Jealous.

13 0 2
                                    

[3rd PoV]

Tiba hari dimana pentas pertunjukan dilakukan, baik Raiden maupun kedua orang tua Aozora sudah duduk bersebelahan sesuai dengan kursi yang sudah diberikan.

Pentas Seni berlangsung dengan lancar tanpa cacat sedikitpun hingga akhirnya tiba pada penutupan dimana sang pangeran hidup bahagia dengan sang putri.

Kissing.

Disana nampak dengan jelas bagaimana scene yang seharusnya hanya saling menempelkan bibir berubah menjadi lumatan lembut yang berawal dari Antonio sebagai sang pangeran dalam cerita.

Jemari Raiden mengepal, menahan emosi menatap pada pemandangan didepannya sampai adegan itu selesai. Nash yang berada disebelah Raiden melirik, mendapati ekspresi Raiden yang berubah, nampak benar-benar sedang menahan amarah.

"Jangan larut dalam emosimu."

[Raiden PoV]

"Jangan larut dalam emosimu."

Sebuah suara mengalihkan atensiku disertai tepukan pelan di bahuku. Ah, itu Gold-san. Wajahnya nampak sedikit khawatir dan memberi isyarat agar aku mengontrol pikiranku. Ia terlihat bisa membaca pikiran seseorang.

Apa itu kelebihan seorang dokter anak?

Atau beliau memiliki kemampuan khusus lainnya? Entahlah, yang jelas saat ini aku benar-benar semakin membenci Antonio. Melihat bagaimana ia menyeringai tepat ke arahku setelah berhasil mencium Aozora?! The Fuck.

[Aozora PoV]

Wajahku memanas.

Adegan singkat yang cukup dalam tadi sungguh memacu detak jantungku. Bagaimana tidak? Secara reflek aku membalas tautan lidah Antonio dimana seharusnya scene tersebut hanya saling menempelkan bibir???

Tuhan.

Selain aku takut Raiden akan marah, bagaimana Shuu-chan? Ia pasti juga sedikit kecewa.

"Aozora, maaf soal tadi. Aku tidak sengaja.."

Aku menoleh, mendapati Antonio tengah menatapku seperti puppy yang merasa bersalah. Oh...kalau begini mana tega aku marah padanya. Lagipula itu ketidaksengajaan.

"Mhm.. tidak apa. Aku duluan, ya." pamitku lantas segera keluar menuju toilet untuk membersihkan sisa make up di wajahku.

Grep—

Sesuatu menggenggam tanganku dengan erat.

Ah bukan..

Seseorang.

"Rai—mmnh"

Mataku membulat, terkejut menerima ciuman tiba-tiba dari Raiden.

Secara reflek, kedua mataku terpejam. Membiarkan Raiden bertindak sesukanya. Perlahan terasa kelu, ia menggigit, menghisap dan menaut lidahku cukup kasar. Pergelangan tanganku mati rasa karena cengkraman Raiden.

"Hh—nh" tanpa sadar aku menangis, merasakan basah pada kedua pipi dengan nafas yang hampir habis. Sekuat tenaga menggerakkan kedua tanganku untuk memukul Raiden memberi isyarat agar melepaskan ciumannya.

"Kenapa? Kenapa menangis? Kenapa tidak menikmati seperti saat Antonio menciummu? Oh. Apa sebenarnya kau memang menyukainya?"

Ucapan Raiden benar-benar membuatku tak sanggup berkata.

Sakit.

Kau sakit Raiden.

[3rd PoV]

"Lepaskan." pinta Aozora yang secara perlahan dilakukan oleh Raiden, ia melepaskan cengkramannya pada pergelangan tangan Aozora yang kini memerah.

"Jangan menemuiku."

Aozora berlari sekencang mungkin, menjauh dari Raiden yang tengah mematung mengumpulkan kesadarannya.

Aozora menyembunyikan diri di ruang kesehatan. Menenggelamkan wajah pada lututnya, membiarkan tangisnya pecah dalam hening ruangan. Bibirnya sedikit bengkak dan lecet akibat ciuman kasar yang tiba-tiba dari Raiden sebelumnya. Pertama kalinya ia begitu takut pada Raiden. Dalam isak tangisnya, Aozora mendengar seseorang masuk ke dalam ruangan tersebut.

"Aozora..?"

Yang dipanggil mengangkat kepalanya, menemukan Antonio berdiri tepat didepannya yang membuat Aozora secara reflek memeluk Antonio, menenggelamkan tangisnya pada bahu sang adam. Kedua tangan Antonio terulur memeluk Aozora, mengelus surai hitam gadis tersebut sembari menerka apa yang terjadi sampai ia terisak seperti ini.

"Aku disini, menangislah sampai kau puas.. jika ingin bicara, aku siap mendengarkan." ucap Antonio dengan lembut, berusaha memberi tempat ternyaman untuk Aozora.

[Antonio PoV]

Oh? Kenapa si cantik ini? Apa yang dilakukan orang aneh itu pada Aozora? Tapi tidak apa. Ini akan menjadi kesempatan lain untuk merebut hati Aozora.

"Sudah lebih lega? Izinkan aku mengantarmu pulang" ucapku lantas menangkup wajah Aozora, mengusap basah air mata yang menempel di pipinya. Ah.. lihatlah kedua mata biru itu, cantik sekali. Setidaknya jatuhlah pada pesonaku, Aozora.

"Apa kau tidak keberatan?" pertanyaan itu membuyarkan lamunanku soal Aozora. Kuusap lembut rambut indahnya, menatap wajahnya.

"Tentu saja tidak, ayo." ajakku kemudian mengulurkan tangan pada Aozora, membawanya berjalan keluar dari gedung sekolah menuju area parkir mobil.

"Aozora."

Damn.

Kenapa dia masih disini.

"Kau pasti yang membuat Aozora menangis, ya." celetukku yang kemudian dibalas oleh satu pukulan darinya.

"Raiden, stop!" pekik Aozora, ia mendekat menghampiriku.

Ah.

Lihatlah wajah bak malaikat itu, ia benar-benar mengkhawatirkanku.

Hahaha.

Ya, terus seperti itu Aozora.

Datang padaku.

Kasihani aku.

Dan perlahan akan kubuat otak juga hatimu berhenti dan menutup dari orang itu.

"Aozora. Ikut denganku."

Masih berani bertitah rupanya.

"Aku sudah bilang, jangan temui aku."

Sepertinya ini akan lebih mudah bagiku untuk menghancurkan salah satunya.

To be continue.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 06, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Green VelvetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang