Seharusnya aku sadar. Sudah lama aku bersabar. Namun kau bersikap hambar. Sebenarnya aku tahu kau sadar. Kita hanya menunggu kalimat itu terlontar. Kemudian kita menjauh seolah tak saling kenal. Seharusnya dari awal aku bersikap netral. Membiarkan kita sebatas teman. Aku tahu kau sudah bosan. Tak perlu mengulur waktu hanya untuk menebar garam pada luka. Bila akhirnya semua sia-sia, tak perlu kita menunggu luka kian menganga. Aku mengerti. Sedari awal kau tak pernah menaruh hati. Namun aku terus bersikap kekanakkan. Meminta kepastian. Menumbuhkan harapan. Padahal dari sorot matamu menjelaskan bahwa kita hanya sebatas teman. Kini aku memang pantas menanggung kepatahan. Pasalnya kau terpaksa menjalani hubungan. Seharusnya aku sadar. Suara rinduku tak pernah ingin kau dengar. Jadi buat apa menunggu? Kita akhiri sekarang agar kau tak lagi bimbang. Meski akhirnya hanya aku yang tak tenang, asal kau senang aku rela melepas sekarang.
- Haefa Septiani
KAMU SEDANG MEMBACA
Br(OK)en
PoetrySaat mata tak mampu mamandang, bibir tak mampu mengucap, maka hanya tangan yang dapat menyampaikan perasaan. Hidup bukan hanya sekedar mencari kata tenar, tapi tetap bersabar meski segalanya terasa tak wajar. Saat patah hati, apa yang kamu butuhka...