Dering ponsel Zahra berbunyi saat panggilan suara masuk. Zahra yang awalnya fokus ke layar laptop langsung teralihkan fokusnya kepada benda kecil di sebelah laptopnya. Dia melihat nama Ibu di layar ponsel miliknya. Dengan cepat dia menekan tombol hijau, lalu mengarahkan ponsel itu ke telinganya.
“Halo, Ibu?” Sambil berbincang dengan ibunya melalui telefon, mata Zahra masih sibuk membaca jurnal di laptop.
“Zahra, pintu rumah kamu kunci dulu. Jangan lupa kuncinya diambil. Ibu bawa kunci cadangan.” Ucap wanita separuh baya dengan menggunakan pakaian khas wanita karir.
“Ibu sama Ayah masih lama?” Tanya Zahra.
“Jalanan macet sekali, Ra.”
“Oh, yasudah kalau begitu. Ibu sama Ayah hati-hati, ya.” Ucap Zahra sambil melirik jam pada laptopnya. Sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat enam belas menit.
“Iya. Kamu jangan lupa kunci pintu.”
“Iya, Bu. Ini Zahra langsung turun kunci pintu.” Ucapnya, setelah itu dia menekan tombol merah dan meletakkan kembali ponselnya ke arah meja.
Sebelum beranjak dari kursi belajar, Zahra melihat kembali teks di laptop. Tapi, rasanya tulisan itu menjadi buram. Zahra sedikit bingung, padahal dia belum merasa ngantuk ataupun pusing. Dia menggosok matanya perlahan, untung saja tulisan kembali normal seperti awal.
Zahra tidak begitu memperdulikan kejadian itu, mungkin saja itu adalah efek lelah pada matanya karena terlalu lama menatap layar laptop. Tanpa menutup laptopnya, dia kemudian bangkit dari duduknya dan menuju lantai bawah untuk mengunci pintu rumah.
“Kok lampunya mati, ya? Perasaan tadi udah aku nyalain.” Batinnya ketika sampai di anak tangga, dia memilih untuk mengaktifkan senter pada ponselnya. Saat hampir sampai di anak tangga terakhir, dia menekan saklar lampu.
“Mungkin aku lupa.” Batinnya kembali.
Zahra langsung menunju ke pintu utama dengan melewati ruang tamu.
Dengan cepat dia menoleh ke arah televisi besar yang berada di ruang tamu.
“Perasaan aku aja? Tadi kayaknya ada yang liatin dari sebelah tv.” Zahra mengusap lehernya saat merasakan ada hembusan angin di sana.
Dengan cepat dia melangkahkan kaki supaya segera sampai di pintu utama. Dia langsung memutar kunci dan menariknya.
“Ya Allah. Di belakang ku ada apa.” Batinnya, badannya gemetar dan mengeluarkan keringat dingin.
Dia merasa ada yang memperhatikan dia dari arah belakang, perasannya sudah tidak enak. Hari sudah larut dan dia sendirian di rumah. Seketika dari arah dapur terdengar bunyi sendok terjatuh.
Trak.
Tubuh Zahra tersentak. Keringatnya semakin keluar dan dia semakin gemetar.
Dengan perlahan dan penuh keberanian, Zahra menengok kan tubuhnya ke belakang.
Dia membuang napas lega saat tidak melihat apapun di belakangnya.
“Alhamdulillah.” Ucapnya bersyukur.
Otomatis kakinya langsung melangkah dengan cepat, segera mungkin dia menaiki anak tangga dan memasuki kamarnya kembali.
Dengan cepat dia membuka pintu kamar dan menutupnya kembali, napasnya tidak beraturan. Dia sempat berdiri sejenak di balik pintu untuk mengatur napas dan menyeka keringatnya.
“Lindungi aku ya Allah.”
Sesaat kemudian, dia memutuskan untuk kembali ke meja belajar. Belum sempat sampai di sana, langkahnya terhenti. Dia melihat laptopnya dalam keadaan tertutup.
“Sumpah? Perasaan tadi nggak aku tutup.” Ucapnya bingung.
Dengan cepat dia naik ke tempat tidur dan menggunakan selimut. Dia langsung membuka ponselnya, mencari room chat dengan Ibu. Dia bertanya kapan ibu pulang.
Zahra tidak bisa tenang. Tubuhnya masih bergetar ketika mengingat kejadian demi kejadian yang baru dia alami. Pikirannya jauh ke sana, apa yang sebenarnya terjadi?
Zahra semakin waspada saat terdengar langkah kaki menaiki tangga dan berhenti di depan kamarnya. Tubuhnya semakin bergetar, siapa itu?
“Zahra. Turun, bantu ibu siapkan makan.”
Mendengar suara ibunya, Zahra langsung lega. Dia membuka selimut yang dari tadi dia kenakan. Kalau dipikir-pikir tumben sekali ibu mau masak tengah malam begini.
Tapi, dengan ibu sudah pulang saja Zahra sangat senang sekali. Dia merasa aman sekarang.
Zahra meletakkan ponselnya di saku celana. Dengan cepat dia keluar dari kamar. Dia lihat ibu sedang memasak di dapur.
“Ibu baru sampai?” Tanya Zahra. Dia melihat ibunya masih mengenakan pakaian kantoran.
“Ayah mana bu?” Tanya Zahra lagi.
“Ke sana.” Jawab ibunya singkat.
“Pasti capek, ya? Emang macet banget, Bu?” Tanya Zahra sambil mengelap meja makan yang berada di dapur itu.
“Iya.” Jawab ibunya singkat.
“Zahra kira ibu masih lama sampainya.” Ucap Zahra lagi, dia mengelap meja makan dengan posisi membelakangi ibunya.
“Kenapa?” Tanya Ibu yang Zahra ketahui masih sibuk memasak.
“Nggak apa-apa,” Sebelum Zahra menyelesaikan ucapannya, terdengar notifikasi ponselnya.
Dengan cepat dia merogoh dari saku celana. Tangannya bergetar dan tubuhnya diam membeku saat dia membaca nama Ibu di layar ponselnya.
Dia menelan liur dengan susah payah, “ha, halo?”
“Zahra, kamu tidak usah tunggu ibu sama ayah sampai, ya. Kamu tidur duluan saja. Ini macet sekali.”
Seketika air mata Zahra turun dengan deras, bahkan bibirnya bergetar. Suaranya terbata-bata saat ingin menjawab ucapan sang ibu.
“B—Bu.” Sampai detik itu, Zahra tidak berani menengok ke belakang. Dia bahkan tidak tau, siapa sosok yang tadi dia lihat. Bahkan mereka sempat mengobrol.
“Kamu kenapa, nak?” Bahkan satu katapun tidak berhasil keluar dari mulut Zahra. Tubuhnya semakin membeku saat merasakan hembusan angin di pundaknya. Air matanya semakin membasahi pipi, dia sangat takut sekali saat ini.
“Sudah tau, ya?” Ucap sosok itu.
Seketika pandangan Zahra hitam dan tubuhnya ambruk di dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Mistis #KisahNyata
KorkuKenali aku dengan nama Anntsuny Muliakencana. Nama yang sangat indah menurutku, nggak salah aku memilih nama samaran ini. Beberapa cerita adalah kisah dimana aku mengalaminya sendiri, mesti sedikit dipoles agar dapat kesan lebih horror. Sedangkan b...