"Nih minum dulu , biar hangat" Aku menerima secangkir teh hangat yang dibawa Yumi untukku . Lalu meminumnya pelan setelah berterima kasih .seketika rasa hangat menjalar ke tenggorokan dan tubuhku .
"Untung aja kak Hanna mau minjemin bajunya buat lo" Katanya lagi . Aku tersenyum sambil memperhatikan penampilanku sendiri . Aku mengenakan gamis abu-abu dengan corak bunga-bunga milik kak Hanna, kakak ipar Yumi yang memang kesehariannya memakai gamis .
"Iya , bilang makasih buat Kak Hanna ya" Kataku dengan suara serak dan pelan. Yumi mengangguk meng-iya-kan.
Kami kembali terdiam. Aku sibuk menghirup hawa panas dari asap teh yang masih mengepul . Namun peristiwa tadi masih terus terngiang di benakku . Sesak di dadaku tidak mau hilang . Mataku mulai memanas kembali .
Seolah mengerti , Fani menggenggam tanganku yang berada di pangkuan "sebenarnya ada apa sih Ren? Kenapa lo nangis ditengah hujan ?" Tanyanya pelan .
Aku menatap Fani, mengangsur gelas teh keatas meja kecil yang ada disamping tempat tidur Yumi . menarik nafas, lalu menghembuskannya.
"Kenapa kalian enggak bilang ke gue ?" Tanyaku sambil menunduk. Aku bisa tau kalau saat ini mereka heran dan bingung. Lantas aku mendongak dengan mata berkaca-kaca.
"Selama ini kalian tau kalau gue cinta sama Akbar. Tapi kenapa kalian enggak bilang apa-apa? Kenapa kalian diam ?" Tanyaku berusaha menahan sesak di dada.
"Karena lo ... " Jawab Fani sambil mengusap tanganku yang berada dalam genggaman nya . "Selama ini lo mati-matian nyembunyiin perasaan lo dari semua orang . Dan kita enggak mau lo ngerasa di kasihani karena cinta lo yang bertepuk sebelah tangan" Akhirnya air mataku kembali lolos. Fani merengkuh tubuhku yang rapuh ke dalam pelukannya .
"Apa itu juga yang jadi alasan Lian?" Fani melepas pelukannya dan menatapku bingung.
"Maksud lo ?" Tanyanya .
"Jadi Lian juga tau perasaan lo ke Akbar?" Tebaknya saat aku tak kunjung menjawab . Aku mengangguk dalam tangisku .
"Hiks ... apa gue semenyedihkan itu ?" Tanyaku parau . Kembali Fani dan yumi memelukku .
"Lo engga boleh ngomong gitu . Lo enggak menyedihkan Ren, enggak !" Kata Yumi mencoba menyemangatiku .aku bisa mendengar suaranya yang tiba-tiba parau . Sahabatku ikut menangis.
Aku tak menjawab , aku hanya menangis di Pelukan mereka .menangis sampai air mataku bisa menghapus luka di hatiku .《
《
《"Ren" Panggil Yumi saat perasaanku sudah mulai tenang. Lalu menatap sahabatku itu .
"Kenapa sih lo enggak pernah bilang ke Akbar tentang perasaan lo ?" Aku tidak langsung menjawab, aku menghela nafas sejenak.
"Karena gue enggak mau Akbar ngejauhin gue" Balas ku . "Akbar pernah bilang, kalau wanita itu kodratnya menanti pernyataan cinta , bukan memberi pernyataan" Lanjutku saat kembali mengingat kata-kata Akbar dulu . Kata-katanya yang penuh idealis.
"Lagipula gue cukup tau diri kalau gue engga pantes buat dia"
Siapa yang ingin ku bohongi ? Sekuat apapun aku menyangkal, nyatanya memang seperti itu. Akbar terlalu indah untukku miliki . Dia terlalu jauh untukku kugapai .
"Tapi lo bukan lagi Veren yang dulu" Sanggah Yumi . Aku menggeleng mendengar sanggahannya .
"Bangkai , di bungkus seindah apapun enggak akan berubah jadi emas" Balasku seolah menampar diriku sendiri .
"Tapi lo bukan Bangkai" Kata Fani berusaha menyadarkan ku ."Lo enggak sehina itu sampai harus di samain sama bangkai, Ren''
"Pelacur aja masih punya mimpi untuk punya pendamping yang soleh . Istighfar"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Fatimah Az-zahra(END)
EspiritualJUDUL AWAL "CINTA DALAM DO'A" Dialah Veren Ardina Wijaya, gadis 22 tahun yang memiliki segalanya. Termasuk pacar tampan dan populer seperti Lian Alvaro. namun di lain sisi juga menyimpan sebuah nama yang selalu menghiasi di setiap doanya sejak lama...