46 ~ Namjoon Special Part ( 1 )

2.3K 248 10
                                    

Soomi merasa ruangan ini adalah jelmaan dari neraka di akhirat kelak. Pasalnya, setiap hari ia selalu melihat Namjoon membawa seorang wanita. Entah darimana ia mengenal wanita itu, yang pasti ia selalu membawa wanita yang berbeda.

Tidak setiap hari, tapi jika hari itu tiba, maka Soomi rasa lebih baik dia angkat kaki saja dari ruangan ini. Daripada ia terbakar karena tingkah Namjoon yang sudah diluar batas.

Soomi juga heran, bagaimana bisa para wanita itu mempunyai akses masuk ke kantor ini? Dan yang lebih menyebalkan lagi adalah ketika Namjoon meresponnya dengan sebuah senyuman nakalnya.

Rasanya ingin sekali Soomi menjitak kepala Namjoon. Kapan pria itu berubah menjadi pria yang gila akan wanita?

"Kenapa dia tidak keluar?" Soomi menghentikan aktivitas mengetiknya saat sebuah suara wanita mulai berseruak di ruangan ini.

Namjoon dan Soomi saling bertukar pandang. Bahkan Soomi tak segan-segan untuk memberikan Namjoon dan juga wanita itu tatapan tak sukanya.

"Kau bisa keluar kan? Ada sesuatu yang harus kami lakukan," suruh Namjoon. Ia memandang Soomi dengan lekat.

Soomi bukanlah gadis kelewat bodoh yang tidak mengerti dengan semua perkataan Namjoon. Namjoon dan gadis itu pasti akan melakukan sesuatu yang...

"Kenapa harus disini? Kalian kan bisa melakukannya di hotel!" Kesal Soomi. Ia merasanya amarahnya sudah naik sampai ubun-ubun. Rasa cemburu juga kesal sudah menyeruak dengan bebas di dalam diri Soomi.

Namjoon dan wanita itu saling pandang. Tak mengerti dengan maksud Soomi. Anggap saja sekarang Namjoon dan wanita itu adalah gadis bodoh karena tak bisa menangkap semua makna dari perkataan Soomi.

"Jika bisa melakukannya disini, kenapa harus jauh-jauj di hotel?" Tanya Namjoon. Sedangkan Soomi merasa udara disekitarnya memanas dan bola matanya memerah- sedikit berair-.

"Ah.. kau adalah pria yang bisa melakukan semuanya dengan mudah. Baiklah, aku akan pergi. Kuharap kau tidak marah jika aku tak kembali lagi kesini hari ini!" Ungkap Soomi sembari keluar dengan cepat dari ruangan Namjoon.

Namjoon dan wanita itu hanya bisa menatap kepergian Soomi dan heran dengan tingkah anehnya.

"Dia kenapa? Kenapa dia harus menyuruh kita membahas masalah pekerjaan di hotel?" Tanya wanita itu dengan sejuta keheranannya.

Namjoon tebak, Soomi pasti tengah salah paham sekarang.

"Pacarku.. agak sensitif," kekeh Namjoon sembari membayangkan wajah Soomi yang kelewat merah tadi. Merah karena menahan amarahnya.

"Oh, dia pacarmu ya? Ah, dia pasti tengah cemburu sekarang," tukas wanita itu sembari duduk di kursi yang ada diruangan Namjoon.

Namjoon tertawa pelan, "aku akan meluruskannya nanti."

~~ ~~~

Soomi mengaduk-aduk ramennya tanpa semangat. Bahkan saking tak semangatnya, ia tak sadar jika ramennya sudah sedikit mengembang.

Tubuhnya memang tengah berada di cafetaria kantor, tapi pikirannya berada di tempat lain. Tidak- lebih tepatnya sekarang pikirannya berada di ruangan Namjoon.

Yang ia pikirkan sekarang adalah, apa yang Namjoon dan wanita itu lakukan?

"Ramen mu sudah mengembang," sergah Woojin. Pria itu tengah membeli seporsi makan siang dan melihat Soomi yang tengah melamun. Kemudian, Woojin pun mebghampiri Soomi.

Soomi segera tersadar dan kemudian berdecak pelan saat tahu ramennya sudah agak melar.

"Ah.. menyebalkan!" Keluh Soomi sembari mulai menyeduh ramennya sebelum ramennya mengembang lagi.

