Mistinya Gunung Gede (2)

1.3K 19 2
                                    

Surya Kencana, 18 Juni 2017

Setelah melewati malam yang penuh halusinasi. Akhirnya aku terbangun dari tidur nyenyak dan tentram, sekitar pukul 10.00 WIB kami bertujuh bangun dan memasak untuk mengisi perut sebelum melanjutkan perjalanan jauh.

Kami memasak, makan, beres barang, dan bersiap sampai sekitar pukul 11.30 WIB. Setelah berfoto, kami mulai melakukan kembali perjalanan menuju puncak Gunung Gede. Melelahkan, namun aku sudah sedikit terbiasa. Berbeda dengan kakak ku yang masih terlihat sangat lelah.

Setelah beberapa menit kami melakukan pendakian, akhirnya pukul 12 siang kami lebih tepatnya aku dan kakak ku sampai di puncak. Aku tahu ini indah, sebenarnya menakjubkan, sayangnya pemandangan ditutup tembok putih.

Aku menghirup udara segar, sungguh ini berbeda. Udara disini terasa sangat bersih, memanjakan paru-paru. Akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat sejenak sambil menikmati puncak, setelah itu kami berfoto ria.

Satu jam menikmati puncak beserta pemandangan yang tertutup tembok putih, akhirnya kami memutuskan untuk jalan kembali. Kami turun via Cibodas. Sungguh, aku merasa jika turun ini lebih mudah daripada jalan ketika ingin naik.

Aku merasa santai ketika melakukan perjalanan turun via Cibodas ini, sampai kami harus melewati Tanjakan Setan yang kira-kira memiliki kemiringan hampir 90°. Satu persatu kami turun sambil memegang erat tali yang sudah di sediakan, dengan hati-hati agar tidak tergelincir.

Pada saat giliranku untuk turun, di tengah Tanjakan Setan, aku tidak sengaja memegang dinding tebing yang cukup lembab. Aku curiga ini adalah penyebab keadaanku setelah melewati jalur ini.

Kami semua selamat melewati Tanjakan Setan, melanjutkan perjalanan menuju Kandang Badak. Dari Puncak Gunung Gede sampai Tanjakan Setan tadi aku merasa tubuhku enak, ringan, dan tidak ada masalah yang berarti. Sampai beberapa meter melakukan perjalanan lagi, serasa badanku berat dan sempoyongan. Tidak tahu kenapa, aneh memang.

Beberapa kali aku hampir terjatuh saat berjalan menuju Kandang Badak, pundak sebelah kiri ku terasa sangat berat, tenagaku bak habis, padahal sebelumnya aku baik-baik saja, sungguh dalam keadaan sehat.

Sesampainya kami di Kandang Badak, beristirahat sebentar karena keadaanku semakin tidak baik jika dilanjutkan. Kali ini aku sampai merasa mual, aku mencoba mengeluarkannya, namun nihil hanya sedikit air liur yang keluar.

Akhirnya kakak ku mengambil sapu lidi, ohiya selain berbekal nekat dan kuasa Tuhan, aku juga berbekal sapu lidi, jangan dihujat ya. Bisa dibilang aku dan keluarga masih kejawen, tapi kami percaya Tuhan. Kakak ku mengambil sapu lidi yang berjumlah dua puluh satu dari dalam tas ku. Sapu lidi itu sudah terikat dengan dua karet di ujung masing-masing, sebelumnya ujung bawah lidi itu aku potong agar bisa masuk ke dalam tasku, kata Mamah kalau kepala lidi yang dipotong khasiat nya akan hilang, entah.

Kakak ku sedikit memukul-mukul kan sapu lidi itu di sekitar tubuhku, terutama di pundak. Setelah beberapa waktu, tubuhku semakin membaik dan tidak ada lagi rasa mual, berat, pegal, sedikitpun. Kami memutuskan untuk istirahat lebih lama. Beberapa menit kemudian, datang seorang pendaki pria sendirian, aku lupa dia mengenakan baju hijau atau biru.

Pendaki pria itu bertanya kepada kami,
"Lihat teman saya yang tadi naik duluan?" Kami serentak menggelengkan kepala, tidak ada satupun pendaki yang naik ketika kami turun. Setelah bertanya, pria itu duduk istirahat di belakang kami.

Saat itu aku menghiraukan pendaki itu, ku pikir memang pendaki biasa yang temannya sudah duluan jalan. Tapi beberapa waktu ini aku membaca cerita di internet tentang misteri Kandang Badak, kalian bisa baca sendiri. Tak tahu benar atau tidak yang aku baca, namanya juga mistis.

Beberapa menit kami beristirahat, akhirnya kami melanjutkan perjalanan turun. Sungguh, aku tidak merasa lelah sedikitpun, berat tas yang aku bawa juga tidak terasa. Ini begitu enteng.

Kami melanjutkan perjalanan, via cibodas ini memang memiliki view yang lebih, seram. Karena masih dipenuhi pepohonan dan jalurpun bak belum dirawat. Selama berjalan, aku berada di urutkan ke-tiga, dimana di depanku ada dua orang teman laki-laki yang memimpin jalan. Sedangkan kakak ku berada diurutan ke-tiga dari belakang, dia memang sedikit kelelahan.

Awalnya kami fine sebelum kakak ku semakin kelelahan, sering istirahat, dan itu memakan waktu lumayan banyak. Akhirnya sudah mulai gelap, kami masing-masing menggunakan headlamp untuk penerang jalan.

Setelah melewati air terjun panas, kakak ku sangat kelelahan bahkan kakinya sudah sakit. Akhirnya aku diminta untuk berjalan bersama kakak ku di belakang. Semakin gelap, kanan kiri pohon menjulang tinggi. Aku tidak tahu ini jam berapa.

Teman-teman nampaknya sedikit takut karena sudah semakin gelap dan malam. Sedangkan kakak ku minta istirahat terus. Jarak kami cukup jauh, ketika aku dan kakak ku sampai di tempat mereka istirahat, mereka melanjutkan berjalan, sedangkan aku dan kakak ku memutuskan berhenti.

Beberapa saat kami kembali berjalan bersamaan, melewati batu yang cukup besar hampir memakan setengah jalan. Ketika lewat sekitar situ, aku mencium wangi bunga entah melati atau apa. Intinya wangi sekali.

Next part ↓

Cerita Mistis #KisahNyataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang