✼ 2

3.1K 386 27
                                    

Bel sekolah berbunyi dengan nyaring. Semua murid dengan semangat berhamburan kelas. Guru Lee pamit meninggalkan kelas, membuat murid di kelas berjalan mengikuti guru tersebut.

Yejin berdiri. Ia melihat Jaemin yang sedang melihat Herin. "Ayo ke kantin," ajak Yejin.

Jaemin menoleh pada Yejin dan menggeleng. "Gue mau bantuin Herin. Lo duluan aja," balasnya.

Di depan Herin ada buku tebal dan beberapa lembaran kertas. Tadi Guru Lee selaku wali kelas meminta Herin untuk merekap absensi kelas. Yang menyebalkan adalah sekertaris dua yang selalu saja menghilang membuat Herin keteteran dengan tugas yang diberikan wali kelasnya.

"Mau gue bantu?" tawar Jaemin. Ia duduk di kursi depan Herin dan melihat Herin mengangguk sambil tersenyum. Dengan senang hati Jaemin merapikan kertas-kertas tersebut dan mulai membantu Herin merekap absensi.

Jaemin baru sadar, hari ini Herin terlihat berbeda dari biasanya. Hari ini ia terlihat pendiam. Wajahnya juga sedikit pucat. Biasanya Herin akan berteriak ketika datang dan mengingatkan temannya akan pr hari itu. Tapi pagi ini, dia tidak melakukannya.

"Lo kenapa?" tanya Jaemin. "Nggak biasanya keliatan lemes."

Herin tidak menjawab. Ia malah melanjutkan pekerjaannya tanpa menghiraukan pertanyaan Jaemin tadi. Namun beberapa detik setelahnya, Herin menelungkupkan kepalanya ke meja. Tentu saja Jaemin bingung.

Terdengar suara isak tangisan. Kemudian suaranya terdengar lebih keras. Herin menangis. "Mama sama papa berantem lagi," kata Herin yang masik menelungkupkan kepalanya. "Gue nggak tau masalah mereka apa karena setiap pagi mereka keliatan baik-baik aja," ucapnya.

Herin terus saja menelungkupkan kepalanya. Ia tidak mau Jaemin melihatnya menangis. Ia tidak mau terlihat lemah.

Namun yang Jaemin lakukan membuat ia merasa lebih lemah. Jaemin berpindah posisi, menjadi di sebelah Herin. Ia mengangkat pundak Herin agar duduk dengan tegak. Tangannya ia larikan pada kepala Herin, mendorongnya perlahan menuju pundak Jaemin.

┏ 

When things are hard, you can lean on me and rest.

Tangisan Herin semakin menjadi. Ia menutup wajahnya karena ia merasa telah melakukan hal bodoh—menangis. Jaemin masih setia mengelus rambut Herin, menunggu gadis itu untuk menumpahkan apa yang ia rasakan.

"Gue takut, Jaemin," ucap Herin dengan lirih. "Gue takut sama semua kemungkinan buruk yang bakal terjadi," lanjutnya.

Jaemin mengelus rambut Herin perlahan. Ia berusaha menenangkan Herin yang merasa tertekan dengan apa yang dialaminya. "Kalo lo butuh temen cerita, gue siap kok," kata Jaemin.

┏ 

I wanna be on your side all your life.

i'll try + na jaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang