ten.

4.9K 827 36
                                    

Terima kasih sudah voment❤️
.
.
.
Rintik hujan yang turun tak menganggu para pejalan kaki yang tengah sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Sama halnya dengan sosok pemuda manis yang berdiam diri ditengah kerumunan manusia super sibuk itu—ia tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Tak lama, pemuda manis itu menghela napas. Ia mulai melangkahkan kakinya menuju sebuah minimarket 24 jam yang nampak sepi. Bukan, ia kesana bukan untuk berteduh—untuk apa? Ia hanya makhluk tak kasat mata yang bahkan air hujan saja tak bisa menyentuhnya.

Pemuda manis itu—atau Wonwoo, hanya berdiri di depan minimarket tersebut. Berteduh dibawah atap berwarna hijau. Sepasang manik rubahnya menatap kosong tirai hujan yang tersaji dihadapannya.

Hujan mengguyur kota sore ini. Tidak terlalu deras, namun tetap bisa membuat basah kuyup jika nekat menembusnya, dan juga berdurasi lama, entah sudah berapa jam hujan turun—bahkan Wonwoo tadi sempat mengunjungi Soonyoung di sanggar tarinya; melemparkan ejekan untuk pemuda sipit yang tak bisa pulang karena tak membawa payung.

Hubungan Soonyoung dan Wonwoo sudah membaik. Soonyoung tak lagi marah padanya, tak lagi menanyakan mengapa ia berhenti menuliskan memo untuk Mingyu, tak lagi pula memaksanya mencoba berbagai metode untuk membuatnya terbangun dari tidur panjangnya.

Mungkin Soonyoung sudah mencapai batasnya. Setiap manusia pasti memiliki rasa putus asa. Danyeah, mungkin Soonyoung sudah menyentuh batasan itu.

Wonwoo tak tau, apakah ia harus bersyukur atau justru bersedih dengan keadaan Soonyoung yang tak lagi terlalu menunjukkan kepeduliannya. Entahlah, mungkin orang awam akan melihat jika Soonyoung masih sedikit memendam rasa kesal, namun bagi Wonwoo, ia bersyukur jika sahabat sipitnya itu sedikit demi sedikit mengabaikannya.

Soonyoung harus terbiasa hidup tanpa dirinya bukan?

"Mau mampir ke apartemenku? Masih hujan, dan rumahmu 'kan jauh darisini."

Wonwoo mendengarnya, suara seorang gadis yang agak familiar untuknya, namun ia memilih untuk mengabaikannya. Lagipula, pemandangan dan suara rintik hujan lebih menarik ketimbang sosok gadis itu.

"Akan kupertimbangkan jika aku mendapatkan bonus segelas coklat hangat," timpal seorang pemuda.

Wonwoo reflek menoleh, ia menatap terkejut kearah sepasang pemuda-pemudi yang baru saja keluar dari minimarket dan tengah membuka masing-masing payung mereka.

Mereka—Mingyu dan Eunbi.

Pemuda manis itu menggeser posisinya, yang semula tepat berada disebelah pintu masuk, menuju ke balik mesin minuman yang memang berada di depan toko. Wonwoo tak tau mengapa ia melakukan ini, yang terbersit dipikirannya hanyalah—jangan sampai Mingyu melihatnya.

"Baiklah, segelas coklat hangat dan juga cheesecake? Kemarin malam Yuju baru saja membelikanku cheesecake di cake shop yang baru buka pekan lalu, yang didekat stasiun itu. Kau tau 'kan Mingyu?"

"Ah, toko yang itu. Seokmin pernah mengatakan padaku jika kue disana cukup enak."

"Dan murah. Itu yang terpenting. Kapan-kapan kita kesana ya? Kau harus menraktirku."

Setelah itu yang Wonwoo dengar adalah suara tawa Mingyu—yang terdengar begitu merdu ditelinganya. Ah, mengapa jatuh cinta bisa membuat segala halnya menjadi begitu aneh? Ini menggelikan ketika ia bahkan merasa bahagia hanya dengan mendengar tawa Mingyu, yang bahkan tidak ditujukan untuknya.

Tubuh kurus itu merosot, dari yang semula berdiri menjadi berjongkok, ia memeluk lututnya sendiri dan menyandarkan dagunya pada lututnya. Manik rubahnya menatap kosong pemandangan dihadapannya—orang-orang yang berlalu lalang dihadapannya.

Memo [Meanie] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang