3. Teror

1.5K 294 93
                                        

Kalo masih ada saltik tolong tandai ya:))

Happy reading.

〰️〰️〰️

Sinar matahari yang menyorot begitu terik mengenai punggung seorang gadis yang terlelap. Saat merasa sengatan matahari itu kian membuat punggungnya berkeringat, dengan tak rela ia membuka mata.

Tubuhnya berguling ke sana kemari, berharap rasa panas di punggungnya berangsur menghilang. Benda berbentuk persegi panjang yang berada di dekat kakinya bergetar. Dengan malas, ia geserkan ponsel itu menggunakan kakinya hingga bisa di capai tangan.

Tertera nama Assyila di sana, sambil merima panggilan itu sebelah tangannya menutup mulut saat menguap.

“Kenapa, Syil?”

“Tolongin gue, Sya.”

Gisya terduduk saat mendengar suara Syila yang sesenggukan. Gadis itu menggelengkan kepala saat pandangannya sedikit memburam.

“Hah? Lo kenapa? Si Gilang putusin lo? Atau lo kecelakaan? Lo di mana? Gue ke sana sekarang,” ucap Gisya panik.

Gue di rumah sendirian.

“Ya udah, jangan ke mana-mana, lima menit lagi gue sampai ke sana.”

Gisya yang sebenarnya masih pusing berusaha mengembalikan kesadarannya, ia harus sampai dengan cepat ke rumah Syila sebelum anak itu melakukan hal yang aneh.

Dengan menggunakan celana training, kaus bergambar donald bebek dan rambut yang di cepol asal, Gisya berlari keluar rumah. Karena jarak rumah Gisya dan Syila bersebelahan dalam waktu lima menit ia sudah berdiri di depan pintu kamar Syila.

“Syil, ini gue! Lo masih di dalam, kan? Cepat buka pintunya!”

“Gisya....” Suara parau Syila yang Gisya dengar semakin menambah kepanikannya.

“Bentar, gue nyari kunci cadangan kamar lo, di tempat biasa, kan?”

Gisya yang memang sudah tahu di mana tempat Syila menyimpan kunci cadangan kamarnya dengan tergesa-gesa membuka pintu kamar. “Aduh... Ini tangan kenapa sih?! Udah tau lagi darurat!” Ia menggerutu saat tangannya malah gemetar untuk memasukkan kunci.

Saat pintu mulai terbuka, Gisya melihat Syila sedang memeluk lututnya sambil menangis di sudut kamar. “Ya ampun! Lo kenapa?”

“Itu....”

Tangan Syila terjulur untuk menunjukkan sesuatu. Gisya tersentak kaget saat melihat foto-foto Syila yang berlumuran darah dan banyak sekali kalimat ancaman pada surat yang terselip di dalam kotak berwarna hitam.

Gisya mengerutkan keningnya, selama berteman dengan Syila, ia tahu Syila adalah orang yang baik. Lantas, kenapa tiba-tiba ada yang meneror Syila seperti ini?

“Syil, mendingan lo ikut ke rumah gue, lagi pula lo sendirian, kan? Orang tua sama abang lo lagi gak ada di rumah. Gue takut ada kejadian yang gak diinginkan terjadi.”

Gisya mengambil kotak berisi foto itu, ia sedikit mengernyit saat bau darah yang begitu pekat tercium oleh hidungnya. Sehabis membuang kotak tadi, ia mengambil tisu di atas nakas, mengusap kedua tangan Syila yang masih berlumuran darah.

Untung orang itu enggak nyelakain Syila. Batinnya saat melihat tangan Syila hanya terkena darah dari dalam kotak itu.

Gisya mengusap pelan bahu Syila yang masih bergetar, ia bantu Syila untuk berdiri. Lihat, bahkan kedua tungkai sahabatnya ini begitu bergetar ketakutan saat ia berdiri. Sesampainya di kamar Gisya, Syila hanya diam dan menatap kosong ke depan. Gisya tahu pasti sahabatnya itu masih shock.

“Tenang Syil, gue bakalan cari tau siapa yang udah ngelakuin ini. Sekarang lo tiduran dulu, ya. Nanti kalo orang tua atau abang lo udah pulang gue bakalan kasih tau mereka kalo lo bakalan nginep di sini.”

Syila hanya menggangguk. Setelah memastikan Syila sudah lebih tenang, Gisya segera mengambil laptopnya. Beruntung besok tidak ada tugas dan tidak ada ulangan karena malam ini Gisya akan memulai pekerjaannya sebagai seorang stalker. Ia akan memastikan bahwa teror ini hanya main-main dan bersifat sementara. Bukan teror yang akan berkepanjangan.

Detik jam terus bergulir, tak terasa sudah satu jam ia menatap layar laptop hingga kedua matanya begitu perih. “Loh... yang terakhir datang ke rumah Syila 'kan Gilang? Masa dia sih yang ngasih foto-foto itu?”

Gisya mengerjapkan mata beberapa kali, kemudian ia berdiri sembari berkacak pinggang. Tangannya beralih mengambil sebotol air mineral yang berada di atas nakas.

“Masa, sih?”

Sudah beberapa kali ia memutar rekaman CCTV itu dan memang benar, tidak ada orang selain Gilang yang berkunjung ke rumah Syila jam dua siang tadi.

Tapi Gisya tidak boleh menuduh Gilang begitu saja. Bukti memang sudah ada, tapi ia masih belum yakin 100% bahwa Gilang yang notabene pacar Syila meneror Syila seperti itu.

Bukankah banyak kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi? Seperti orang yang meneror Syila sengaja menyimpan kotak itu bersamaan dengan kedatangan Gilang. Atau orang itu menyimpan kotak sialan itu di rumah Syila setelah beberapa menit kepergian Gilang.

Iya, Gisya menyebut benda itu kotak sialan.

Gara-gara kotak itu, ketika tertidur Syila banyak mengigau meminta tolong bahkan sesekali menjerit ketakutan dan berakhir dengan menangis sesenggukan. Gisya pikir orang itu sangat cerdik karena mampu mengobrak-abrik CCTV di rumah Syila supaya tidak ketahuan siapapun. Setelah berpikir, ia juga merasa bahwa ada bagian yang hilang dari video itu.

Gisya menghempaskan badan di samping Syila, ia menghadap ke arah sahabatnya itu, melihat jejak air mata yang masih basah di kedua pipinya.

Sepertinya ia perlu menginterogasi Syila tentang kejadian ini. Saat matanya tertutup untuk kembali melanjutkan tidur, tiba-tiba otak cerdasnya teringat akan sesuatu.

“Gue tau harus tanya siapa.”


🔥 TBC 🔥

The Power Of StalkerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang