part 5. Makan

6 2 0
                                    

Berkali-kali Icha menghela nafas lelah ketika melihat pengunjung caffe yang semakin padat. Tapi ada satu hal yang menarik perhatiannya, pria yang duduk disudut cafe dengan melipat tangan didada dan mata terpejam sehingga ia tidak menyadari beberapa orang  menggunakan kesempatan itu untuk memotret wajah tampannya.

"Kak Dama kok disini? Mau pesen makan atau minum?" Ucap Icha berusah beramah tamah.

"biarin aja Cha. Sudah 2 jam dia duduk disini tanpa memesan apa pun. Mbak udah capek nawarin" ucap Sinta. Icha membulatkan matanya kaget bagaimana ia tidak menyadarinya.

"Kak Dama" Icha memberanikan diri untuk menguncang bahu pria tersebut. Merasa terusik Dama membuka mata dan melepas hearphonenya. Dama sangat ingin melempar orang yang berani mengganggu ketenangannya jauh dari muka bumi ini tapi dia dengan cepat membatalkan niatnya ketika melihat siapa yang berdiri dihadannya dengan wajah polos.
"Ternyata pakek hearphone toh pantes gak denger" batin Icha.

"Kak Dama kok disini? Mau ketemu Icha?" Sedetik kemudian Icha merutuki dirinya sendiri. Sudah sangat jelas Dama kemari hendak makan tidak mungkin mencari dirinya.
"Ikut" ucap Dama menarik tangan Icha.
"Ikut? kemana kak?" Tanya Icha tapi diabaikan oleh Dama. Dia pun lebih memilih diam ketika Dama membawanya kemobil.
***

Bibir Icha sudah gatal ingin menanyakan mereka sebenarnya mau kemana tapi ia takut tidak akan menerima jawaban apapun selain lirikan mata.
"Laper" ucap Dama. Icha berdecak memijit pelipisnya, ia tidak bisa membayangkan satu bulan selalu bersama orang kaku seperti Dama.

"Bisa gak sih kak jangan irit banget ngomongnya itu bisa bikin perlahan orang menjauh dari kak. mulut kakak bukan mobil kan yang perlu pelumas biar irit bensin." Ceblos Icha yang di hadiahi tatapan tajam milik Dama.
"Hm!" Ucap Dama sangat teramat dingin mungkin orang lain sudah kabur mendengar nada bicara dan tatapan Dama tapi berbeda dengan Icha yang semakin gencar menasehati pria itu.

"Kata mamanya Icha Saat kamu menutup telingamu untuk nasehat, kamu akan jadi sok benar dan itu akan menghancurkan hidupmu sendiri. Sebagai anak muda, kamu butuh sekali nasihat supaya kamu tahu apa yang harus kamu lakukan dalam hidupmu. Jadi kalau ada yang nasehatin kak Dama jangan masang tampang pengen bunuh orang kayak gitu apa lagi jawabannya 'hm' enggak sopan kak" ucap Icha panjang lebar yang hanya dibalas deheman malas dari Dama. Gadis itu menekuk wajahnya kesal percuma saja ia berbicara sampai mulutnya berbusa sepertinya tidak dihiraukan. Dama hanya melirik sekilas wajah Icha.

Tapi dibalik wajah tidak peduli itu tanpa sadar hati pria itu menghangat mendengar penuturan gadis yang ia temui beberapa hari lalu dan sekarang berstatus sebagai pacarnya.

"Sebenarnya kita mau kemana sih kak? Perasaan dari tadi cuma muter-muter gak jelas tanpa tujuan kayak hidupnya kakak.ups!" ucap Icha memukul mulutnya sembari menggerutu kesall. Dama terseyum tipis sangat tipis nyaris tak terlihat menurutnya Icha sangatlah aneh dengan mulut asal ceplosnya itu.

"Makan" satu kata yang keluar dari bibir sexy Dama mampu membuat Icha melonggo. Jadi selama satu setengah jam ini mereka hanya muter gak jelas mencari tempat makan saja. Icha menepuk jidatnya dengan perasaan dongkol ia mengelus dadanya sabar " kenapa gak makan dicafe aja sih kak dari pada keliling kayak gini. Nih liat pantat Icha yang udah tepos jadi kayak triplek karena kelamaan duduk" ucap Icha menepuk pantatnya prihatin. Dama hanya fokus menyetir tanpa ada niat menoleh sedikit pun kesamping.

"Lebay" ucap Dama. Ingin rasanya Icha menggaruk wajah datar yang selalu dipasang Dama itu tapi ia masih ingin hidup.
"Astagfirulahalajim tabahkanlah hati Icha yang rapuh ini tuhan. Dan berikan Icha kesabaran dalam menghadapi pria disamping Icha ini." Icha mengadahkan kedua tangannya berharap doanya segera terkabulkan.
"Alay!"
***
Mobil Dama berhenti didepan sebuah lestauran mewah. Icha juga pernah mendengar harga makanan disini sungguh fantatis. Dama keluar dari mobil terlebih dahulu diikuti oleh Icha yang mengekor dari belakang.

Dekorasi lestauran yang unik dan menarik membuat Icha tanpa sadar tergagum sendiri melihatnya.

"Aduhhhh" keluh Icha mengosok dahinya karena terbentur dengan punggung Dama."Kalau mau berhenti bilang dong kak. Kakak pikir kena punggung kak itu enggak sakit"
"Bacot!" Ucap Dama menatap tajam manik mana coklat milih Icha.

Icha mendengus kesal kembali mengikuti Dama duduk di dekat jendela sehingga mereka bisa melihat orang yang berlalu lalang.

Seorang pelayan menghampiri meja mereka. Pelayan itu tergolong cantik dan sedari tadi ia sibuk mencuri pandang ke Dama.
"Steak sapi dan lemon tea" ucap Dama.

Icha tersadar sedari tadi ia belum memilih makanan karena sibuk memerhatikan pelayang penggoda itu. Ketika Icha membuka buku menu, gadis itu menganga lebar harga makanan disini sungguh luar biasa. Icha memandang Dama dan pelayan itu bergantian lalu meletakkan buku menu dengan hati-hati. "Air putih aja" ucap Icha.

"Yakin?" Tanya Dama heran pasalnya ia mendengar sendiri perut Icha minta di isi.
"Iya" jawab Icha mantap
"Baik. Permisi" pelayan itu membungkuk hormat menatap sinis kearah Icha.

Lagi-lagi Dama membuat Icha menelan salivanya susah payah. Dama terlihat makan dengan lahap, sedari tadi mata Icha mengikuti gerakan tangan Dama mulai dari memotong daging yang empuk hingga potongan itu sukses dilahap tanpa sisa. Tanpa sadar Icha mengusap perutnya dan mulutnya ikut bergerak seakan dia juga makan seperti Dama.

"Iler lo netes" ucap Dama. Spontan Icha mengusap bibirnya ini sungguh memalukan.
"Yah tercyiduk deh" ucap Icha dengan wajah memerah.
***
Icha turun dari mobil Dama dengan perasaan riang membawa banyak paper makanan. Ternyata Dama dengan baik hatinya memasan makan untuk dibungkus.

Seyum indah yang tadi sempat terukir dibibir Icha seketika luntur melihat dua orang dengan angkuhnya berdiri dihadapannya.
"Bagus kamu mau belajar jadi jalang!" Anita melangkah mendekati Icha dan dalam sekali hentakan bungkusan yang Icha terlepas dari tangannya dan berserakan di lantai.

"Kenapa sih mama selalu kasar dengan Icha berbeda jika itu kak Ara, mama pasti akan selalu bersikap lembut" tutur Icha dengan mata berlinang air mata.
"Emang kamu siapa sampai harus saya sayangi? Kamu gak lebih dari anak tiri yang jadi parasit dikehidupan kita" ucap Anita tanpa dosa menarik rambut Icha.

"Udah ma, gak liat air mata bawangnya udah keluar mending kita kunci aja dia dikamar." Ujar Ara. Tanpa kasian Ara mencekal dan menyeret lengan Icha hingga memerah.
"Akh pelan-pelan kak, tangan Icha sakit" ucap Icha memelas.
"Gue gak peduli, Masuk!" Ara mendorong tubuh Icha tak lupa mengunci pintu. Icha hanya mampu menangis dan megangi perutnya sebab ia hanya makan tadi pagi saja.
                         ¤¤¤
Gimana guys? Nambah ngaur kayaknya ya😄

Aku cuma ingetian ya, jangan lupa untuk vote dan komen:)

MACHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang