[17] Embraceable You

3.1K 347 27
                                    

"Sweet Mileva."

Aku berhenti mendorong troli sampah. Lisa sedang duduk di lantai koridor, salah satu telinganya tersumpal headset. Gadis itu menenteng sebuah tote bag putih di bahu, seperti hendak pergi.

"Ada apa, Lisa?" tanyaku.

Lisa berdiri di sebelahku, merapikan lengan kemeja bermotif kotak yang dikenakannya. "Ada seorang pria datang mencarimu."

"Seorang pria?"

Lisa mengangguk. "Iya, dia duduk di tangga luar. Katanya dia berusaha meneleponmu tapi ponselmu sedang tidak aktif," katanya. "Sudah dulu ya. Aku sedang buru-buru."

Gadis itu setengah berlari sambil melirik jam tangan, tak memberikanku kesempatan untuk bertanya siapa si pria yang dia maksud. Atau setidaknya bagaimana penampilannya, agar aku bisa mengenalinya. Siapa yang datang pada hari libur begini?

Aku melanjutkan langkah membawa troli berisi sampah. Melalui pintu kaca, bisa kulihat seorang pria sedang duduk di puncak tangga, membelakangi arah kedatanganku. Tubuhnya dibalut jaket jins. Beberapa meter di depan sana, sebuah sepeda motor berwarna merah sedang terparkir. Aku langsung tahu siapa pria itu.

Baru saja akan berbalik diam-diam, tatapanku justru berjumpa dengan pria itu, yang menolehkan kepala ke belakang seperti dia mendengarku menyebut namanya di dalam hati--aku menyebutnya disertai kata makian, asal kau tahu. Tak ada waktu untuk berlari kembali ke dalam atau mengubah diri menjadi seekor kutu. Mau tak mau, aku melanjutkan langkah ke luar.

Dia bangkit dari puncak tangga, menghadang troliku. Mulutnya baru akan berbicara ketika aku mengangkat tangan ke depan wajahnya, mendahuluinya berbicara. "Aku tahu, aku tahu. Pakaianku sangat jelek. Sebenarnya ini bukan tanpa alasan. Aku sedang membersihkan rumah jadi untuk apa mengenakan pakaian yang bagus, iya kan?"

Nils memutar bola mata. "Sudah selesai bicaramu?"

"Kau mau apa?" tanyaku ketus.

"Mengapa kau berbicara seperti itu? Bukankah aku sudah meminta maaf kemarin?"

Benar dugaanku. Appy polly loggy, Cheena, adalah kalimat yang ia maksudkan untukku.

"Baiklah, kau mau apa?" ulangku, hanya saja kali ini dengan nada yang tidak ketus.

"Kau sedang apa?" tanyanya.

Aku mengernyit heran. Tidakkah ia lihat kalau aku sedang membuang sampah? Aku bahkan tadi sudah bilang kalau aku tengah membereskan rumah. "Yang jelas aku tidak sedang menari balet," jawabku.

Nils berdecak kesal. "Tidakkah kau mengerti itu namanya basa-basi?"

"Benarkah? Kupikir kau bukan tipikal pria yang berbasa-basi," sahutku.

"Lupakan soal itu." Nils menggeleng. "Aku ingin kau ikut denganku."

"Apa? Mengapa? Ke mana?"

"Aku akan menjelaskannya nanti dalam perjalanan," katanya. "Sekarang cepat buang semua sampah ini dan ganti pakaianmu."

Aku menggeleng. "Tidak, aku tidak mau," sahutku. Kuteruskan langkah ke samping gedung apartemen. Pria itu mengikuti langkahku tanpa menyerah. Dengan troli kosong aku berbalik menuju ke dalam. Dia menarik lenganku.

"Dengar," katanya, "kemarin kau bilang kau tahu apa yang terjadi padaku di masa lalu, bukan?"

Aku tak menjawab.

"Siapa yang mengatakannya padamu?"

Dengan enggan aku menjawab, "Jim."

"Sudah kuduga." Nils mengangguk singkat. "Apa saja yang dia katakan padamu?"

Sincerely, Your Boss [Nils Rondhuis]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang