Suara alarm membangunkan sang gadis yang tengah tidur dengan nyenyak, siapa lagi kalo bukan Zea. Ia kira bahwa hidup yang sedang ia jalani ini hanya sebuah mimpi tapi ternyata hanya sebuah harapan kosong. Zea melirik jam alarm yang telah membangunkan tidur nyenyaknya dan ternyata masih jam 06.00 pagi yang itu artinya ia harus segera berangkat sekolah karna sudah seminggu lebih ia tidak masuk sekolah karna masih dalam keadaan berduka atas meninggal sahabatnya, Stefanny caroline.
Zea langsung menuju ke kamar mandi untuk bersiap-siap agar masuk ke kesekolah, ia sudah sangat merindukan hukuman dari para guru karna ia juga termasuk salah satu siswi yang cukup bandel tetapi tetap berprestasi. Jarak dari rumahnya hingga ke sekolah tidak terlalu jauh, hanya sekitar 15 menit saja jika memakai kendaraan bermotor.
Tidak perlu berlama-lama ia bersiap-siap untuk berangkat sekolah, karna Zea tipikal perempuan yang tidak peduli dengan penampilan, ia apa adanya, tetapi bukan berarti ia tidak tau fashion, hanya saja ia terlalu malas untuk mengurus hal-hal yang sama sekali membuang waktunya.
Ketika ia keluar dari kamarnya, ia mendengar suara pecahan piring yang mungkin sengaja dipecahkan karna ditambah dengan suara teriakan yang membuat suasana semakin mencengkam.
Tanpa sadar, Zea menutup matanya dan menghela nafas, karna ia tahu itu pasti orang tuanya habis pulang dari pekerjaan masing-masing yang sedang bertengkar dan ini sudah untuk kesekian kali nya Zea merasa jenuh melihat kejadian tersebut tidak pernah berakhir dengan tenang.
Zea terus berjalan kearah pintu melewati mereka berdua yang sedang ribut, kedua orang tuanya memanggil namanya tetapi yang hanya bisa ia lakukan saat ini hanya pura-pura tidak mendengar panggilan tersebut dan menghindar, karna percuma saja jika ia mencoba meleraikan, alhasil yang terjadi dia yang selalu menjadi korbannya.
PLAK!
Tamparan sang mama berjalan mulus tepat di sebalah pipi kanannya dan menampilkan dengan jelas sebuah tanda yang sangat indah bagi Zea.
"Kalo dipanggil orang tua itu dijawab! Dimana sopan santun kamu hah?!" Bentak mamanya. bagi Zea, pagi ini pagi yang sangat amat cerah karna sudah ditampar dan dilanjutkan dengan bentakan dari sang mama, Zea sendiri sudah biasa diperlakukan seperti ini jadi tidak perlu kaget.
"Zea mau sekolah Ma,Pa" Ucap Zea sambil ingin menyalami kedua orang tuanya tapi kedua orang tuanya tidak merespon dan hanya diam, bagi Zea sekasar-kasarnya orang tua ia tetap tidak boleh melawan, walaupun caranya ia tadi salah karna hanya berjalan melewati mereka begitu saja tapi tetap saja ia harus menanggung semua amarah dari orang tuanya, karna keluarganya hancur juga akibat ulahnya, pikir Zea.
"Cepat pergi sana, kamu itu cuma buat masalah disini" Ucap papanya, Zea tetap berpikir positive dari ucapan papanya barusan bahwa papanya menyuruh ia pergi kesekolah agar tidak terlambat, ternyata mereka masih peduli kepada dirinya.
Zea hanya langsung berjalan keluar untuk berangkat sekolah tanpa bersaliman dengan kedua orang tuanya. miris memang, tapi bagaimanapun juga Zea tetap tidak boleh membenci mereka. Saat sedang berjalan ke arah motor nya ia baru sadar bahwa 10menit lagi sudah mau bel masuk sekolah yang artinya ia harus cepat untuk berangkat.
Setelah sudah sampai di depan gerbang sekolah, ternyata gerbang sudah ditutup yang itu artinya Zea sudah tidak boleh masuk kedalam sekolah, kejam memang peraturan sekolah yang dibuat oleh kepala sekolahnya, tapi tetap peraturan tetap saja peraturan yang harus dilaksanakan.
Ia langsung membuka ponselnya dan melihat banyak notif dan jangan lupakan Letta-sahabatnya sudah 20x missed call dirinya, ah sial, jika saja orang tuanya tadi tidak menghambat waktunya pasti ia tidak akan terlambat. Sial! Sial! Sial!
KAMU SEDANG MEMBACA
Pressure
Teen FictionAku hanya ingin kebahagiaan untuk selamanya, bukan hanya sementara.