two.

5.9K 944 52
                                    

Sosok itu—yang menatap Mingyu dari kejauhan hanya bisa tersenyum kecut saat memo pertamanya untuk Mingyu berakhir mengenaskan.

Dibuang.

Ia menangkat kedua tangannya, menatap tangan yang sudah menulis tulisan—yang menurut Mingyu begitu buruk. Ia tidak marah pada Mingyu, ia marah pada dirinya sendiri, bagaimana bisa ia memberikan sesuatu yang tidak indah itu pada Mingyu?

Pemuda tan itu pasti jijik setengah mati.

Ia menghela napas lagi.

Ia memutuskan untuk mengikuti Mingyu yang kini tengah berjalan ke kelasnya.

Sosok itu—seorang pemuda manis dengan sepasang manik bak rubah—mengikuti Mingyu dengan tenang. Ia menjaga jarak dari Mingyu, tak terlalu dekat, namun juga tak terlalu jauh. Jarak aman untuk mengikuti pemuda populer yang tengah dihujani dengan tatapan memuja—sekaligus takut.

Sosok itu tersenyum tipis. Mingyu itu populer, idaman semua orang.

Sementara dirinya?

Ia hanya orang biasa. Tidak tampan, tidak juga terlalu pintar—dan sangat lemah.

Sosok itu berhenti, ia memutuskan untuk mengamati Mingyu dari balik jendela kelas pemuda tan itu.

Ia masih berdiri disana, memandang Mingyu yang tengah menyumpal kedua telinganya dengan earphone dan mulai memejamkan mata, terlihat tidak peduli pada keadaan sekitar.

"Hei, lihatlah, Mingyu sunbaemin semakin tampan saja!"

"Aku heran, dia itu ditakdirkan selalu tampan ya? Saat tidur saja dia tampan begitu."

Sosok itu tersenyum tipis—dalam hati membenarkan ucapan dua siswi tingkat pertama yang tengah menatap Mingyu dengan tatapan memuja, jangan lupakan wajah keduanya yang memerah hanya karena menatap paras tampan Mingyu.

Lama berdiri disana, sosok itu memutuskan untuk pergi.

Bukan.

Bukan karena bel yang sudah berbunyi ataupun kedatangan guru yang mengajar.

Melainkan karena sosok gadis manis yang duduk manis dihadapan Mingyu setelah mendaratkan sebuah kecupan dibibir pemuda itu.

Sosok itu tersenyum sedih.

Sampai kapanpun, ia tidak akan pernah bisa mengalahkan gadis yang merupakan kekasih Mingyu itu.

Keduanya terlalu berbeda.

Dan ia yakin.

Ia tidak akan pernah bisa bersatu dengan Kim Mingyu.

.-.-.

"Kenapa wajahmu keruh begitu? Siapa lagi yang kau ajak ribut?" tanya gadis itu setelah mendaratkan sebuah kecupan di bibir Mingyu—membuat empunya membuka mata dan menatap malas kearah gadisnya.

"Tidak ada yang kuajak ribut," balas Mingyu.

Gadis itu tertawa, "Kalau tidak ada, mana mungkin Seokmin menelponku dan memintaku untuk menceramahimu, hm?"

"Astaga Jung Eunbi, berhentilah berurusan dengan si kuda itu," kesal Mingyu.

"Kenapa~? Aku hanya khawatir padamu, makanya aku tetap berurusan dengan teman-temanmu itu. Jadi, katakan padaku, apa kalian bertengkar?"

Kim Mingyu tersenyum tipis, ia mengusap lembut surai gadisnya, "Hanya masalah lelaki, paling besok sudah selesai."

Eunbi memicingkan matanya, menatap tajam Mingyu. Setelahnya ia menghela napas ketika bel masuk berbunyi. Ia menyodorkan jari kelingkingnya, "Janji padaku, kau harus berbaikan dengan mereka secepatnya. Oke?"

Mingyu menggapai jari kelingking itu, "Iya, aku janji. Sudah sana pergi ke kelasmu. Haruskah aku mengantarmu?"

"Kalau kau mengantarku, yang ada kita malah bolos," cibir Eunbi—memancing tawa kecil dari Mingyu.

Pemuda itu menunjuk pipinya—isyarat untuk meminta ciuman dari gadisnya, yang tentu saja dituruti oleh gadis manis itu.

Eunbi tertawa ketika senyum Mingyu mengembang lebar. Ia pun langsung pergi dari kelas Mingyu sebelum pemuda rupawan itu menyeretnya untuk bolos dan menghabiskan waktu berdua.

Sepeninggal Eunbi, Mingyu langsung keluar kelas. Ia sama sekali tidak mood untuk mengikuti pelajaran.

Ia langsung mengirimkan sebuah pesan kepada Seokmin. Pesan yang berisi permintaan untuk bertemu diatap—berdamai.

Sebenci apapun Mingyu pada kedua sahabatnya, hanya merekalah yang mau berteman dengannya tanpa memandang kepopulerannya. Hanya mereka, yang benar-benar melihatnya sebagai Kim Mingyu, seorang pemuda bodoh nan arogan.

.

.

.

.

Tbc.

Memo [Meanie] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang