Curious.

27 2 0
                                    

[Raiden Pov]

"Maafkan aku, Aozora" ucapku sembari menatapnya. Wajah Aozora nampak sayu saat ini, bahkan aku bisa melihat kantung matanya yang begitu jelas. Bisa dipastikan gadis ini menangis semalaman.

Tuhan... Aku membuat seorang gadis menangis.

Laju mobil kuhentikan sejenak di pinggir jalan. Kutangkup wajah mungil Aozora dan menatapnya tepat pada kepingan biru langit miliknya. Selalu indah dan membuatku tenang. Sesaat aku melupakan kejadian semalam, dimana Antonio dengan sengaja menyentuh Aozora dan membawa gadis ini ikut bersamanya. Aku tidak terima.

"Maafkan aku, Raiden. Mungkin aku memang tidak jujur tentang siapa dirimu.."  Aozora mengalihkan pandangannya namun kembali menatapku. Sungguh aku tidak tega melihatnya. Reflek kedua tanganku beralih memeluk tubuhnya. Mendekapnya erat lantas mengusap helaian hitam panjangnya. Aroma Aozora membuatku hampir lupa diri jika ia tak segera menghancurkan imajinasiku dengan suaranya.

"Aku rasa, aku mulai mencintaimu."

[3rd Pov]

Waktu sudah menunjukkan tepat pukul tiga sore, menandakan berakhirnya aktifitas belajar dan mengajar di sekolah Aozora. Namun hari ini ia tidak langsung pulang begitu saja, ada diskusi untuk pementasan drama sekolah yang akan menampilkan dirinya juga teman-teman satu ekstrakurikulernya.

Kini Aozora duduk menunggu pembagian peran dalam drama tersebut. Siapa yang menyangka bahwa ia akan mendapat peran sebagai tuan puteri dengan Antonio sebagai pangerannya?

"Aozora, karena kita sudah mendapatkan script nya, sepertinya kita harus segera berlatih sebelum pentas dimulai. Bagaimana jika besok?" Antonio yang saat ini duduk disamping Aozora pun membuka suara perihal jadwal berlatih mereka. Nampaknya ini akan membuat Aozora sedikit lebih jauh dengan Raiden, dan tentu saja membuat Antonio merasa menang.

Okay, stay positive Aozora.

"Oh? Tentu saja. Aku akan memikirkan jadwalnya, setelah itu aku akan meminta persetujuan yang lain." Ucap Aozora sembari menuliskan sesuatu pada buku catatannya. Tenang saja, itu hanya perkiraan jadwal berlatih peran untuknya.

"Baiklah, dan kau pulang dengan siapa hari ini? Mau kuantar?" Antonio menawarkan diri untuk mengantar Aozora pulang. Sejujurnya, Aozora masih merasa tak enak atas pertengkarannya dengan Raiden kemarin. Sepertinya Aozora akan memilih menghubungi Raiden daripada harus diantar oleh Antonio.

"Tak perlu, terimakasih. Raiden akan menjemputku." Ia tersenyum membereskan perlengkapan sekolahnya kedalam ransel berwarna pink pastel tersebut. Aozora harap ini tidak akan semakin rumit.

"Begitu. Oh ya, jadi benar soal kau akan menikah dengan Raiden?" Sepertinya Antonio penasaran.

"Benar. Aku akan menikah dengannya."

"Kau mencintainya? Bukankah kau bilang bahwa kau baru saja bertemu dengannya?"

Perasaan apa ini? Aozora merasa seperti ada gejolak didalam dirinya, membuatnya menjadi ragu akan perasaannya sendiri. Tidak. Aozora harus konsisten dengan apa yang akan menjadi pilihannya. Lagipula apa yang daddy dan Shu-chan pilihkan untuknya adalah yang terbaik. Dan Raiden adalah pria yang baik.

"Ceritanya panjang, Antonio. Tapi aku mencintainya. Dan akan tetap seperti itu." Aozora kembali tersenyum lantas beranjak dari tempatnya. "Aku duluan, Antonio. Sampai jumpa"

Kedua kaki jenjangnya melangkah keluar dari ruang kelas, meninggalkan Antonio dibelakangnya. Sesaat Aozora ragu dengan perasaannya sendiri. Apakah Raiden benar-benar mencintainya? Atau hanya formalitas karena mereka dijodohkan? Apakah jika Aozora belajar untuk tetap mencintai Raiden maka hubungan mereka akan tetap baik-baik saja? Apakah ini pilihan yang tepat untuk Aozora?

Astaga, terlalu banyak pertanyaan yang muncul di otak Aozora. Cukuplah dengan rentetan rumus yang menggelitik otaknya kini ditambah dengan pikiran sewajarnya gadis yang kasmaran.

Tuhan.

**************************************

Gadis itu kini sudah sampai didepan rumahnya, namun belum beranjak dari mobil adam yang menjemputnya tadi. Raiden.

"Raiden, mungkin aku akan sedikit sibuk beberapa bulan ini. Karena aku akan menampilkan pentas drama untuk kelulusan seniorku." Ucap Aozora.

"Tak masalah. Aku akan tetap mengantarmu pulang. Keselamatanmu adalah tanggung jawabku, Aozora."

"Terimakasih, kalau begitu aku pulang dulu. Kau yakin tidak mau mampir?" Tawarnya.

"Tidak, aku harus mengerjakan tugasku setelah ini. Mungkin lain kali."

Aozora mengangguk paham kemudian melepaskan seatbelt yang melingkari pinggangnya. Raiden menyempatkan diri mengecup kening Aozora sebelum gadis itu turun dari mobilnya. Ah, sepertinya Raiden punya hobi baru saat ini; membuat wajah Aozora memerah. Jangan salahkan Raiden, ia jarang sekali melihat Aozora berekspresi malu-malu seperti itu. Mungkin beda lagi jika menikah nanti. Raiden sudah menyiapkan banyak rencana untuk membuat wajah Aozora memerah lebih lama.

Otak mesum.

Terkadang Raiden menyesal memasuki bangku SMA jika mengingat seberapa nista teman sebangkunya saat itu. Hingga saat ini bahkan Raiden sering berimajinasi soal Aozora. Manusiawi. Raiden tetaplah seorang pria. Lagipula setiap manusia memiliki dark side nya sendiri, kan?

"Sampai jumpa, Raiden."

To be continue.

Green VelvetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang