Part 8. Bolos

10 1 0
                                    

Setelah lama berkeliling sekolah akhirnya Dama menemukan Icha sedang menangis ditaman belakang. Sedikit ragu Dama melangkah mendekati Icha lalu tanpa sadar tangannya bergerak untuk memeluk tubuh Icha dari belakang "Jangan nangis"

"Kenapa gak seorang pun biarin Icha bahagia meski untuk sesaat saja" ririh Icha mencoba melepaskan tangan Dama. Jujur saja jantung Icha sudah tidak bisa dikontrol ketika menerima perlakuan Dama.

"Stt gue gak suka liat cewek nangis" ucap Dama meletakan dagunya dipundak Icha.
"Jika tidak suka melihat perempuan menangis lalu kenapa menjadi penyebab seorang perempuan menangis?" Ucap Icha menusuk
"Maaf" hanya satu kata yang mampu Dama ucapkan, sebenarnya ia tidak terlalu mengerti apa penyebab Icha menangis.
"Seharusnya Icha yang minta maaf. Icha lagi PMS makanya jadi terlalu sensitif"

"Ayo" Dama menarik paksa tangan Icha agar mengikutinya.
"Kita mau kemana kak?"
"Bolos" mata Icha membulat sempurna mendengar satu kata yang pantang bagi dirinya lakukan.
"APA?!"
***
"Astaga...kak Dama gak mau nyulik Icha yang imut cantik bin ngemesin ini kan? Jangan bilang kakak mau nyekap Icha di gudang trus di perkosa setelah puas kak Dama bunuh Icha trus semua organ tubuh Icha di jual ke mafia jangan bilang daging Icha mau di jual ke dagang sate kambing dan bakso...TIDAKKK" Dama menepikan mobilnya tidak tahan mendengar Icha trus berteriak bagai orang kesetanan.

Dama mencondongkan tubuhnya kesamping sehingga secara tidak langsung tubuh Icha terhimpit oleh tubuhnya. "Bacot!" Ucap Dama penuh penekanan mengintimidasi Icha. Icha mengerjapkan matanya gugup, ia tidak berani menatap mata Dama.
"Sejujurnya berkata kasar itu dosa! semoga saja tuhan tidak membuang anda ke neraka" Icha berucap sedikit takut tapi dia memberanikan diri mendorong dada Dama agar menjauh darinya.

"Neraka adalah rumah gue" Dama menarik tubuhnya dan mulai melajukan mobilnya membelah jalanan sebelum itu ia tersenyum tipis sangat tipis sampai Icha tidak menyadari sebab ia masih sibuk mengontrol detak jantungnya yang menggebu.
"Astoge dia berbakat bikin jantungan mendadak" Icha mengumpat dalam hati.

Sepanjang jalan hanya keheningan yang terjadi. Icha terlalu enggan membuka suara dan Dama yang fokus menyetir.

Mata Icha terbinar melihat sebuah ayunan, ketika Dama memarkirkan mobilnya disebuah cafe bergaya klasik yang langsung berhadapan dengan taman.

Icha berlari penuh semangat tanpa memperdulikan tatapan orang sekitar yang memandang aneh dirinya, sebab bermain ayunan anak kecil.
"Kak tolong dong, dorongin biar ayunannya gerak sendiri"
"Bocah!" Balas Dama tapi tetap berdiri dan mendorong ayunan Icha.
***
Lelah bermain ayunan mereka pun beristirahat dan memejamkan mata sejenak dibawah pohon deket taman.

"Kak Dama laperr" rengek Icha seperti anak kecil menarik kecil ujung seragam Dama. Akan tetapi, Dama masih betah memejamkan matanya mengabaikan ocehan Icha.

"udah ah mending Icha cari makan sendiri kalau nunggu kak Dama, keburu lewat lebaran monyet" putus Icha pada akhirnya tetapi belum sempat Icha melangkah seseorang sudah lebih dulu melangkah meninggalkannya.
"Dasar mahluk gaib" cibir Icha menyusul Dama.

"Ish kak mau kemana lagi sih?"
"Cafe! Makan" Icha menghela napas mendengar jawaban Dama yang ogah-ogahan.
Tersadar akan sesuatu Icha menghadang jalan Dama "Ett untuk hari ini enggak usah makan di cafe, tapi kita akan cari makanan favorite Icha dan Icha yang akan traktir."  seru Icha antusias menarik tangan Dama yang langsung ditepis kasar oleh sang empunya tangan.

"Ups sorry Icha khilaf" Icha menggaruk tengkuknya salting menerima penolakan dari Dama.

"Bang bakso spesial 1 pakek mie kuning kalau gak ada mie soun juga boleh, jangan di isi sledri bawang gorengnya banyakin kuahnya juga trus baksonya yang gede  lengkap dengan pangsit,telur,somay,tahu dan abang yang ngisi kecap sausnya biar pas. Abistu bakso biasa satu"
"Siap neng"

MACHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang