44 ~ Jimin Special Part ( 1 )

2.3K 243 1
                                    

Entah kenapa, malam ini tak secerah biasanya. Karena mendung, bintang tak menampakkan batang hidungnya. Malam ini langit hanya dihiasi oleh gumpalan awan hitam pekat.

Shift malam. Jimin dan Sakura sama-sama mendapatkan Shift malam. Namun, karena berbagai alasan, mereka tak bisa bersama walaupun bekerja di satu bagian, yaitu UGD.

"Ah, maaf," kata Sakura sembari memberikan dompet wanita yang sempat ia tabrak.

"Harusnya kau lebih hati-hati,"

Sakura mengangguk dan kemudian sedikit terkejut saat melihat wanita yang sempat ia tabrak.

Ah, itu Kang Seulgi. Jelas sekali Sakura mengingatnya karena tak ada perubahan sama sekali dari Seulgi. Hanya wanita itu terlihat tak mempertahankan rambut panjangnya.

Hanya bentuk rambutnya saja yang berubah.

Seulgi adalah awal bagaimana Jimin bisa menyatakan perasaannya pada Sakura.

"Oh, lama tidak bertemu," sapa Seulgi ramah. Tidak, kelewat ramah. Sedangkan Sakura hanya membalasnya dengan senyuman tipis. Masih ada rasa mengganjal di hatinya karena ia masih ingat seluruh kejadian yang menimpanya sewaktu SMP.

Ya, perudungan.

"Kau bekerja disini? Sudah berapa lama?" Tanya Seulgi. Wanita itu sepertinya benar-benar penasaran dengan Sakura.

"Kurasa.. sudah hampir 3 tahun," jawab Sakura mengira-ngira.

Seulgi hanya mengangguk dan memamerkan senyuman manisnya. Ia ingin bertanya banyak dengan Sakura. Entah kenapa, melihat Sakura sekarang membuat rasa penasaran Seulgi memuncak.

"Wah, kau pasti dokter yang hebat," kata Seulgi. Lagi, Sakura hanya menimpalinya dengan sebuah senyuman ringan.

Bukannya malas untuk membalas semua pujian Seulgi, tapi jika berhadapan dengan Seulgi, ia merasa kaku dan tak bisa berkata apa-apa.

Ia jadi manusia es jika berada di dekat Seulgi.

"Bagaimana hubunganmu dengan pacarmu?" Pertanyaan Seulgi membuat Sakura tercengang. Masih ingatkah Seukgi dengan Jimin?

"Pacarku?" Ulangku dan langsung mendapat anggukan dari Seulgi.

"Aku-"

"Kang Seulgi!"
Suara Jimin membuat Sakura berhenti berbicara. Sakura melihat Jimin yang datang menghampiri Seulgi sambil memasang senyuman ramahnya dan juga... memeluknya.

Seperti sepasang teman yang sudah lama tidak bertemu.

"Park Jimin! Bagaimana kabarmu?" Tanya Seulgi. Wanita itu juga tak kalah senangnya.

"Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja," jawab Jimin diiringi senyuman manis.

Mereka berdua asyik berbicara, saling bertukar kabar dan berbicara mengenai hal-hal yang bagi Sakura sungguh tidak penting. Dan mereka melupakan fakta bahwa ada satu orang dibelakang mereka- Sakura.

Sakura berdehem pelan, membuat obrolan kedua orang itu terhenti dan membuat mereka menoleh kearah Sakura.

"Kalian.. saling mengenal?" Tanya Sakura. Seingatnya, Jimin hanya bertemu dengan Seulgi 2x. Itupun mereka hanya mengobrol singkat dan tak terlalu saling mengenal. Dan sekarang, kenapa mereka bertingkah layaknya orang yang sudah saling mengenal selama beberapa tahun?

"Ya, teman kuliahku," jawab Seulgi dan dibalas dengan anggukan Jimin.

"Kenapa kau tak pernah cerita padaku?" Tanya Sakura pada Jimin.

"Ah, aku lupa jika kau juga mengenal Seulgi," kekeh Jimin sembari melemparkan senyuman manisnya untuk Sakura.

Mendengar jawaban itu, Sakura tak bisa membantahnya. Lupa adalah semua penyakit yang di derita setiap manusia, Sakura harus memakluminya. Sakura hanya bisa mangut-mangut berusaha memahami.

"Kau sedang sakit?" Tanya Seulgi sembari memperhatikan wajah Sakura dengan seksama. Seulgi merasa ada yang aneh dengan wajah Sakura.

