini duduk samping abi" ucap abi sambil menepukan telapak tangannya di sofa sampingnya.
Aku melangkah kedepan dan duduk di tempat yang abi tunjukan tadi, tepat disampingnya.
"Putri abi sekarang sudah gede ya" kata abi dengan merangkul pundakku.
Aku hanya tersenyum menanggapinya.
"Nanti malam teman abi mau datang ke rumah. Teman abi itu datang untuk niat yang baik sayang" katanya lagi.
"Niat baik apa abi?" Tanyaku.
"Beliau berniat untuk mengkhitbah kamu malam ini. Sebenarnya abi sudah sejak dulu menjodohkan kamu sama putra teman abi itu. Tapi sejak abi dan umi pindah ke Surabaya, abi sudah tidak bertemu lagi dengan teman abi dan melupakan perjodohan itu. Kemudian satu bulan yang lalu kita bertemu setelah sekian lama. Saat itu juga, abi dan dia ingat perjodohan itu. Tapi sekarang anaknya sudah berstatus duda, bagaimana menurut kamu Alana?" Tanya abi.
Aku tentu kaget dengan itu. Tak ada angin, tak ada hujan tiba-tiba saja abi berkata itu. Aku juga binggung harus berkata apa kala itu. Dan lagi aku masih gadis dan di nikahkan dengan seorang duda.
"Maaf abi, umi. Menurut Alana ini terlalu cepat. Dan sekarang Alana binggung mau jawab apa" kataku.
"Sayang, abi dan umi tidak akan memaksa, jika memang kamu belum siap. Tapi setidaknya kita bisa lihat nanti, setelah kamu bertemu dengan mereka" ucap umi.
Aku masih diam tanpa kata, karena memang tak ada kata yang bisa aku ucapkan kala itu.
"Pria yang akan mengkhitbah kamu ini insya Allah baik. Dia lahir dari keluarga yang yang kuat agama. Dia mapan, sekarang dia menjabat menjadi Presdir di Perusahaan ayahnya. Walau dia sudah berstatus duda, tapi pria ini masih berumur 27 tahun. Abi dan umi tak pernah memandang status untuk lelaki yang akan memilikimu, asalkan dia dapat menuntunmu ke jalan Allah" kata abi selanjutnya.
"Alana, umi dan abi hanya khawatir sama kamu. Semenjak pertunangan kamu batal kamu jadi tak tertarik lagi dengan pria lain. Maka dari itu abi melakukan ini" tambah umi.
"Alana akan nurut saja pada abi dan umi, tapi Alana minta keputusannya tetap di tangan Alana nanti " kataku.
"Iya Alana. Sekarang kamu mandi dan siap-siap, dandan yang cantik. Nanti mereka akan sampai sekitar bakda maghrib" kata abi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Presdir is My Husband (Tamat)
SpiritualitéAku menerima semua yang Engkau berikan ya Rab. Termasuk menerima perjodohan ini, karena aku yakin semua yang di berikan orang tua itu adalah dari Mu. ~ Alana Nursyabillah ~