Mistisnya Gunung Gede (3)

1.2K 11 1
                                    

Kakak ku semakin lama jalannya, aku terus berada di samping dia dan sesekali aku gandeng tangannya, takut-takut dia terjatuh. Dan sering juga dia meminta istirahat. Teman yang lain sudah di depan sempat teriak,

"Cepet sedikit dong jalannya, udah malam nih." Dengan enaknya dia teriak seperti itu, sedangkan kakak ku semakin lemas. Aku sedikit emosi, karena mereka tidak sabar dan tidak tahu kondisi.

"Ayo cepetan." Mereka kembali berteriak kala aku dan kakak ku kembali beristirahat, jarak mereka sudah cukup jauh, namun masih dapat dipandang. Aku masih bisa menahan emosiku.

"Ayo dong cepetan, ini udah malam!" Salah satu dari mereka kembali berteriak. Ah, ini orang tidak punya hati. Aku semakin tidak bisa menahan emosi, kasihan kakak ku sudah sangat lelah. Mereka malah tidak sabar karena takut kegelapan.

"Udah tahu orang enggak kuat, kalau mau duluan, duluan aja!" Entah apa yang merasiki ku, kenapa aku berani bicara seperti itu? Jelas-jelas aku tidak tahu jalan sama sekali, ini sudah gelap, kami hanya berdua wanita semua, pemula dua-duanya, dan ditinggal di tengah hutan.

Mereka benar-benar pergi jalan duluan, tak memikirkan keadaan aku dan kakak ku. Aku sudah bodo amat, tidak ambil pusing. Toh mereka memang tidak punya hati.

Kini tinggal aku dan kakak ku, hanya diterangi oleh dua headlamp yang terpasang di kepala. Ketika kami berjalan, ada kupu-kupu warna hijau yang selalu menempel di jaketku, beberapa kali aku usir, namun dia datang dan menempel kembali, akhirnya aku biarkan, hitung-hitung menambah teman.

Kami masih berjalan, aku mengandeng tangan kakak ku, apalagi kala jarak antara batu satu dengan yang lain sangat tinggi. Fokus berjalan, tiba-tiba terdengar suara wanita tertawa, namun suara ini berasal dari atas, bak melayang tak tentu arah.

Aku terus melafalkan doa Bapa Kami di dalam hati, berharap suara itu tidak mengganggu lagi.

Namun suara itu terus mengikuti kami, tak henti-hentinya. Aku doakan dia tersedak. Karena sudah terlanjur emosi, sudah tahu keadaan kayak gini, dia malah tertawa. Aku bukannya takut, tapi malah mengusir. Dalam hati sudah berbicara, 'nggak tahu orang capek apa? Pergi sana!' Sungguh sedikitpun aku tidak menggubris tawaan itu dengan ketakutan.

Karena terlalu fokus ke jalur, aku lupa kapan wanita sialan itu berhenti tertawa? Atau dia tersedak air liur? Atau pita suaranya rusak? Ah tak peduli.

Aku berbicara kepada kakak ku, "doa dalam hati kak, doa bapa kami." Sungguh satu hal yang aku inginkan sekarang, aku ingin pulang, sampai rumah, ingin berkumpul kembali bersama Mamah. Aku tidak membayangkan jika tidak dapat pulang, gimana kabar Mamah.

Dengan modal nekat kami terus berjalan walau perlahan, kaki kakak ku semakin sakit. Terus berjalan, aku dan kakak ku sedikit dikagetkan dengan batu besar yang hampir memakan setengah jalan.

"Bukannya tadi udah lewat sini ya kak?"

"Udah gak papa."

Seoalah kakak ku tidak ingin membahas lebih mengenai kami sampai di tempat yang sama. Maksudnya apa? Dari tadi kami hanya berputar-putar? Sialan, hanya memakan tenaga dan tak ada gunanya.

Satu demi satu kaki menuruni tangga bebatuan, kami sempat mendengar suara kendaraan seperti melintasi jalan dengan cepat. "Kak, kayaknya udah mau sampai bawah deh. Itu udah ada suara motor." Suara itu membuat kami optimistis bisa sampai bawah dengan selamat. Asik sebentar lagi sampai basecamp.

Tak berapa lama, terdengar suara ambulans. Kali ini, suara itu tidak membuat optimis malah bulu kuduk merinding. Ambulans di dalam hutan gimana ceritanya? Aduh ada-ada saja.

"Ayo kak semangat, udah mulai kedengeran suara kendaraan." Ucapku walau aku sedikit ngeri mendengar suara ambulans tadi.

Kami terus berjalan, tak tahu ini jam berapa. Intinya kami pengen pulang! Namun terdengar kembali suara derasnya air terjun. Loh? Bukannya air panas tadi, air terjun terakhir? Iya gak sih? Aku juga kurang paham.

Kami kembali pesimis, apa kami akan terus berputar tak tentu arah? Iyakah? Tuhan tolong kami.

Bak tak pernah habis semangat walau tenaga hampir terkuras, kami terus berjalan berdampingan. Dalam keadaan seperti ini, untungnya aku benar-benar fit, tubuhku tidak terasa lelah sedikitpun, kupu-kupu hijau tadi masih menempel di jaket ku yang berwana merah muda.

Aku terus melafalkan doa Bapa Kami. Tak henti-henti nya. Sampai akhirnya kakak ku melihat secorak cahaya. "Dek, itu ada cahaya. Perumahan warga kali ya?" Bak melihat surga, ini jalan keluar, sepertinya kami bisa pulang dengan selamat, thank God.

Benar, corak cahaya dari lampu tadi adalah titik terang, memang bukan perumahan warga. Namun sebuh banguan, nampaknya rumah penjaga. Kami terus berjalan, sampai akhirnya melihat teman-teman yang lain sudah duduk di warung sambil meminum teh hangat dan memesan mie instan.

Jam di warung menunjukkan pukul 03.00 WIB. Jadi, kami tadi di dalam hutan jalan tak tentu arah itu jam 12 ke atas? Merinding. Sungguh aku merasa beruntung karena selamat sampai bawah, dan bisa pulang dengan nyawa masih di badan.

Beberapa keanehan terjadi kala perjalanan tadi, kami tahu setelah sampai rumah dan baru cerita satu sama lain.

Suara cewek sialan tertawa itu, ternyata kakak ku juga mendengar.

Selama dari puncak Gunung Gede, kakak ku merasa kami diikuti sosok hitam, tapi mungkin itu halusinasi.

Kupu-kupu hijau yang sudah setia menemani kami saat hanya berdua di dalam hutan, dan aku tidak tahu kapan dia pergi.

Beberapa kali terdengar suara kendaraan maju kencang dan suara ambulans, tapi ternyata di basecamp sangat sepi. Jangankan suara kendaraan melaju kencang, lampu saja jarang.

Dan, selama kami jalan turun, dari Kandang Badak sampai basecamp tidak melihat atau berpapasan dengan pendaki yang sedang naik. Bahkan kami tidak melihat tenda pendaki yang memilih menginap di pos, atau jalur.

🌬

Cerita ini bukan bertujuan untuk memojokkan 5 orang teman pendaki lainnya. Maaf jika ada yang tersindir atau tersinggung.

Terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kuasa Dia, aku dan kakak ku selamat sampai rumah.

Kejadian ini tidak membuat kami kapok naik gunung, bahkan beberapa kali kami juga naik gunung lain. Ketahuilah, gunung adalah candu yang dilegalkan pemerintah.

Cerita Mistis #KisahNyataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang