Kitab ini bukanlah kitab keramat atau pantas dikeramatkan. Mpu Tantular tidak memaksudkannya sebagai kitab tempat orang berguru untuk menyelenggarakan pemerintahan di suatu Negara. Kurang-lebihnya ini adalah kitab yang bernuansa Buddha, dan menceritakan sebuah kisah yang diharapkan dapat diteladani oleh umat Buddha. Kisah tersebut adalah mengenai seorang pemuda bernama Raden Sutasoma.
Dari nama tokoh utama tersebutlah kitab tersebut mendapatkan judulnya.
Yuk langsung aja..
Sang Buddha (Bodhisattva) menjelma ke dunia sebagai Raden Sutasoma putra raja Mahaketu (Raja Hastinapura) dari kerajaan Hastina.
Putra raja tersebut sangat alim dan taat menjalankan berbagai perintah agama Buddha, dan selalu belajar untuk memperdalam pengetahuan agamanya. Setelah cukup umur, oleh ayahandanya ia diperintahkan untuk menikah, dan selanjutnya menggantikan kedudukan ayahandanya sebagai raja. Akan tetapi titah ayahandanya ia tolak dengan halus. Ia belum ingin menikah ataupun menduduki singgasana Hastina, karena merasa pengetahuannya tentang agama masih terasa amat kurang.
Guna menghindari desakan lebih jauh dari ayahandanya, pada suatu malam Raden Sutasoma dengan diam-diam pergi meninggalkan istana.
Setibanya di hutan, sang pangeran bersembahyang dalam sebuah kuil. Maka datanglah Dewi Widyukarali yang bersabda bahwa sembahyang sang pangeran telah diterima dan dikabulkan.
Kemudian pangeran melanjutkan perjalanannya ke Gunung Himalaya, untuk bertapa sambil belajar agama Buddha pada para pertapa yang ditemuinya di sana. Setelah tiba di tujuan, ia mendapat berita dari seorang pertapa bahwa ada seorang raja bernama Purusada atau Kalmasa, seorang raja penjelmaan raksasa, suka sekali memakan daging manusia.
Adapun mengapa Purusada suka memakan daging manusia, ceritanya adalah sebagai berikut:
Suatu ketika juru masak raja tersebut kehabisan akal karena persediaan daging untuk makanan raja habis dimakan anjing. Ia telah berusaha keras mencari gantinya, namun tidak berhasil. Karena sangat takut akan murka sang Purusaha, ia terpaksa mengambil daging orang yang belum lama mati, dan memasaknya untuk baginda.
Tatkala baginda bersantap, ia merasa masakan itu sangat nikmat lebih dari masakan-masakan yang dihidangkan juru masak pada waktu-waktu sebelumnya. Maka ia pun memanggil sang juru masak, dan menanyakan apa sebabnya masakan yang ia santap menjadi selezat itu. Juru masak yang ketakutan akhirnya terpaksa berkata terus-terang tentang daging apa yang telah diolahnya di dapur istana.
Baginda ternyata tidak marah, bahkan memerintahkan untuk memasak daging-daging manusia lainnya, karena ia sangat menyukai daging jenis itu. Bertahun-tahun kebiasaan Purusaha berlangsung, bertahun-tahun pula rakyat baginda bermatian di dapur sang raja untuk memuaskan kerakusannya. Akibatnya penduduk negeri baginda tinggal sedikit karena habis dilalap raja atau mengungsi ke negeri lain yang rajanya tidak doyan makan orang.
Pada waktu Raden Sutasoma bertemu dengan pertapa itu, Purusaha atau Kalmasa sedang sakit, dan tinggal di sebuah hutan sebagai seorang raksasa. Ia berjanji jika sakitnya kelak sembuh, maka ia akan melakukan kurban seratus orang raja untuk dipersembahkan kepada dewa Kala.
Pertapa yang bercerita itu mohon kepada Raden Sutasoma untuk membunuh raksasa tadi. Tetapi Raden Sutasoma menolak permohonan itu, sampai-sampai Dewi Pretiwi keluar dan memohonnya. Tetapi tetap saja ia tidak mau, ia ingin bertapa saja.
....
Kelanjutannya di next part...
Tinggalkan jejak (vote⭐️/komen 💬)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kitab Sutasoma "Mpu Tantular" (TERJEMAH)
Historical FictionMotto atau semboyan Indonesia "Bhineka Tunggal Ika" tidaklah tanpa sebab diambil dari kitab kakawin ini. Setengah bait dari kitab ini telah menyatukan nusantara. Kakawin ini mengenai sebuah cerita epis dengan pangeran Sutasoma sebagai protagonisnya...