7

6.1K 453 6
                                    

Masih dengan pemikiran yang sama. Otak Prilly terus berputar dan berpikir keras. Entah kesalahan apa yang ia perbuat sehingga menyebabkan perubahan sikap Ali. Prilly memandang kosong ke langit-langit kamarnya. Rasanya sakit saat di acuhkan tanpa alasan yang jelas.

"Prilly."

Prilly sontak menghapus air matanya saat terdengar teriakan ibunya yang memanggil namanya. Prilly beranjak dari posisinya yang terlentang di atas tempat tidurnya.

"Iya buk bentar." Sautnya demikian hendak membuka pintu kamarnya.

"Ada apa buk?" Tanya Prilly setelah menghampiri ibunya di dapur yang kelihatan sedang menahan emosi.

"Kamu lihat ini!" Ibu Prilly menunjuk ke sebuah wadah yang hanya tersisa beberapa butir beras dan tentu bisa di hitung dengan jari.

Prilly menatap nanar wajah ibunya yang emosi. Pikirannya kalut. Persediaan beras di rumahnya telah habis. Untuk membelinya Prilly tidak memiliki uang karena ia belum gajian. Hanya tersisa beberapa uang yang cukup untuk ia berangkat sekolah dengan angkot.

"Prilly belum gajian, Bu." Ujar Prilly melirih.

"Terus kita mau makan apa kalau beras saja sudah habis." Bentak Ibu Prilly tepat di depan wajah Prilly.

Prilly menutup matanya rapat-rapat. Rasa sesak hinggap di dadanya.

"Uang yang dikasih Indah sewaktu Prilly menginap di rumah Indah, sudah habis buk?" Tanya Prilly pelan menatap ibunya nanar.

Ibu Prilly memutar bola matanya dan mendengus sebal. "Ya habis lah. Uang segitu mana cukup untuk Ibu beli baju, tas, dan sandal baru."

"Ibu gak mau tau, sekarang kamu usaha buat bisa beli beras. Ibu lapar!" Ibu Prilly mendorong tubuh Prilly cukup keras sampai tubuh Prilly tersungkur di lantai. Setelah itu Ibu Prilly meninggalkan Prilly sendiri dengan isak tangis.

Prilly menatap nanar punggung ibunya. Prilly menghapus air matanya dan beranjak keluar rumah.

Langkah Prilly berhenti di depan warung tempat biasa ia membeli bahkan menghutang. Dengan langkah ragu-ragu Prilly mendekati pemilik warung itu.

"Buk ...," panggil Prilly pelan.

"Eh neng Prilly, ada apa neng? Mau bayar sisa hutang yang kemaren?" Tanya Ibu pemilik warung.

Prilly menggeleng lemah. "Saya boleh hutang beras lagi bu?" Tanya Prilly ragu-ragu dengan suara tercekat.

"Aduh gimana ya neng, Ibu teh bukannya gak mau ngasih. Cuman Ibu gak mau rugi neng, gara-gara ngasih hutang mulu ke Neng Prilly. Hutang yang kemaren aja belum lunas, masak mau hutang lagi neng. Lunasnya kapan atuh?" Celetuk Ibu pemilik warung yang langsung meninggalkan Prilly sendiri.

Prilly pergi meninggalkan warung itu. Ia bingung harus bagaimana lagi dalam situasi seperti ini. Tidak ada pilihan lain untuk Prilly sehingga ia memilih mencari kerja sampingan yang akan ia ambil setiap hari minggu berhubung di hari minggu ia memiliki waktu kosong.

Kakinya melangkah ke arah sebuah toko besar yang menjual berbagai accessories wanita. Prilly membuka pintu toko tersebut dan menghampiri karyawan yang kebetulan lewat di hadapannya.

"Mbak mbak ....."

Karyawan tersebut menghentikan langkahnya dan menatap Prilly heran. "Iya ada yang bisa saya bantu?" Tanya karyawan ramah.

"Mhh ... saya tadi gak sengaja baca pamflet di depan sana katanya di sini butuh karyawan. Betul begitu mbak?" Tanya Prilly memastikan.

"Iya betul. Apa anda melamar kerja disini?" Tanya karyawan.

PerforceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang