Semenjak kekalahan tim basket sekolah kami, semua orang di sekolah ini benar-benar mengabaikanku. Bahkan mereka tidak menghiraukan permintaan maafku. Seolah-olah mereka tidak mendengarkannya. Memang sebagai kapten dari tim basket aku harus bertanggung jawab atas kekalahan tim basket sekolah kami. Tapi keadaan semacam ini benar-benar menyiksaku. Aku hanya bisa tertunduk lesu selama jam pelajaran di kelas.
Disaat pergantian jam pelajaran, wali kelasku masuk untuk mengantar seorang siswi pindahan baru. Ia memperkenalkan diri sambil terus lurus menatapku. Hanya dia satu-satunya orang yang mau menatapku di sekolah ini. Ia bernama Shira.
Usai memperkenalkan diri ia memilih untuk duduk di bangku yang ada di sebelahku.
"Hei, siapa namamu?" Tanyanya sambil meletakkan slingbag-nya di meja
"Adyastha Kanigara, panggilanku Astha" Jawabku tanpa perlu mengajaknya berjabat tangan.
"Oke.. Astha. Ngomong-ngomong boleh aku pinjam buku paketmu?" Pintanya
"Silahkan" Aku menunjuk buku paket yang ada di hadapanku.
"Trims" Balas cewek berwajah manis tersebut sambil mengambil bukuku.***
Bel panjang penanda jam istirahat membuyarkan lamunanku. Aku mengusap-usap wajahku dengan kedua tangan. Shira membereskan semua peralatan tulisnya ke dalam tasnya.
"Apa kau mau ke kantin? Aku masih belum tahu dimana letak kantinnya. Bisa kau antar aku kesana?" Cerocosnya. Aku hanya menghela nafas.
"Boleh, mari kuantar" Aku bangkit dengan malas dari bangku.***
"Kau yakin tidak mau jajan apa-apa?" Shira membeli air mineral dan roti isi.
Aku mengangguk sambil duduk di kursi kantin.
"Kau pucat sekali, setidaknya makanlah sesuatu" Ucapnya sambil melepas segel botol mineralnya. Aku hanya menggeleng
"Shira, kau sudah tahu jalan kembali ke kelas kan ? Sekarang aku mau pergi dulu" Aku berdiri sambil tertunduk.
"Hei, jangan. Aku butuh teman mengobrol, please..." Ia memamerkan senyum kecil di bibirnya. Aku menghela nafas sebal dan duduk kembali. Dia kan bisa cari teman ngobrol yang lain, pikirku."Kuperhatikan dari tadi wajahmu suntuk sekali. Apa kau ada masalah sesuatu?"
"Ya" Jawabku dingin dan singkat.
"Apa kau mau berbagi cerita tentang masalahmu" Ucapnya dengan mata berbinar
"Tentu. Tapi tidak disini. Terlalu banyak orang"
"Lalu dimana?" Tanya dia lagi."Shira, aku punya tempat rahasia, lebih baik kita pindah kesana" Aku langsung bangkit dari dudukku.
"Kapan? Sekarang?" Sahutnya. Aku memutar bola mataku
"Enggak, tahun depan!" Aku beranjak pergi dengan kesal
"Hei, hei. Tunggu.." Ia membereskan air mineral dan makananya lalu mengikuti jalanku dibelakang.***
"Wah, tempat apa ini?" Shira melihat lihat sekeliling.
"Ini gudang lama sekolah, tempat menaruh barang-barang sekolah yang tidak terpakai. Tapi semenjak sekolah punya gudang baru maka tempat ini sudah enggak terpakai lagi dan sekolah enggan untuk memodifikasinya, entah kenapa. Jadi hanya aku yang sering kemari" Aku memberi penjelasan sembari duduk bersandar di sofa tua.
"Lalu kenapa kau suka kemari sendirian?" Shira ikut duduk di sampingku
"Aku biasanya kemari untuk menangis sendirian. Ini tempat rahasiaku untuk menangis"
"Kalau begitu menangislah. Mumpung kau disini" Kalimatnya terdengar seperti menantangku
"Aku laki-laki. Mana mungkin aku menangis di hadapan orang lain"
"Kalau begitu biar aku pergi saja, biar kau bisa menangis" Ia beranjak dari duduknya
"Tunggu dulu" Aku menahan tangannya. "Bukannya kau ingin mendengarkan masalahku?" lagi pula aku sedang tidak ingin menangis
"Memang iya" Jawabnya cepat. "Sekarang ceritakanlah" Ia duduk kembali"Sebenarnya tim basket sekolah ini baru saja mengalami kekalahan. Ini kekalahan yang paling mengecewakan karena tim kami kalah dengan selisih skor yang besar" Aku membuka cerita permasalahanku
"Setiap kompetisi selalu ada yang kalah dan menang. Lalu apa yang membebanimu?"
"Aku merasa sangat bersalah karena penyebab kekalahan tim basket kami adalah karena aku"
"Kenapa kau bisa jadi penyebab kekalahan?"
"Posisiku dalam tim adalah sebagai kapten. Di waktu pertandingan sebenarnya kondisiku tidak sedang fit. Namun aku terlalu berambisius dan memaksakan diri. Aku kurang fit hingga aku tidak bisa mencetak skor sebanyak yang semestinya aku lakukan. Mestinya aku diganti oleh pemain yang lain. Tapi waktu itu aku terlalu egois dan menolaknya. Hingga akhirnya tim kami menderita kekalahan yang memalukan. Tim kami harus terhenti di babak semifinal."Shira tidak berkata apapun ia hanya menatapku. Keheningan yang aneh datang menyergap kami.
"Sabar, Capt. Tahun depan kalian masih bisa berusaha lebih baik lagi" Ia akhirnya membuka suara
"Tahun depan aku sudah kelas 12. Sekolah enggak akan membiarkan anak-anak kelas 12 mengikuti pertandingan olah raga apapun karena mereka semua harus fokus untuk ujian saja" Jelasku lagi
"Oh, jadi pertandingan waktu itu kesempatan terakhirmu, Capt?"
"Ya. Dan aku merusak semuanya"
"Santai, Capt. Biar adik kelas yang melanjutkan perjuanganmu" Ucap Shira sambil menepuk-nepuk bahuku.
"Tapi kenapa mereka semua tidak memperdulikan permintaan maafku?! Mereka mengabaikanku begitu saja.." Aku berusaha menahan air mataku.
"Sudahlah, Capt. Jangan pikirkan itu terlalu dalam. Masih ada aku disini, aku yang akan menemanimu" Katanya sambil mengedipkan salah satu matanya. Oh, dia mungkin bermaksud menggodaku. Tapi aku tidak akan terpengaruh.
"Kenapa kau baik padaku ? kenapa kau mau menemaniku ? padahal baru beberapa jam kita kenal?" Aku mencoba skeptisIa mengangkat bahu "Entahlah, apakah aku harus memerlukan alasan?" Ia malah balik bertanya.
***
Shira mengeluarkan ponselnya. Memasang headset di telinganya ia mengangguk-angguk mengikuti irama musik yang hanya ia dengar sendiri sembari menghabiskan rotinya. Sedangkan aku hanya termenung menatapnya.
"Hei ini lagu bagus !" Ia hampir mengagetkanku. Ia melepas headset dari telinga dan ponselnya.
"Memangnya kenapa dengan lagu bagus?" Sahutku
"Ayo kita dansa ikuti lagu ini"
"Apa? Dansa?"
"Iya, dansa. Ayo berdirilah, aku akan mengajarimu!" Ia menarik tanganku untuk berdiri.
"Hei, aku tidak.. " Aku cukup terkejut melihat ia yang seperti sudah lihai berdansa. Ia meletakkan tangan kiriku di pinggangnya dan ia menaruh tangan kanannya di bahuku. Sedangkan tangan kami yang lain berpegangan. Kami hanya bergerak perlahan mengikuti alunan musik. Saling bertatap tanpa berucap apapun. Sesekali ia tertunduk dan tersenyum. Wajahnya seperti memerah. Entah bagaimana dengan wajahku sendiri.
"Apa judul lagu ini ?" Aku bertanya sambil terpejam
"Lagu ini.. "Tiba-tiba bunyi bel tanda berakhirnya jam istirahat membuyarkan kami.
"Astaga ! Kita harus cepat pergi"
"Kenapa buru-buru, Capt??" Shira langsung menyambar ponselnya.
"Setelah istirahat ini ada pelajaran sejarah. Gurunya sangat killer! Jangan sampai kita terlambat masuk kelas. Bisa dihukum nanti""Ya ampun, bahaya, Capt. Ayo!" Shira yang malah menggandeng tanganku berlari menuju kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shira The Demon Hunter
Mystery / ThrillerShira, cewek SMA berkemampuan supranatural yang sering berurusan dengan hantu dan mahluk halus lainnya. Terutama saat ia memutuskan untuk menjadi demon hunter yang menolong orang-orang disekitarnya yang terkena gangguan mahluk-mahluk astral tersebut.