"Kau sedang memikirkan apa? Bahkan kau tak tahu kondisi ramenmu," tanya Woojin sembari memakan makan siangnya.

"Sesuatu hal yang sangat penting. Aku tak bisa berhenti memikirkannya," jawab Soomi.

"Lebih penting dari Ramen?" Tanya Woojin karena ia tahu betul jika Soomi sangat suka Ramen.

"Ya. Sekarang ramen adalah nomor 2 bagiku," sahut Soomi.

"Lalu, apa yang menjadi nomor 1 bagimu sekarang?" Tanya Woojin.

"Kim Nam-"
Soomi menghentikan ucapannya saat sadar ia hampir menyebutkan nama Namjoon di hadapan Woojin.

Woojin menaikkan salah satu alisnya, menantikan kalimat lanjutan yang akan Soomi katakan.

"Tidak ada. Lupakan," kata Soomi kemudian mulai menyeruput ramennya yang sudah seluruhnya mengembang.

~~ ~~~

Soomi baru kembali ke ruangan saat waktu pulang sudah hampir tiba. Sengaja berlama-lama di cafetaria kantor hanya untuk menghindari Namjoon. Muak dengan senyuman kelewat manis Namjoon. Walaupun harus Soomi akui jika senyuman Namjoon memanglah manis.

Padahal sedari tadi ia hanya duduk termenung sembari memperhatikan orang lewat di area Cafetaria. Membosankan namun itu adalah alternatif terbaik untuk saat ini.

Ia tak menemukan Namjoon sama sekali di ruangannya. Secepat itukah mereka pergi? Soomi masih ingat jika ia pergi ke Cafetaria kantin sesuda jam makan siang, sekitaran jam 2 siang.  Jika sekarang baru pukul 3:30, maka bisa dikatakan Soomi baru meninggalkan ruangan selama satu jam setengah.

Cukup singkat bagi Soomi. Secepat itukah mereka melakukan semuanya?

Soomi segera menghapus pikiran kotor yang tiba-tiba saja menyerang otaknya. Tak mau memikirkan hal-hal menjijikan yang akan membuatnya muntah karena kepikiran seharian. Lebih baik ia berkemas dan siap-siap untuk pulang ke rumah.

Istirahat dirumah adalah hal yang paling baik sekarang.

Saat jam sudah menunjukkan pukul 4 tepat, Soomi segera menyambar tas kerjanya dan hendak pulang. Namun, saat Soomi hendak membuka pintu ruangan, pintu tersebut sudah lebih dulu terbuka. Menampilkan sosok seorang Kim Namjoon yang rapi, dengan baju yang berbeda dari sebelumnya.

"Mau kemana?" Tanya Namjoon.

"Pulang," jawab Soomi tanpa melihat kearah Namjoon. Walaupun sebenarnya, Soomi melirik Namjoon secara diam-diam.

"Kau kira dengan mudahnya kau pulang setelah lebih dari satu jam meninggalkan ruangan?" Tanya Namjoon lagi.

"Aku kan sudah bilang padamu jika ada kemungkinan aku tidak akan kembali. Kau tidak tuli kan?" Tanya Soomi dengan nada bicara yang sedikit meninggi.

"Sekarang, kembali ke tempatmu dan kerjakan pekerjaanmu yang sempat kau tunda," suruh Namjoon, lebih tepatnya terdengar jelas seperti sebuah perintah.

"Kenapa kau terus memaksaku? Aku tahu kau itu atasanku, tapi kenapa kau selalu bertingkah seenaknya? Kau pikir aku sanggup bekerja seharian dan pulang tak sesuai dengan jadwal?" Omel Soomi.

"Sudah sewajarnya jika kau menuruti semua yang kuperintahkan. Kau itu bawahanku," sergah Namjoon. Mereka berdua sama-sama terbawa emosi.

Yang satu emosi dengan alasan, yang satunya lagi hanya emosi karena terbawa arus.

"Jadi, haruskah aku mengundurkan diri dari perusahaanmu?" Tanya Soomi dan langsung membuat Namjoon terdiam.

Setelah itu, Soomi langsung pergi dari hadapan Namjoon. Baginya, berlama-lama di dekat Namjoon sama saja membuat dirinya terluka.

SKOOL LUV AFFAIR : EPILOGUETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang