Malam ini Hayoung benar-benar tak bisa tidur. Padahal disampingnya Wonwoo sudah sangat lelap. Hayoung memikirkan apa yang akan terjadi nantinya, apakah dia dan Wonwoo harus tetap mempertahankan pernikahan ini atau memilih berpisah secara baik-baik.
Hayoung rasa itu tergantung dengan pribadi mereka masing-masing. Dalam hati Hayoung merasa sudah sedikit nyaman dengan Wonwoo. Wonwoo sudah banyak perubahan, sudah tak pernah mengabaikan perkataan Hayoung, sudah mau menjawab apabila Hayoung bertanya atau berbicara padanya, bahkan Wonwoo sudah tak memperdulikan batasan-batasan diantara mereka.Hayoung nyaman ketika Wonwoo bersikap layaknya suami idaman, layaknya teman sejak lama, namun hatinya masih ragu kalau Wonwoo menyayanginya. Mungkin saja pria itu cuma menghormati hak Hayoung sebagai wanita dan istri. Pria itukan memang penuh santun darisananya.
Lamunan Hayoung buyar seketika saat merasa ada sesuatu yang melingkar dipinggangnya. Tangan kekar Wonwoo. Nampaknya pria itu sangat nyenyak hingga mengira kalau Hayoung adalah guling. Hayoung semakin sadar bahwa sekarang tidak ada lagi dinding batasan diantara dirinya dengan Wonwoo saat tidur. Padahal sudah sebulan lebih. Hayoung jadi ikut tertidur saat usahanya melepas tangan Wonwoo sia-sia.
***
Paginya, Hayoung bangun lebih dulu dari Wonwoo. Dia harus membuat sarapan, setelah itu barulah mereka akan pergi.
"Wonwoo-yah, aku sudah siap."
"Tunggu sebentar," Wonwoo mengikat tali sepatunya dengan buru-buru. Ia menghampiri Hayoung yang menunggunya di ruang tamu.
"Ayo."
"Eh tunggu dulu, kita beli kue dulu ya.."
Wonwoo hampir saja lupa kalau Hayoung tidak bicara seperti itu. Wonwoo mengangguk dan mereka langsung pergi ke toko kue.
"Kue yang itu berapa ya?" Hayoung mulai memilih-milih tart yang menarik perhatiannya.
"Itu 12.000 Won, nona."
"Ah, aku ambil yang itu saja." Hayoung menunjuk kue tadi sambil mengeluarkan beberapa lembar uang.
"Ini, nona. Terima kasih dan selamat datang kembali." ucap si pegawai dengan sopan.
Hayoung sedikit membungkuk dan saat berbalik arah ingin keluar dari toko, mata Hayoung tak sengaja menangkap keberadaan Mingyu. Buru-buru Hayoung keluar sebelum Mingyu menghampirinya. Hayoung bodoh, mana mungkin Mingyu mau bertemu denganmu lagi. Tidak usah berharap.
Wonwoo langsung bisa merasakan keanehan dari sikap Hayoung saat gadis itu tiba dimobil. Wonwoo tahu itu karena Mingyu, dia sempat melihat keberadaan Mingyu yang masuk ke toko kue selang beberapa menit setelah Hayoung masuk.
Tanpa basa-basi Wonwoo melajukan mobilnya, tak berniat membahas apa-apa didepan Hayoung.
***
Wonwoo terbengong dengan sesumpit nasi didepan mulutnya, sedangkan Hayoung terbatuk-batuk sambil menepuk dadanya.
"H-hamil..?" Tanya Hayoung setelah batuknya reda.
"Iya!! Sudah berapa bulan kira-kira, Hayoung-ah.?" Wajah Sojung berseri-seri ceria sedangkan Seungcheol hanya menggeleng-geleng melihat tingkah istrinya.
Wonwoo meletakkan sumpitnya dan meneguk segelas air. Hilang sudah nafsu makannya karena ibunya sendiri.
Hayoung melirik takut-takut kearah Wonwoo. Hayoung tahu Wonwoo marah dan tak suka mengungkit-ungkit masalah sensitif seperti ini."Sudah selesai?" Tanya Sojung ketika melihat Wonwoo meletakkan sumpitnya dan meneguk segelas air.
Wonwoo hanya mengangguk samar.
Hayoung sendiri jadi merasa canggung, dia berpura-pura menikmati makannya."Jadi bagaimana, Hayoung-ah?" Rupanya Sojung belum menyerah juga.
"Eomma, nanti saja dibahas. Makan dulu." Lagi, Wonwoo menyelamatkan Hayoung dari Sojung.
"Eh, terimakasih untuk kuenya, anak-anak." Sojung memakan sebagian kue yang sudah dia letakkan di piring kecil.
Hayoung membalas dengan senyuman,
"Maaf kami tidak membawa kado ulang tahun untukmu, eomonie. Sekali lagi selamat ulang tahun!""Gomawo. Tak usah repot memikirkan kado. Kalian cukup memberikan kami cucu, bahkan itu sudah lebih dari cukup menurutku."
Damn! Hayoung nampaknya salah mencari bahan pembicaraan. Harusnya tadi Hayoung cukup mengucapkan selamat saja, ketimbang bertele-tele yang malah menimbulkan batu sandungan bagi dirinya dan Wonwoo.
Wonwoo melotot kearah Hayoung yang kini sedang merutuki dirinya sendiri.
"Kenapa, Hayoung-ah?"
"Ah, ak-aku ingin ke kamar mandi sebentar." Hayoung beranjak dari duduknya sebelum ditanyai topik yang sama oleh Sojung. Sojung menyadari sikap menantu kesayangannya itu. Wonwoo lah yang sekarang akan jadi sasaran Sojung.
"Kenapa, Wonu-yah? Sepertinya Hayoung sangat menghindari pertanyaan eomma," Kata Sojung setelah Hayoung tidak diantara mereka.
"Eomma, tolong jangan bahas hal seperti itu."
"Loh kenapa? Wajar eomma menuntut itu dari kaliankan?" Protes Sojung tak mengerti maksud anaknya.
"Iya, iya aku tahu. Tapi itu memalukan."
"Tidak ada yang memalukan, Wonwoo. Kalian suami istri, apa masalahnya?"
"Tidak ada masalah. Tapi aku dan Hayoung masih canggung satu sama lain. Mengertilah.."
Sojung langsung terdiam. Ternyata rumah tangga anaknya tidak seromantis yang dia pikirkan. Pasangan itu masih belum sedekat itu ternyata.
"Sojungah, biarkan saja. Jangan dipaksa. Nanti mereka akan berkembang sendiri kok." Seungcheol menyudahi obrolan ibu dan anak tadi. Sojung berubah cemberut.
"Anak-anak nakal.." desisnya.
***
Disinilah sepasang makhluk itu saling berdiam diri, tepatnya duduk diatas tempat tidur keduanya. Hayoung sendiri sudah gugup setengah mati, ditambah pria itu hanya diam membeku membuat Hayoung semakin ragu melakukan sesuatu terlebih dahulu.
"Oh Hayoung,"
"Hmm?" Cicit Hayoung yang sebenarnya kaget mendengar Wonwoo memanggilnya.
"Bagaimana menurutmu perkataan eomma tadi.." Ucapan Wonwoo menggantung, Hayoung masih belum bisa menangkap maksudnya.
"Maksudku, apa yang harus kita lakukan karena eomma sepertinya terus mendesak kita.." Wonwoo mengalihkan atensinya kepada Hayoung.
Hayoung sungguh bingung harus menjawab apa. Disatu sisi, dia ingin memiliki keturunan. Disisi lain, hatinya masih ragu pada Wonwoo.
"Umm, bisa tidak kita tunda?"
Wonwoo tetap menatap Hayoung yang kini sudah menundukkan wajahnya. Tangan gelisah Hayoung tak berhenti memilin ujung piyamanya.
"Jujur, a-aku belum siap, Wonuyah." Lanjut Hayoung dengan frekuensi suara yang semakin lama semakin sulit didengar.
'Kau masih ragu ternyata.' Mata Wonwoo tak bisa menyembunyikan rasa sedih dan kecewanya. Tapi dia tetap bisa mengontrol ekspresi wajahnya didepan Hayoung.
"Aku juga berpikir begitu. Ayo tidur, sudah malam." Ucapan Wonwoo berbanding terbalik dengan hatinya.
Hayoung mengangguk dan ikut berbaring disebelah Wonwoo. Hatinya sedikit lega setelah tahu Wonwoo juga merasakan hal yang sama dengannya.
Tapi entah kenapa, ada sesuatu yang keberatan dilubuk hatinya paling dalam saat mendengar ucapan Wonwoo. Jadi benar, pria itu tak mengingini keturunan darinya?
To Be Continue
Maaf atas kengaretan selama 1 bulan. Padahal aku uda janji sama diriku bakal update stelah ukk. Dan ternyata ga kesampaian😣 aku usahain update lagi secepatnya:'
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderful Love
FanficWonwoo dan Hayoung, korban bisnis dari orang tua mereka masing-masing. Mereka telah di jodohkan sejak dulu. Padahal mereka belum mengenal satu sama lain. Wonwoo sendiri menuntut ilmu di Jepang sejak usia lima tahun dan baru kembali setelah menyelesa...