1. Time Is Money

3.8K 435 212
                                    

Gadis yang sedang menggigit ikat rambut itu menuruni tangga dengan tergesa-gesa, kedua tangannya sibuk mengumpulkan helaian rambut untuk dijadikan satu. Saat sampai di dapur, sudah ada seorang wanita paruh baya yang sedang membuat sarapan. “Ya ampun, Sya. Kamu itu kebiasaan banget subuh gini udah lari-lari, pusing mama lihatnya.” Keluh sang Mama yang sudah bosan melihat kebiasaan pagi Gisya.

“Hehehe... Maaf Ma, Mama 'kan tahu kalo buat Gisya, time is money. Jadi, Gisya gak mau buang waktu sedikitpun. Soalnya—”

“Waktu itu udah kayak uang buat Gisya, sangat berharga,” potong sang mama.

“Aduh... Mama udah hafal banget ya ucapan Gisya,” ujar Gisya sambil memeluk mamanya.

“Udah ah, gak usah peluk-peluk ini mama lagi masak, kamu mau bawa bekal apa ke sekolah?”

“Eh? Gak usah repot-repot Ma, biar Gisya yang masak sendiri.”

Mamanya hanya tersenyum sambil mengusap pucuk kepala Gisya. Orang tua mana yang tidak bahagia melihat anak gadisnya yang remaja kini sudah bisa memasak sendiri? Bahkan, Gisya kerap membuat sarapan jika mamanya sedang sakit. Di rumah, ayah Gisya memang sengaja tidak menggunakan pembantu. Katanya sih sengaja supaya anak gadisnya bisa tambah mandiri.

Sarapan kali ini masih seperti hari biasanya. Adu mulut yang sering Gisya lakukan bersama —Rizan— adiknya menjadi penghangat suasana setiap pagi.

Seperti saat ini, Gisya menyipitkan mata melihat tatapan berbinar Rizan pada piring yang berisi sepotong paha ayam kesukaannya. Gadis itu mengulum bibir, memutar otak untuk mendapatkan paha ayam itu. Tolong ingat bahwa Gisya itu orangnya sedikit pelit, ia tidak akan membagi apapun yang ia sukai kepada orang lain.

“De, ini punya gue. Ambil lagi lah, di dapur masih ada tuh,” kata Gisya sambil merebut piring di tangan adiknya.

“Gak mau kak, mendingan kakak aja yang ambil lagi. Ingat, yang tua harus mengalah kepada yang muda.” Sang adik masih saja mempertahankan piring itu.

Saatnya kita berdrama, batin Gisya menyeringai licik.

“Ya ampun, de! itu di tangan lo ada kecoa,” ucap Gisya sehisteris mungkin supaya sang adik percaya, tak lupa, ia tempelkan sebuah kecoa mainan di tangan adiknya.

“HUAAAA! MAMA, TOLONG...!”

Adiknya lari terbirit-birit sambil menangis ke dapur menghampiri sang mama. Sedangkan Gisya sudah tertawa dengan puas sambil memegang piring yang berisi paha ayam kesukaannya.

“Ya ampun kakak, kamu itu jahil banget. Itu di dapur masih ada ayamnya. Gak usah ambil punya adik mu.” Sang mama kembali bersama Rizan yang masih sesenggukan.

“Penakut,” gumam Gisya. Gadis itu melotot saat Rizan malah menjulurkan lidah untuk mengejeknya.

Ekhem!

Gisya hanya bisa mengerucutkan bibir sambil mengerjapkan mata bulatnya supaya sang mama tidak mengomelinya pagi buta seperti ini karena dia sudah membuat Rizan menangis. Ia tidak rela jika paha ayam kesukaannya ini di makan oleh adiknya. Tapi melihat sang mama yang sudah berkacak pinggang seperti itu maka tamatlah sudah riwayat Gisya, mamanya akan menceramahinya pagi ini.

The Power Of StalkerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang