Alam telah memperindah langit dengan semburat orange di langit. Warna keemasan yang terpancar indah dari langit barat, sungguh mempesona langit Surabaya. Sang surya mulai kembali ke peraduannya dan akan di gantikan oleh sang rembulan di langit malam.Kemudian adzan maghrib bergema di seantero penjuru. Gema yang menggetarkan bagi hati yang memiliki iman itu bersahutan dengan merdu. Semakin memperindah senja menuju kegelapan.
Malam ini juga umi dan abi Alana akan mengantar kakaknya ke bandara. Tepatnya lepas maghrib. Alana merengek pada uminya untuk ikut mengantar kakaknya, tapi permintaan Alana di tolak halus oleh uminya. Karena memang tempat mobil yang tak menyisakan tempat untuknya. Sebenarnya alasan utama Alana memilih ingin ikut uminya untuk mengantar kakaknya, karena ia tak ingin berada dalam rumah hanya berdua saja dengan Afkar. Bayangkan, saat keluarga nya lengkap di rumah saja, ia masih janggung pada sosok suaminya itu. Mungkin itu adalah alasan konyol bagi semua orang, tapi tidak untuk Alana.
Rengekannya sedari siang, tak pernah di gubris oleh uminya. Dan sekarang Alana lelah karena itu. Membiarkan umi dan abinya pergi ke bandara, dan mengucap salam perpisahan pada kakaknya serta si keponakan gembul yaitu Nadira di teras rumah.
"Nadira kenapa nggak mau ikut aja sih sama tante di Jakarta?" Tanya Alana kepada ponakannya sebelum mereka beranjak pergi.
"Nggak mau tante, Nadira kan masih punya ayah dan bunda" jawab Nadira dengan logat anak kecil yang khas.
"Yah tante kecewa, nanti tante nggak punya teman dong di sana" ujar Alana dengan rasa kecewa yang dibuatnya.
"Tante ini gimana sih, kan masih ada om Afkar yang bakalan sama tante" kata Nadira tanpa ada beban.
Seolah jantung Alana terhantam batu saat itu juga. Ia merasakan rasa panas menjalar di kedua pipinya, dan ia yakin bahwa pipinya itu telah bersemu merah.
Sedangakan untuk Afkar yang berada di sampingnya, pria itu terlihat tak tertarik dengan pembicaraan mereka, hal itu membuat rasa lega untuk Alana.Dengan cepat Alana mengubah topik pembicaraan itu.
"Tante punya hadiah untuk Nadira" kata Alana sambil menyodorkan kotak kado berwarna pink yang ia sembunyikan sejak tadi di balik punggungnya.
Dengan girang Nadira menerima hadiah dari Alana itu. Tangannya dengan antusias menarik secepat kilat dari tangan Alana.
"Ini apa tante?" Tanya Nadira.
"Nanti juga kamu tau. Tapi bukannya kalo udah sampai di rumah ya"
Nadira menurut dengan menganggukan kepala dengan cepat.
Alana telah menyiapkan hadiah untuk Nadira itu jauh-jauh hari. Hadiah berupa buku-buku cerita kesukaannya.
Semua orang pun mulai berpamitan untuk pergi. Mengucapkan salam perpisahan yang di lengkapi dengan pelukan hangat.
"Hati-hati ya Nadira. Tante gemes banget sama kamu. Tante rasanya pengen masukin kamu ke karung terus bawa kamu ikut sama tante besok ke Jakarta" ucap Alana dengan mencubit pipi Nadira dengan penuh rasa gemas.
Semua orang terlihat terkekeh dengan kata yang di lontarkan oleh Alana.
"Afkar, lihat tu Alana. Wanita kalau udah punya rasa pengen bawa pulang anak kecil artinya udah siap tuh buat jadi ibu. Kapan mau kasih sepupu buat Nadira?" Kata Zahra menggoda sepasang pengantin baru itu.
Lagi-lagi Alana di buat salah tingkah di keadaan ini. Sedangkan Afkar juga terlihat tak kalah malu. Afkar tak bisa menjawab pertanyaan dari Zahra, dan malah menggaruk tengkuknya yang di yakini tak gatal sama sekali sambil berdehem.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Presdir is My Husband (Tamat)
SpiritüelAku menerima semua yang Engkau berikan ya Rab. Termasuk menerima perjodohan ini, karena aku yakin semua yang di berikan orang tua itu adalah dari Mu. ~ Alana Nursyabillah ~