"Tidak. Aku baik-baik saja," kilah Sakura sembari berusaha untuk tersenyum senatural mungkin.

"Penampilannya memang seperti ini," tutur Jimin yang membuat Seulgi tersenyum lalu mengangguk.

Rasanya ingin Sakura memukul kepala Jimin dengan kuat. Bagaimana bisa Jimin tak tahu membedakan antara orang sakit dengan tidak? Jelas-jelas Sakura tengah menahan rasa pusing di kepalanya.

"Mau minum kopi bersama?" Ajak Jimin dan membuat Sakura tercengang sesaat. Jimin mengajak Seulgi minum kopi bersama? Bahkan hanya karena hal itu saja Sakura cemburu.

Yang Sakura harapkan sekarang adalah semoga saja Seulgi menolak. Tolakan Seulgi adalah kebahagiaan Sakura sekarang.

"Boleh, sekalian kita bertukar pengalaman," balas Seulgi. Tentu saja Sakura merasa kesal sekarang.

"Kau tak mengajak Sakura?" Tanya Seuli saat Jimin sudah menuntunnya untuk berjalan bersama.

"Tidak. Dia masih banyak pekerjaan. Iya kan?" Tanya Jimin sembari melihat kearah Sakura.

"Y-ya. Aku masih banyak pekerjaan. Jadi, kalian berdua pergilah," kata Sakura dengan kikuk. Tak bisa menyembunyikan rasa cemburunya.

Jimin tersenyum dan kemudian mengajak Seulgi untuk berjalan kembali. Kebetulan, di sebrang rumah sakit ada sebuah kedai kopi. Jadi, mereka bisa saling bercerita satu sama lain disana.

"Jim, pacarmu tak bisa menyembunyikan raut wajah kesalnya," kekeh Seulgi.

"Dia sangat polos," tambah Jimin.

"Tak takut jika dia marah dan mengira jika kita punya hubungan?" Tanya Seulgi. Wanita itu masih saja terkekeh pelan.

"Dia sering membuatku cemburu. Aku juga ingin membuatnya cemburu," balas Jimin dengan senyuman penuh kemenangan.

"Tapi, wajah Sakura benar-benar pucat. Apa dia sakit?" Tanya Seulgi.

Jimin diam sesaat, berusaha mengingat wajah Sakura, "benarkah?"

~~ ~~~

"Oh, Jinsu. Sudah lama aku tak melihatmu," sapa Sakura saat melihat Jinsu yang melintas di depan dirinya.

Sedangkan Jinsu hanya menanggapinya dengan senyuman ringan. Pria itu masih tak enak karena dirinya sempat hampir membuat hubungan Jimin dan Sakura hancur.

Bukan kehendaknya, tapi ia tak tahu jika kedua orang itu sudah pacaran. Terlebih lagi mereka tak menunjukkan tanda-tanda jika sedang menjalin hubungan spesial.

Lagipula Jinsu juga sudah menyukai Sakura sejak lama. Sejak pria itu bertugas di rumahs sakit ini.

"Aku mengundurkan diri dari UGD. Karena itu kau jarang melihatku," jawab Jinsu.

"Kenapa kau meninggalkan UGD? Bukankah impianmu itu bekerja di UGD? Ah, betapa bodohnya dirimu," omel Sakura.

"Impianku sesungguhnya itu adalah bisa melihatmu setiap hari," gumam Jinsu dengan pelan. Namun, Sakura masih bisa mendengar semuanya.

"Ah, kau itu ha-"

"Aku tahu. Aku akan mencoba menghilangkan perasaanku padamu," potong Jinsu dan mendapat senyuman ringan dari Sakura.

"Kau.. sedang sakit?" Tanya Jinsu saat ia melihat wajah Sakura dengan seksama.

"Tidak, hanya lelah saja," timpal Sakura. Tak lupa ia menyunggingkan senyumannya. Sulit untuk tersenyum di hadapan Jinsu, karena Sakura tak pernah tersenyum pada Jinsu. Ia lebih nyaman jika harus memasang wajah datarnya untuk Jinsu.

"Kau terlihat pucat. Haruskah ku antar kau ke ruang istirahat?" Tanya Jinsu lagi, tiba-tiba ia jadi panik. Bagaimana pun juga pria itu masih menyimpan perasaan pada Sakura.

"Tidak usah. Pekerjaanku masih banyak. Kau pulanglah," ucap Sakura dan kemudian menepuk pundak Jinsu sebelum akhirnya pergi meninggalkan pria itu.

SKOOL LUV AFFAIR : EPILOGUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang