[19] Pria yang Bercerita di Kereta

3.3K 374 107
                                    

Pada awal musim dingin itu aku sedang duduk menghadap jendela, sesekali menyesap teh ditemani sebuah majalah. Seorang wanita dengan turtleneck hitam yang duduk dengan manis menghiasi sampul majalah itu. Kuamati wajahnya yang kalem namun memancarkan kekuasaan.

Itu Marielle Dumoulin.

Kembali dengan Semangat Baru!

Begitu tulisan yang tercetak persis di bawah kakinya yang jenjang.

Aku membuka majalah dan langsung melompat ke halaman yang memuat artikel tentang Marielle. Ada beberapa foto di halaman-halaman itu, yang menunjukkan Marielle duduk di paviliun rumahnya yang mewah; berdiri di sebuah studio menghadapi sekumpulan orang-orang muda dengan beragam alat musik di tangan; dan memegang mikrofon dengan rambut berkilau ditimpa sinar lampu sorot.

Karier Marielle Dumoulin sempat meredup pascaperceraiannya dengan Wiebrand Rondhuis, pemilik perusahaan konstruksi raksasa Rose Horizon. Namanya menghilang secara mendadak dari media beberapa tahun silam. Belakangan, dia kembali dengan semangat baru meski tak lagi mendulang karier sebagai seorang penyanyi Jazz.

"Suaraku berubah," tandasnya. "Itu berkat rokok dan alkohol yang kukonsumsi. Depresi menenggelamkanku. Aku cukup menyesalinya, tetapi itu tidak membuatku berhenti mencintai musik."

Dumoulin mengungkapkan bahwa dia kini berusaha menjalani hidup sehat dengan berolahraga dan makan makanan sehat. "Aku mungkin tak lagi bisa bernyanyi sebagus dulu, tetapi aku masih bisa bermain musik. Untuk itu, aku perlu tubuh yang sehat dan kuat."

Saat ini Dumoulin tengah menikmati posisinya sebagai salah satu pelatih di kelas musik Last Paradise. Ketika ditanya dari manakah ia mendapatkan semangat baru, ia menjawab dengan tawa gembira. "Putrakulah semangatku. Dia yang mendorongku untuk melakukan ini. Dia memberiku harapan bahwa orang bisa bangkit kapan saja dari keterpurukan--tak peduli meski umurku sudah senja seperti ini."

Aku telah membaca ratusan atau bahkan ribuan artikel selama aku hidup, tetapi tak ada yang semenyentuh artikel ini. Kututup majalah itu, lalu kusesap teh terakhir di cangkir. Aku melompat dari bangku dan berjalan meninggalkan kafe. Pikiranku melayang-layang pada barisan kata dan foto Marielle di majalah itu.

Aku tak tahu apakah Nils masih menyimpan buku pemberianku atau tidak. Aku juga tidak tahu apakah dia menghabiskan waktu dengan ibunya lagi. Aku tak tahu apa pun yang terjadi padanya dalam rentang waktu beberapa bulan terakhir selain dia adalah bosku seperti biasa. Tingkahnya tetap dingin dan datar, tetapi omongan para pegawai lain yang menyebut dirinya arogan mulai mereda. Dia hanya masih sulit menampilkan ekspresi meski dalam beberapa kesempatan, dia menyapa balik para pegawai yang menyapanya.

Artikel itu membuatku memikirkan apakah aku berhasil mengubah Nils atau tidak. Sebenarnya aku tahu itu tidak penting. Tapi terkadang ada suara-suara yang menghantui, yang hanya bisa kita dengar di dalam diri kita, yang bertingkah untuk ikut campur dalam kehidupan orang lain meski hanya untuk sekadar tahu apa yang terjadi padanya.

"Hei."

Aku berhenti berjalan dan menoleh ke belakang. Sekumpulan orang lalu-lalang di sekitar, dalam gerak dan arah yang berbeda-beda. Wajah-wajah itu sibuk dengan fokus masing-masing. Tidak ada yang menatapku.

Siapa yang memanggilku?

Apa itu hanya perasaanku saja?

Aku kembali melanjutkan langkah, berencana pulang ke rumah menumpang kereta bawah tanah. Salju belum turun, namun hawa dingin telah menyerang dari berbagai penjuru. Aroma panekuk bertebaran di udara, asalnya dari kedai kecil di ujung jalan. Perutku berkeruyuk.

"Buchenwald."

Suara yang sama. Aku berhenti di tangga stasiun bawah tanah dan menoleh. Lautan manusia memberondong turun menciptakan ombak suara perpaduan obrolan dan langkah kaki. Kucari siapa yang memanggilku, sampai lenganku dicengkeram dan ditarik.

Sincerely, Your Boss [Nils Rondhuis]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang