01

17 1 0
                                    

Malang, 25 Januari 2018

Angin malam terasa mengelus pipiku. Dinginnya malam pun mengingatkanku tentang dirinya. Ya, malam ini sedingin sikap dia kepadaku. Alunan lagu yang aku putar membuatku bernostalgia ke masa SMA. Masa SMA ku memang tak seindah ekspektasiku dulu. Mungkin banyak orang yang menganggap masa SMA itu masa yang paling indah. Ya, begitupun juga harapanku dulu. Namun, banyak kejadian yang membuat masa SMA-ku terasa begitu perih.

Hal itu dimulai saat hari pertama kali ku duduk di bangku SMA. Aku adalah murid pindahan dari Jakarta. Orang tuaku dinas di kota Malang ini. So, aku ikut mereka dan tinggal di Malang. Hal ini terasa biasa saja bagi sebagian orang, namun tidak bagiku. Ini adalah sesuatu yang besar saat aku disuruh memperkenalkan diriku di depan teman-teman baruku. Ya, aku menderita demam panggung yang membuatku gugup untuk berdiri di depan.
"Nama saya Amoureyza Chephzibah Tsifira. Atau bisa dipanggil Fira. Saya murid pindahan dari Jakarta." kataku sambil meremas-remas rokku.
"Baiklah Fira, kamu bisa duduk di kursi kedua." kata Pak Jono yang ternyata adalah guru fisika.

Aku pun mulai melirik ke segala penjuru kelas ini, dan mataku tertuju kepada lelaki manis yang terlihat bosan di pojok belakang sambil memainkan bolpoinnya. Ya mungkin untuk bocah seumurku, dia adalah pria yang cool. Terlihat dari cara berpakaiannya, dia tidak seperti anak yang alim, mungkin agak sedikit nakal. Setelah itu, aku pun duduk di kursi nomor dua. Lalu aku memperhatikan saat Pak Jono menjelaskan.

KRINGG!!!!
Bel pun berbunyi. Ini adalah saat dimana semua anak SMA berkeliaran dan memenuhi tempat dimana tersedia banyak makanan, yaitu kantin. Ini adalah waktunya istirahat, tetapi aku bingung mau kemana. Aku belum pernah menjelajah isi sekolah ini. Tiba-tiba ada seorang perempuan berkuncir kuda berjalan ke arah ku.

"Hey, Fira!
"Eh iyaa, ada apa?" kataku sambil menoleh.
"Ke kantin, yuk! Oh iya kenalin nama gua Riri."
"Oh, ayo!" kataku dengan semangat.

      Kulihat banyak sekali gerombolan kubu memenuhi di kantin ini. Dan saat ku berjalan di hadapan mereka, banyak yang berbisik namun masih bisa ku dengar 'oh ini anak barunya, lusuh amat', 'dekil ewh'. Cacian demi cacian ku dengar. Lalu aku meminta Riri untuk makan di kelas tanpa menghiraukan bisikan mereka.

¤¤¤

Sudah hampir setengah tahun aku tinggal di kota Malang ini. Kini waktunya untuk mempersiapkan Ujian Kenaikan Kelas. Sebagian murid-murid pun mempersiapkan dengan sering datang ke perpustakaan untuk meminjam buku ataupun sekedar membacanya. Aku pun juga berada di perpustakaan yang sama, dimana banyak orang mengerumun untuk mendapatkan buku untuk menambah ilmu dari pelajaran yang terkait.

Sekilas aku risih melihat cowok itu, cowok yang duduk di kursi perpustakaan itu sedang memainkan bolpoin dengan buku yang ada dihadapan wajahnya. Mungkin ia mencuri-curi pandang terhadapku. Aku risih. Walaupun aku tidak melihatnya, namun aku dapat merasakannya. Ya, orang itu bertubuh tinggi dengan tatapan sinis tertuju padaku.

¤¤¤

KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang