Duapuluh

8.8K 518 3
                                    

"Nih minum dulu , biar hangat" Aku menerima secangkir teh hangat yang dibawa Yumi untukku . Lalu meminumnya pelan setelah berterima kasih .seketika rasa hangat menjalar ke tenggorokan dan tubuhku .

"Untung aja kak Hanna mau minjemin bajunya buat lo" Katanya lagi . Aku tersenyum sambil memperhatikan penampilanku sendiri . Aku mengenakan gamis abu-abu dengan corak bunga-bunga milik kak Hanna,  kakak ipar Yumi yang memang kesehariannya memakai gamis .

"Iya , bilang makasih buat Kak Hanna ya" Kataku dengan suara serak dan pelan.  Yumi mengangguk meng-iya-kan.

Kami kembali terdiam. Aku sibuk menghirup hawa panas dari asap teh yang masih mengepul . Namun peristiwa tadi masih terus terngiang di benakku . Sesak di dadaku tidak mau hilang . Mataku mulai memanas kembali .

Seolah mengerti , Fani menggenggam tanganku yang berada di pangkuan "sebenarnya ada apa sih Ren? Kenapa lo nangis ditengah hujan ?" Tanyanya pelan .

Aku menatap Fani, mengangsur gelas teh keatas meja kecil yang ada disamping tempat tidur Yumi . menarik nafas,  lalu menghembuskannya.

"Kenapa kalian enggak bilang ke gue ?" Tanyaku sambil menunduk.  Aku bisa tau kalau saat ini mereka heran dan bingung. Lantas aku mendongak dengan mata berkaca-kaca.

"Selama ini kalian tau kalau gue cinta sama Akbar.  Tapi kenapa kalian enggak bilang apa-apa?  Kenapa kalian diam ?" Tanyaku berusaha menahan sesak di dada.

"Karena lo ... " Jawab Fani sambil mengusap tanganku yang berada dalam genggaman nya . "Selama ini lo mati-matian nyembunyiin perasaan lo dari semua orang . Dan kita enggak mau lo ngerasa di kasihani karena cinta lo yang bertepuk sebelah tangan" Akhirnya air mataku kembali lolos. Fani merengkuh tubuhku yang rapuh ke dalam pelukannya .

"Apa itu juga yang jadi alasan Lian?" Fani melepas pelukannya dan menatapku bingung.

"Maksud lo ?" Tanyanya .

"Jadi Lian juga tau perasaan lo ke Akbar?" Tebaknya saat aku tak kunjung menjawab . Aku mengangguk dalam tangisku .

"Hiks ... apa gue semenyedihkan itu ?" Tanyaku parau . Kembali Fani dan yumi memelukku .

"Lo engga boleh ngomong gitu . Lo enggak menyedihkan Ren,  enggak !" Kata Yumi mencoba menyemangatiku .aku bisa mendengar suaranya yang tiba-tiba parau . Sahabatku ikut menangis.
Aku tak menjawab , aku hanya menangis di Pelukan mereka .menangis sampai air mataku bisa menghapus luka di hatiku .



"Ren" Panggil Yumi saat perasaanku sudah mulai tenang. Lalu menatap sahabatku itu .

"Kenapa sih lo enggak pernah bilang ke Akbar tentang perasaan lo ?"  Aku tidak langsung menjawab,  aku menghela nafas sejenak.

"Karena gue enggak mau Akbar ngejauhin gue" Balas ku . "Akbar pernah bilang,  kalau wanita itu kodratnya menanti pernyataan cinta , bukan memberi pernyataan" Lanjutku saat kembali mengingat kata-kata Akbar dulu . Kata-katanya yang penuh idealis.

"Lagipula gue cukup tau diri kalau gue engga pantes buat dia"

Siapa yang ingin ku bohongi ?   Sekuat apapun aku menyangkal, nyatanya memang seperti itu. Akbar terlalu indah untukku miliki . Dia terlalu jauh untukku kugapai .

"Tapi lo bukan lagi Veren yang dulu" Sanggah Yumi . Aku menggeleng  mendengar sanggahannya .

"Bangkai , di bungkus seindah apapun enggak akan berubah jadi emas" Balasku seolah menampar diriku sendiri .

"Tapi lo bukan Bangkai" Kata Fani berusaha menyadarkan ku ."Lo enggak sehina itu sampai harus di samain sama bangkai,  Ren''

"Pelacur aja masih punya mimpi untuk punya pendamping yang soleh .  Istighfar"

Bukan Fatimah Az-zahra(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang