[3rd Pov]
Mentari telah terbit. Menelusup masuk lewat celah tirai sebuah ruangan yang menjadi tempat beristirahat tuan puteri. Kelopak mata sang dara terbuka menampakkan kepingan biru sewarna langit itu. Kedua kakinya melangkah membawanya untuk melakukan rutinitas harian seperti biasa.
"Astaga.. Aku masih mengantukㅡ"
Aozora menguap berkali-kali, menatap pantulan dirinya pada sebuah cermin besar di kamar mandi. Rambutnya ditata dengan rapi begitupun seragam sekolahnya. Sesekali ia mengecek notifikasi ponselnya yang memang terus bergetar karena banyaknya komentar dan tanda suka pada setiap postingan instagramnya. Aozora sendiri tidak paham kenapa ia mendadak terkenal di sosial media. Model bukan. Artis apalagi. Ia hanya remaja biasa yang sedang mencari jati diri.
"Princess, Raiden sudah menunggumu lho"
Suara Nash membuyarkan fokus Aozora pada ponselnya, lantas ia bergegas membawa tas-nya dan berjalan keluar dari kamarnya. Aozora mengikuti Nash yang membawanya ke ruang tamu, menunjukkan sesosok pria yang tengah duduk dengan sopan, menunggu gadisnya.
"Ohayou, Raiden" sapa Aozora tak lupa dengan senyum yang mengembang di wajahnya.
"Ohayou, Aozora. Bisa kita berangkat sekarang?"
Yang ditanya mengangguk, mengiyakan ajakan sang adam kemudian berpamitan pada orangtuanya. Anak yang manis 'kan?
*************
Raiden fokus menyetir, melajukan mobilnya menuju tempat dimana Aozora bersekolah. Beruntung sekali kampusnya berada tak jauh dari sekolah tersebut, setidaknya Raiden bisa memantau Aozora atau menjemputnya ketika pulang sekolah. Tentu saja Raiden tidak keberatan dengan hal seperti itu, walau terkadang terbesit pemikiran mengenai Aozora yang mungkin saja risih dengan perlakuan Raiden. Yah, dicoba saja dulu.
"Aozora. Pulang sekolah nanti kau ada acara?"
Sang dara yang namanya terpanggil pun menoleh menatap Raiden yang tetap fokus memegang kemudi. Belah bibirnya terbuka guna memberikan jawaban.
"Tidak, memangnya kenapa?" Aozora balik bertanya tanpa mengalihkan pandangannya. Raiden yang sedang serius terlihat tampan sekali, membuat debaran jantungnya sedikit tak karuan.
"Aku ingin mengajakmu kencan."
To the point sekali. Padahal jantung Aozora hampir copot. Gadis mana yang tidak senang diajak kencan oleh pria setampan Raiden?
"Boleh saja, apa aku harus pulang dulu untuk ganti baju?"
Sepertinya memang harus begitu, tidak mungkin 'kan Aozora kencan memakai seragam sekolah?
"Tentu. Aku akan mengantarmu pulang kerumah terlebih dahulu."
Aozora hanya tersenyum. Malu. Raiden anak yang baik. Aozora tidak yakin ia pantas untuk Raiden.
[Raiden PoV]
Aku menghentikan mobilku tepat didepan gerbang sekolah Aozora, kusempatkan mengecup keningnya sebelum ia melangkah keluar menuruni mobil. Lagi, kulihat rona merah menghiasi wajahnya. Sebenarnya pipi Aozora sudah merona, tapi kalau sedang malu warnanya akan semakin terlihat.
"Jika sudah pulang, kabari aku." Ucapku kemudian berpamitan padanya. Aozora mengangguk paham melambaikan tangannya lalu berjalan masuk ke dalam area sekolah.
Aku tidak ingin Aozora merasa terkekang. Tapi aku ingin memiliki Aozora seutuhnya. Tolong jangan salah paham. Memiliki yang kumaksud adalah, aku ingin segera menikahinya. Aku tidak ingin ada orang lain yang merebutnya dariku. Cukup egois, tapi aku tidak ingin kehilangan Aozora. Bagiku Aozora seperti berlian. Ia terjaga dengan baik dan tidak boleh disentuh oleh sembarang orang.
Apa aku boleh meninggalkan tanda kepemilikan padanya?.
Aozora milikku.
Aku mencintainya.
[Aozora Pov]
Kulangkahkan kakiku memasuki gedung sekolah. Hari ini diawali dengan sesuatu yang menyenangkan, rasanya bibirku tak bisa berhenti tersenyum. Sepertinya jika orang lain melihatku tersenyum sendiri seperti ini, pasti aku disebut orang gila. Padahal manusiawi jika seseorang sedang senang ia akan tersenyum.
"Selamat pagi, Aozora"
Seseorang disampingku menyapa dengan senyuman andalannya. Banyak siswi yang menyebutnya "pangeran sekolah"
"Selamat pagi, Antonio" ucapku membalas sapaannya barusan.
"Tak keberatan menuju ke kelas bersama?"
Aku terkekeh, lantas mengangguk mengiyakan. Jika ku deskripsikan, Antonio adalah anak yang ramah. Senyumnya manis sekali. Idaman para siswi di sekolahku. Aku pun mengenal Antonio sejak di bangku SMP. Jadi, kurang lebih aku mengenal dirinya secara personal. Sejauh ini Antonio baik padaku, sesekali ia juga membantuku melakukan tugas sekolah dan tak jarang kami belajar bersama. Walau beberapa siswi bergosip, mengatakan bahwa Antonio itu tukang php. Tapi sampai saat ini aku mengenal Antonio sebagai pribadi yang tidak terlalu buruk. Atau memang ada yang ia rencanakan? Daddy selalu mengajarkanku untuk waspada dengan beberapa orang yang nampak mencurigakan. Masalahnya, Antonio dimataku terlihat wajar saja.
"Tadi kulihat kau diantar oleh mobil yang berbeda, dengan siapa?"
Jeli juga ia.
"Oh? Itu..."
Bagaimana aku harus menjelaskan Raiden? Siapa Raiden? Apa hubungannya denganku?
Yatuhan. Kenapa aku jadi bingung sendiri.
Apa harus kujawab bahwa ia pacarku? Calon suamiku?
Omg.
"Anak dari teman daddyku. Namanya Raiden."
Dan akhirnya jawaban spontanitas yang kuberikan hanyalah seperti itu.
"Begitu.. Kupikir itu pacarmu atau semacamnya?"
Aku tidak mengerti bagaimana menjelaskan hubunganku dengan Raiden. Ini sedikit rumit, lebih rumit dari laporan pekerjaan daddy. Jika aku tidak bisa menjelaskan yang sebenarnya, Antonio bisa saja salah paham. Bukannya aku tidak ingin Antonio menjauh, hanya saja aku tidak mau jika harus bermasalah dengan teman dekatku. Aku hanya menghela nafas pelan sembari tersenyum tipis. Kuharap Antonio tidak bertanya terlalu jauh soal Raiden.
"Apa kau berharap aku akan memiliki pacar dengan cepat? Ahaha~ aku bahkan baru bertemu dengan Raiden setelah berpisah tiga tahun-"
Oops.
Kenapa kuceritakan?
Tolong buat Antonio amnesia saat ini juga. Ya, Antonio saja. Jangan diriku.
To be continue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Green Velvet
RomanceAda yang kusadari dengan sesuatu yang disebut cinta. Seperti kue red velvet. Terlihat cantik dan menggoda. Namun terkadang malah terasa seperti obat. Pahit. Warning! Random characters inside. KnB ft. Hetalia